Kejagung Siap Digugat ke PTUN
Polemik Aliran Sesat

Kejagung Siap Digugat ke PTUN

MUI itu kan hanya pendapat. Hanya rekomendasi. Itu satu bagian dari aspirasi, yang lain kan harus didengar juga.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Kejagung Siap Digugat ke PTUN
Hukumonline

 

Rekapitulasi

Kasus Kekerasan Mengatasnamakan Agama

Tahun

Jumlah Kasus

2005

25

2006

35

2007

20

     Sumber: Wahid Institute, per Juli 2007

 

Secara pribadi, Asfin mengaku pesimis Bakor Pakem akan menghasilkan keputusan sesuai yang diharapkan. Dia menenggarai Bakor Pakem hanya akan mempertimbangkan masukan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Padahal, keberpihakan lembaga yang didirikan 26 Juli 1975 ini sudah jelas dengan terbitnya Fatwa Nomor: 11/MUNAS VII/MUI/15/2005 yang menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat dan menyesatkan.

 

Cap sesat-menyesatkan telah dipolitisir oleh MUI, imbuh Patra M. Zein, Ketua YLBHI, menyambung pernyataan rekannya. Patra menilai MUI secara kelembagaan sebenarnya tidak memiliki kapasitas untuk memberi label sesat sebuah kelompok. Alasannya, MUI hanyalah organisasi kemasyarakatan yang kedudukannya tidak berada dalam struktur ketatanegaraan sehingga produk yang dihasilkan pun tidak memiliki kekuatan apa-apa. Fatwa MUI jelas tidak masuk dalam peraturan perundang-undangan menurut UU No. 10 Tahun 2004, jadi tidak mengikat, tambahnya.

 

Mengantisipasi kemungkinan terburuk, Asfin menyatakan AKBB telah mengambil ancang-ancang menggugat keputusan Bakor Pakem ke PTUN. Dasar pertimbangan Asfin, keputusan Bakor Pakem dapat dikategorikan sebagai Keputusan Tata Usaha Negara sehingga bisa digugat. Pokoknya Kalau tetap dikeluarkan, kita pasti akan melakukan perlawanan secara hukum, ujarnya.

 

‘Ancaman' yang dilayangkan Asfin langsung disambut dengan tangan terbuka oleh pihak Kejagung. Jaksa Agung Muda bidang Intelejen Wisnu Subroto mengisyaratkan siap menghadapi gugatan tersebut. Menurut Wisnu, produk hukum yang akan dihasilkan rapat Bakor Pakem adalah Surat Keputusan (SK) Jaksa Agung. Anehnya, Wisnu justru menyokong AKBB dengan dalil hukum, SK Jaksa Agung memang bisa di-PTUN-kan, imbuhnya.   

 

Wisnu juga menepis kekhawatiran yang disuarakan AKBB terkait pengaruh MUI terhadap keputusan Bakor Pakem. Dia memastikan Bakor Pakem akan meminta masukan semua pihak terkait. MUI walaupun kelembagaannya dipersoalkan, menurut Wisnu, patut didengar pendapatnya karena MUI merupakan representasi sejumlah Ormas Islam. MUI itu kan hanya pendapat. Hanya rekomendasi. Itu satu bagian dari aspirasi, yang lain kan harus didengar juga, pungkasnya.

 

Tidak seperti biasanya, gerbang masuk Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) di bilangan Kebayoran Baru, Senin pagi itu (7/1), dipenuhi oleh sekitar ratusan rohaniawan. Mereka bukannya ingin berdakwah atau memberikan siraman rohani kepada para jaksa. Mengusung sejumlah poster, para rohaniawan yang bersama sejumlah LSM tergabung dalam Aliansi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) justru hendak mendemo Kejagung. Tema yang diusung adalah ancaman terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan yang belakangan marak di Indonesia.

 

Lebih khusus, aksi AKBB mendatangi Kejagung juga berkaitan dengan rapat Badan Koordinasi Pengawas Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) yang rencananya akan digelar 15 Januari nanti. Sedianya, rapat dijadwalkan 9 Januari, namun diputuskan diundur. Ada acara di kantor, pelantikan dan JA (Jaksa Agung, red.) mau menerima KPK. Jadi, kita pending, ujar Jaksa Agung Muda bidang Intelejen Wisnu Subroto, kepada hukumonline melalui sambungan telepon.

 

Melalui rapat tersebut, Bakor Pakem menurut rencana akan mengeluarkan keputusan terkait nasib Kelompok Ahmadiyah. Hasilnya ada dua kemungkinan, Ahmadiyah dinyatakan sebagai aliran sesat atau sebaliknya. AKBB tentunya berharap Bakor Pakem mengambil pilihan yang kedua. Alasan mereka, pelarangan terhadap Ahmadiyah serta kelompok-kelompok keagamaan lainnya melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dimiliki oleh setiap warga negara.

 

AKBB menilai tindakan pelarangan tersebut adalah pengkhianatan terhadap cita-cita dan dasar negara bahwa Indonesia sebagai wadah bagi keberagaman. Ironisnya, aparat penegak hukum justru memperlihatkan ketidakberdayaan dan cenderung membiarkan maraknya aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh kalangan tertentu. Sejak tahun 2005, Ahmadiyah sudah berupaya melapor ke polisi tetapi tindak lanjut nihil, kata Asfinawati, Direktur LBH Jakarta, saat jumpa pers di YLBHI.

 

Asfin yang selama ini setia mendampingi AKBB mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik. Salah satu konsekuensinya, Indonesia berkewajiban melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak dasar warga negara, termasuk hak kebebasan beragama. Artinya, lanjut Asfin, Indonesia bisa dinyatakan melanggar hukum internasional apabila Bakor Pakem memutuskan Ahmadiyah sesat. Untuk itu, AKBB sangat berharap agar Kejagung lebih mengedepankan prinsip-prinsip HAM baik itu yang terkandung dalam UUD 1945 maupun instrumen hukum internasional.

Tags: