Bakor Pakem Menyatakan Ajaran Ahmadiyah Menyimpang
Utama

Bakor Pakem Menyatakan Ajaran Ahmadiyah Menyimpang

Bakor Pakem menyatakan kegiatan Ahmadiyah meresahkan masyarakat, sementara kubu Ahmadiyah menilai keresahan versi Bakor Pakem bersifat absurd.

Oleh:
NNC/Rzk
Bacaan 2 Menit
Bakor Pakem Menyatakan Ajaran Ahmadiyah Menyimpang
Hukumonline

 

Hasil rapat Bakor memberi rekomendasi agar organisasi JAI diberi peringatan keras agar jemaat menghentikan seluruh kegiatan mereka. Tidak ada negosiasi masalah benar atau tidak. Tidak ada lagi negosiasi diskusi mengenai akidah atau apalagi. Karena kita sudah berpendapat begini, tegas Wisnu. 

 

Kegiatan yang dilakukan oleh JAI, lanjut Wisnu, dinilai telah menimbulkan keresahan dan pertentangan di masyarakat khususnya umat muslim sehingga mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Hanya saja, Wisnu tak menjabarkan lebih lanjut keresahan dalam bentuk apa yang sudah ditimbulkan oleh JAI.

 

Kepala Bagian Litbang dan Diklat Departemen Agama Prof Athoh Mudzhar mengatakan, dari hasil pemantauan tim khusus Depag pada tiga bulan terakhir di 33 Kabupaten, 55 Komunitas dan 277 anggota jemaat, ditemukan adanya penyimpangan dari 12 butir penjelasan yang sudah pernah dikeluarkan PB JAI. Salah satunya, terang Athoh, Mengakui adanya nabi setelah Muhammad. Padahal jelas di Al-Quran disebutkan tidak ada nabi selain itu.

 

Di hari yang sama dengan gelaran rapat Bakor Pakem, Majelis Ulama Indonesia (MUI) malah sudah duluan menyatakan, tenggat waktu bertobat JAI yang dikasih pemerintah sudah habis. MUI sejak awal sudah mengajak para pengikut Ahmadiyah untuk bertobat, ujar Ketua Dewan Pimpinan MUI KH Ma'ruf Amin laiknya MUI merupakan bagian dari pemerintah. Tapi mereka membangkang dan tidak memanfaatkan waktu yang diberikan oleh pemerintah untuk merubah ajarannya.

 

Ma'ruf bahkan meminta pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah dan melarang ajarannya bercokol di muka bumi nusantara. MUI juga lebih jauh sampai merekomendasikan, bagi para pengikut yang bertobat agar dibina dan diarahkan. Bagi mereka yang bertobat itu, saran Ma'ruf, Nantinya diberi kesempatan mengelola aset-aset Ahmadiyah. Sebagai catatan, pada 2005 MUI pernah mengeluarkan fatwa yang menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat.

 

Pernyataan MUI ini seperti menyelonong garis start pemerintah. Sebab, pemerintah melalui Bakor Pakem sendiri baru memutuskan JAI adalah aliran menyimpang dan merekomendasikan supaya dihentikan seluruh kegiatannya pada hari yang sama. Bakor pun belum buru-buru merekomendasikan organisasi JAI dibubarkan. Kalau peringatan Bakor tidak diindahkan, Kita rekomendasikan organisasi dibubarkan, begitu kata Wisnu.

 

Hasil Rapat Evaluasi Bakor Pakem 16 April 2008

1

Hasil pemantauan Bakor Pakem selama 3 bulan terakhir, JAI tidak melaksanakan 12 Butir penjelasan PB JAI tertanggal 14 Januari 2008.

2

JAI terlah melakukan kegiatan dan penafsiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yang dianut di Indonesia, menimbulkan keresahan dan pertentangan di masyarakat sehingga mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.

3

Bakor merekomendasikan warga JAI diperintahkan dan diberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatannyadi dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, Mendagri, sesuai UU No1/PNPS/1965.

4

Jika perintah dan peringatan keras tidak diindahkan, maka Bakor merekomendasikan untuk membubarkan organisasi JAI dengan segala kegiatan dan ajarannya.

5

Bakor menghimbau pada para pemuka/tokoh agama beserta organisasi kemasyarakatan Islam  dan semua lapisan masyarakat menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan menghormati proses penyelesaian masalah JAI.

Sumber: Puspenkum Kejaksaan Agung

 

Inkonstitusional

Ma'ruf bisa jadi tersenyum puas dengan keputusan Bakor. Lain halnya Asfinawati dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Wanita yang didaulat menjadi pengacara JAI itu mengaku kaget dengan keluarnya putusan Bakor. Dia mengatakan, Bakor tidak semestinya masuk ke wilayah keyakinan atau teologi. Hal itu dinilainya telah melanggar kebebasan warga negara menjalankan agama yang dijamin konstitusi dan deklarasi HAM internasional.

 

Menurut pengacara publik yang tergabung dalam Aliansi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) itu, keresahan yang dimaksud Bakor adalah keresahan yang absurd. Dia mengatakan, sepanjang melaksanakan kegiatan keagamaannya di Indonesia, Ahmadiyah sebenarnya tidak pernah menimbulkan keresahan apapun. Namun lantaran adanya sejumlah kalangan yang tidak memiliki sikap toleran, hal itu justru dianggap menimbulkan keresahan. Aksi perusakan dan kekerasan dari kalangan yang tidak toleran, jangan diartikan telah menimbulkan keresahan, tandasnya.

 

Yang seharusnya diperhatikan, lanjut Asfin, adakah kegiatan yang benar-benar menyimpang dari ajaran itu yang berupa kejahatan. Atau, adakah ajaran Ahmadiyah yang menyerukan untuk merebut hak orang lain. Agar membunuh pengikut lain, misalnya. Kalau semacam itu ukurannya, ujar Asfin, Yang seharusnya ditindak justru orang-orang atau kelompok yang selama ini menyerang dan mengancam pengikut Ahmadiyah.

 

Sependapat dengan Asfin, Juru Bicara Komnas HAM Hesti Armiwulan mengatakan, kebebasan memeluk agama dan menjalankan ajarannya merupakan hak asasi setiap warga negara. Ini, non-derogable rights, ujarnya. Komnas HAM saat ini masih melakukan sejumlah terkait isu kebebasan beragama dan menganut kepercayaan. Tapi secara umum tidak khusus membahas Ahmadiyah, imbuhnya sambil menegaskan dirinya belum mau berkomentar banyak.

 

Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal itu dengan keras mengatakan, meyakini suatu agama merupakan internal freedom yang sebenarnya tidak bisa diintervensi oleh negara. Dengan begitu, ujar Hesti kala itu, Negara tidak dapat menyatakan suatu aliran agama sesat atau tidak, apalagi hanya didasarkan dari adanya kelompok masyarakat yang menyatakan demikian. Kalau terjadi begitu, berarti akan mengarah pada religious persecution.

 

Peneliti The Wahid Institute, Rumadi menilai pasal-pasal penodaan agama hanya akan menguntungkan kelompok tertentu yang suka meminjam 'tangan negara' untuk memperjuangkan dan mengamankan posisinya.

 

Sedangkan MUI berpandangan, meski bukan negara agama, Indonesia juga bukan negara sekuler.  HAM di Indonesia dibatasi oleh konstitusi, agama, dan aspek lain seperti adat atau norma-norma yang hidup di masyarakat. Bentuk penodaan terhadap agama tertentu, dalam bentuk apapun, apalagi agama yang dianut mayoritas masyarakat, menurut MUI tetap tidak bisa dibenarkan.

 

Ajukan Gugatan

Asfin menambahkan, ke-12 butir yang dikeluarkan PB JAI telah ditafsirkan lain oleh pemerintah. Pemerintah mengganggap 12 butir itu sebuah kesepakatan sedangkan JAI menganggapnya sebagai penjelasan saja. Itu salah kaprah. Yang benar adalah, 12 butir penjelasan dari Ahmadiyah. Sifatnya ya jelas sepihak, beber Asfin.

 

Sedangkan Athoh dan Tim Depag di bawah koordinasi Bakor Pakem menganggap penjelasan dari JAI itu perlu dievaluasi. Meski PB JAI sudah menyatakan itu penjelasan sepihak, Athoh justru mengatakan penjelasan itu perlu diverifikasi kenyataan faktualnya.

 

Dari putusan Bakor tersebut, Asfin mengaku siap untuk mengambil upaya hukum. Namun karena belum dikeluarkan produk hukum resmi dari hasil rapat Bakor itu, ia merasa  belum ada kejelasan kepada siapa gugatan bakal dialamatkan. Ini kan baru hasil rapat. Kalau SKB itu nanti terbit, baru kita gugat. Begitu keluar SKB, kita juga akan melapor ke PBB, ujarnya. Awal tahun lalu, AKBB sebenarnya sudah bersiap melayangkan gugatan PTUN jika Bakor Pakem jadi menelorkan produk hukum yang menyerang kebebasan berkeyakinan pada Ahmadiyah.

 

Respon Penganut

Merespon keluarnya hasil rapat Bakor, PB JAI menggelar pertemuan di hotel Cikini, Jakarta. Hasilnya, PB JAI menghimbau pada jemaat Ahmadiyah supaya tidak terlalu membuka diri dalam kegiatan sosial di lingkungannya. Sebab sebelum keluarnya larangan itu, jemaat Ahmadiyah sudah sering mendapat teror dan intimidasi dari kalangan tertentu.

 

Menurut Wakil Ketua PB JAI Lamardy, keputusan rapat Bakor belum merupakan keputusan berkekuatan hukum. Nanti setelah keluar keputusan hukum semacam SKB, JAI baru akan memutuskan langkah apa yang sebaiknya ditempuh.

 

Mubarik Ahmad, seorang anggota jemaat Ahmadiyah mengaku kaget dengan hasil rapat Bakor. Dia  tidak setuju jika  keyakinan yang ia anut dikatakan telah menimbulkan keresahan dan penodaan agama. Pasal 156a KUHP yang dipakai untuk menjerat jemaatnya ia anggap sebagai pasal karet. Kalau JAI dianggap telah meresahkan, sebaliknya, Ahmadiyah sebenarnya juga bisa menggunakan pasal itu untuk mengatakan telah diresahkan umat lainnya.

 

Sebenarnya malah kita yang pernah diresahkan. Masjid kita pernah dibakar, kita nggak pernah ngapa-ngapain, ujarnya. Pada dekade 80 ketika muncul fatwa MUI menyatakan Ahmadiyah aliran sesat, lanjut Mubarik, toh pemeluk Ahmadiyah tetap hidup berdampingan dengan rukun dengan umat muslim lainnya. Kalau mau dilarang kenapa nggak dari dulu, harusnya dari dulu, tambahnya.

 

Fredy Chandra, penganut Ahmadiyah lainnya, justru tak ambil pusing dengan keluarnya larangan dari Bakor itu. Aku sih nggak masalah, ujarnya. Kalau kita dilarang, kita ditindas, ini menurutku melanggar Hak Asasi Manusia. Apalagi kalau sampai kita dijerat dengan menggunakan sistem negara. Itu lebih-lebih lagi.

 

Padahal, sejak kecil Fredy dibesarkan dalam lingkungan keluarga penganut Jemaat Ahmadiyah. Ia mengatakan, setiap orang pada dasarnya membawa kebenaran hakiki mereka masing-masing. Seorang penjahat pun mempunyai kebenaran hakikinya sendiri, ujarnya. Kan tercermin dari tingkah laku masing-masing. Kita tak pernah mengibarkan bendera berperang kok.

Dua belas butir penjelasan dari Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) sepertinya keliru ditafsirkan oleh pemerintah. Tiga bulan pasca dikeluarkannya 12 butir itu pada 14 Januari 2008 lalu, muncul buntut sebuah rapat evaluasi Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat dan Keagamaan (Bakor Pakem) yang digelar di Kejaksaan Agung.

 

Rapat yang melibatkan tiga lembaga itu menghasilkan keputusan dan sejumlah rekomendasi. Dari pemantauan Bakor Pakem selama tiga bulan terakhir, ternyata JAI tidak melaksanakan 12 butir JAI secara konsisten dan bertanggungjawab, ujar Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Wisnu Subroto di Kejaksaan Agung, Rabu (16/4), usai rapat Bakor.

 

Bakor kemudian merekomendasikan agar tiga pucuk pimpinan institusi membikin Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk menyatakan JAI sebagai aliran yang menyimpang dari ajaran pokok suatu agama tertentu di Indonesia. Ketiga pejabat yang diminta Bakor untuk membikin SKB itu adalah Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.

 

Sebagaimana ketentuan UU No. 1/PnPs/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Bakor Pakem memang bertugas membikin rekomendasi soal terlarang atau tidaknya suatu aliran keyakinan. Tanpa rekomendasi Bakor Pakem, Pasal 156a tentang penodaan terhadap agama bakal melempem. Dengan keluarnya rekomendasi dari Bakor, penganut keyakinan yang dinyatakan terlarang jadi bisa dipidana.

Halaman Selanjutnya:
Tags: