Pemohon Dianggap Terlalu Mendikotomi Perusahaan Besar dan Kecil
Uji Materi UUPM

Pemohon Dianggap Terlalu Mendikotomi Perusahaan Besar dan Kecil

Ahli pemerintah berpendapat, perusahaan besar asal asing tidak selalu merugikan pengusaha mikro lokal, tapi malah merupakan simbiosis mutualisme. Pemohon menilai keterangan pemerintah itu kebohongan semata.

Oleh:
NNC
Bacaan 2 Menit
Pemohon Dianggap Terlalu Mendikotomi Perusahaan Besar dan Kecil
Hukumonline

 

Mendukung pernyataan Faisal, ahli pemerintah lainnya, Bungaran Saragih, mengemukakan, fasilitas Hak Guna Usaha (HGU) bukanlah hak privelege buat investor asing. Mantan menteri pertanian ini mencontohkan dalam pertanian inti plasma. Menurutnya, petani plasma yang merupakan petani-petani gurem banyak yang malah ikut menikmati adanya HGU dari pengusaha besar itu. Dari kenyataan pada pertanian inti plasma itu, 20-60% tanah HGU milik pengusaha besar diberikan kepada plasma mereka, ujarnya.

 

Kebohongan semata

Salah satu kuasa pemohon Johnson Pandjaitan menganggap keterangan pemerintah di muka sidang  terlalu menyederhanakan persoalan. Sebab,  dalam praktek justru sering terjadi benturan antara masyarakat, pengusaha kecil dengan pengusaha besar. Misalnya akibat pemberian HGU, baik dalam proses pemberian maupun dalam penggunaannya.

 

Johnson mengatakan, tanpa adanya ketentuan UUPM, HGU dalam pertanian inti plasma seperti yang dibeberkan ahli, dalam praktek justru menimbulkan konflik horizontal maupun vertikal di masyarakat. Dari kasus yang diterima Komnas HAM dan BPN, justru tanah-tanah HGU itu adalah tanah rakyat yang dirampas dalam rangka program inti plasma itu, katanya.

 

Membalas tudingan itu,  Bungaran mengatakan, terjadinya benturan bukan lantaran dosa regulasi. Namun, Kebanyakan terjadi karena praktek di lapangan, pengawasan kurang dan faktor manusianya, bukan karena pilihan kebijakannya, tangkisnya.

 

Sebagai pembuat Undang-undang, Bungaran berpendapat meski diperlukan pemihakan pada pengusaha kecil, namun tidak bisa dilakukan dengan mengesampingkan keberlangsungan hidup pengusaha besar. Harus diperhitungkan pula tingkat pertumbuhan ekonomi dan daya saing ekonomi. Semua harus diakomodir dari dua kepentingan itu, biar berjalan harmonis, ujarnya.

 

Dalam sidang itu, baik pemohon maupun pemerintah sama-sama menyimpan pertanyaan yang belum terjawab lantaran perdebatan ahli berlangsung hingga sore. Ketua Majelis Hakim Konstitusi Jimly Asshiddiqie memberikan kesempatan agar sidang ditunda dan dilanjutkan lagi dalam dua pekan ke depan.

Agenda persidangan mendengarkan keterangan ahli dalam perkara uji materi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) terus bergulir. Kini pemerintah mengawali sidang dengan menyampaikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan para hakim konstitusi pada sidang sebelumnya.

 

Salah satu ahli yang diusung pemerintah adalah ekonom Faisal Basri. Di hadapan sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK) di gedung MK, Selasa (20/11),  ekonom asal Universitas Indonesia itu menyiratkan persetujuannya pada ketentuan-ketentuan dalam UUPM. Kontan saja, majunya Faisal sebagai ahli pemerintah ini mencengangkan sejumlah aktivis.

 

Menurut Faisal, para pemohon terlalu mendikotomikan antara pengusaha besar dan pengusaha kecil. Selalu ada kecurigaan, pengusaha besar memiliki agenda kepentingan yang pasti berbenturan dengan pengusaha kecil, selalu mematikan pengusaha kecil, ujarnya. Padahal dalam kacamata Faisal, pengusaha gigan dan pengusaha mikro acapkali  berjalan seirama semacam simbiosis mutualisme.

 

Faisal yakin, keberadaan perusahaan asing semacam selalu melibatkan pengusaha kecil dalam laku usahanya. Ia mencontohkan penrusahaan Astra Internasional atau peritel Carrefour. Keduanya menggaet banyak pelaku usaha lokal dalam menjalankan usaha sehingga justru turut mendongkrak pengusaha kecil. Sementara karet Indonesia yang bertahan secara tradisional tanpa support riset dari perusahaan besar cenderung tidak produktif, ketinggalan kereta dengan perkebunan karet di Malaysia dan Thailand yang menjadi pesat.

 

Jika Astra mati, bakal banyak perusahaan kecil juga bakal mati, jelasnya. Justru kehadiran UUPM menurut Faisal sudah cukup untuk mengatasi terjadinya benturan kepentingan antara pengusaha besar asing dan pengusaha kecil lokal. Technical Management Support dari perusahaan besar dalam research and development, sangat berguna bagi pengusaha kecil, tambahnya.

 

Dalam pengamatan Faisal, lantaran enggan menggunakan pengusaha besar sebagai mitra usaha inilah banyak negara tidak membidik Indonesia sebagai bidikan untuk berinvestasi. Ia mencontohkan minat Jepang yang kian menurun tiap tahunnya untuk berinvestasi di Indonesi. Pada 1997, di mata Jepang Indonesia menempati urutan prioritas ke 3 setelah AS dan China. Tapi tahun 2006 anjlok ke posisi 9 di bawah Malaysia dan Thailand, jelas Faisal.

Tags: