Lagi, Pengujian Hatzaai Artikelen Resmi Didaftarkan
Berita

Lagi, Pengujian Hatzaai Artikelen Resmi Didaftarkan

Yang dibidik hanya penghapusan sanksi penjara. Sanksi denda, karena nilainya kecil, dianggap masih terjangkau.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Lagi, Pengujian <i>Hatzaai Artikelen</i> Resmi Didaftarkan
Hukumonline

 

Secara pribadi Hendrayana mengutarakan akan meminta ketiga pasal itu dinyatakan conditionally constitutional atau konstitusional bersyarat. Maksudnya, ketiga ketentuan tersebut tetap berlaku tapi dikecualikan dari profesi wartawan. Namun, hal ini tak terlihat dalam permohonan yang sudah didaftarkan tersebut. Kita tak mau nantinya wartawan dicap eksklusif, tegas Anggara, Koordinator pembela LBH Pers.

 

Dijelaskan Anggara, mereka berharap pidana penjara dalam pasal-pasal karet itu dihapuskan karena ‘tidak sepantasnya wartawan dipidana'.  Sebaliknya, LBH Pers justru meninggalkan sanksi denda untuk diuji. Selain memuat ketentuan penjara, pidana denda sebenarnya juga tercantum dalam pasal itu sebagai opsi dari pidana penjara.

 

Pasal 310 ayat (1) memuat pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Sedangkan Pasal 310 ayat (2) memuat ketentuan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Masak anda keberatan membayar denda seribu perak, canda Anggar memberi alasan meninggalkan pidana denda untuk diuji. Denda itu kan mudah dicapai, tambahnya.

 

Tak persoalkan norma?

Sasaran tembak pemohon, berupa sanksi pidana penjara, seolah membuat LBH Pers tak mempermasalahkan norma pencemaran nama baik dan fitnah yang terdapat dalam pasal-pasal yang diujikan. Dalam permohonan, LBH Pers pun seakan menyetujui penggunaan norma tersebut bila digunakan oleh masyarakat biasa. Asal tidak digunakan oleh pejabat negara untuk berlindung dari pemberitaan.

 

Namun Anggara menampik. Menurut dia, LBH Pers tak setuju dengan eksisnya norma pencemaran nama baik dan fitnah. Kalaupun saat ini LBH Pers hanya mempersoalkan pidana penjara saja, hal itu hanya masalah waktu. Ia yakin bila permohonan ini dikabulkan, eksistensi pasal itu juga akan terganggu. Pasal ini akan mati secara sosiologis, nggak akan dipakai orang lagi, tegasnya. Dengan kata lain, LBH Pers ingin membunuh sisa hatzaai artikelen ini secara perlahan-lahan.

 

Bersihar Lubis merealisasikan tekadnya. Seusai divonis Pengadilan Negeri Depok Februari lalu, wartawan senior ini langsung mengungkapkan keinginan untuk ‘menggugat' pasal 207 KUHP ke Mahkamah Konstitusi. Melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Bersihar mendaftarkan secara resmi permohonan judicial review itu ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Rabu (07/5).

 

Melalui LBH Pers, Bersihar dan Risang Bima Wijaya, memohonkan pengujian pasal-pasal pernyataan permusuhan atau yang lebih dikenal sebagai hatzaai artikelen. Selain pasal 207, masih ada pasal 310 ayat (1) dan ayat (2), pasal 311 ayat (1), dan pasal 316 KUHP. Pasal-pasal itu merupakan sisa hatzaai artikelen dalam KUHP, karena sebelumnya pasal sejenis telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Direktur Eksekutif LBH Pers Hendrayana mengatakan langkah kliennya dimaksudkan untuk melindungi kemerdekaan menyatakan pendapat, kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers di Indonesia. Agar masyarakat Indonesia khususnya wartawan tidak dengan mudah dipidana karena melakukan hak dan/atau kewenangan konstitusional yang telah dijamin dalam UUD 1945, ujarnya.

 

Bersihar dan Risang meminta agar isi pasal 207 dan pasal 316 KUHP beserta penjelasannya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Untuk tiga pasal lain, para pemohon hanya meminta MK ‘menghilangkan' beberapa anak kalimat saja. Misalnya pasal 310 ayat (1) KUHP sepanjang anak kalimat ‘pidana penjara paling lama sembilan bulan atau'; pasal 310 ayat (2) KUHP sepanjang anak kalimat ‘pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau', dan Pasal 311 ayat (1) KUHP sepanjang anak kalimat ‘dengan pidana penjara paling lama empat tahun,' dinyatakan bertentangan dengan konstitusi.

Tags: