Sang Juru Damai Itu Bernama Mediator
Berita

Sang Juru Damai Itu Bernama Mediator

Selain pandai berkomunikasi, seorang mediator harus menjadi pendingin suasana.

Oleh:
Sut/Mon/M-4
Bacaan 2 Menit
Sang Juru Damai Itu Bernama Mediator
Hukumonline

 

Kalau sudah begitu, masih pentingkah peran mediator? Tentu saja perlu, tegas Ricardo. Makanya, kata pengacara yang kerap menangani sengketa asuransi ini, dibutuhkan seorang yang handal untuk menjadi mediator.

 

Menurutnya, ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh mediator. Antara lain: lihai berkomunikasi, paham perkara yang ditangani, pengenalan pribadi para pihak, mendengarkan para pihak, mengontrol para pihak, menyediakan simulasi penyelesaian, melakukan pendekatan khusus (kaukus), pandai dalam tata cara penyampaian pesan, dan jangan mengkonfrontir pengakuan para pihak. Intinya mediator harus bisa membangun suasana untuk damai.

 

Ricardo mengakui bahwa kesempatan untuk berdamai diantara para pihak yang bersengketa di pengadilan memang kecil. Namun, kesempatan damai masih terbuka jika mediatornya pintar. Pengadilan merupakan pilihan akhir. Jika orang baru daftar gugatan disuruh damai, timbul skeptis. Sehingga saran yang dibuat tidak berjalan dengan harapan.

 

Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Priyatna Abdurrasyid menegaskan, seorang mediator tidak harus berpendidikan hukum. Namun yang lebih penting adalah harus bisa menjadi pendingin suasana yang tengah memanas. Disamping itu, seorang mediator yang baik harus menjelaskan keuntungan dan kerugian bila perkaranya diselesaikan lewat mediasi.

 

Priyatna menambahkan, mediator tidak boleh memihak. Mediator juga haram melakukan kajian hukum dan menyatakan salah kepada salah satu pihak. Saya pernah dipilih menjadi mediator. Setelah ketemu salah satu pihak yang bersengketa, ternyata teman istri saya. Ketika itu saya langsung mengundurkan diri jadi mediator dalam kasus itu, ujar mantan Wakil Jaksa Agung era orde baru ini.

 

Mediator dari Pusat Mediasi Nasional Raymond Lee menjelaskan, setiap mediator non hakim harus punya sertifikat profesi dari lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung. Menurutnya, sertifikat mediator baru bisa diterbitkan bila calon mediator sudah mengikuti pelatihan selama 40 jam sesuai silabus Mahkamah Agung. Selain itu mereka harus lulus ujian tertulis dan ujian simulasi, terang mediator yang khusus menangani sengketa perminyakan, properti, konstruksi, engineering, serta penyiaran ini.

 

Aktifkan mediator swasta

Terlepas dari syarat tersebut, Ricardo menyesalkan otoritas pengadilan yang hingga kini belum memanfaatkan peran mediator swasta. Pengadilan lebih mengutamakan para hakim sebagai mediator ketimbang mediator swasta. Hampir tidak pernah mediator swasta ditunjuk untuk menjadi mediator, ujar Ricardo.

                                          

Memang, para pihak tidak dituntut biaya sepeser pun alias gratisan jika mediatornya dilakukan oleh hakim. Alasan gratis inilah yang menjadi pertimbangan pihak-pihak yang bersengketa lebih memilih jasa hakim sebagai mediator. Klien lebih senang memakai mediator dari pengadilan karena gratis. Selain itu tidak enak sama hakim kalau pakai orang luar. Bila pakai mediator dari hakim anggota pemeriksa perkara, bisa memperkuat kans di litigasi, ucap Raymond.

 

Tapi, kata Ricardo, dampaknya justru menambah beban kerja si hakim. Akibatnya, mediasi tidak berjalan maksimal. Majelis hakim, lanjutnya, harus menginformasikan kepada semua pihak bahwa mereka bisa menunjuk mediator swasta selain hakim. Kendalanya adalah banyak pihak yang tidak terinformasikan.

 

Para pihak berpikir mediator hanya dilakukan oleh hakim. Alasan itu sangat beralasan. Sebab, pengadilan tidak menempelkan nama-nama mediator swasta di papan pengumuman pengadilan. Padahal UU mengatakan harus di-listed di pengadilan. Kalau nama-nama mediator dicantumkan di pengadilan, maka akan memberi dorongan orang untuk memilih, saran Ricardo.

 

Menurutnya, justru akan sulit bagi hakim untuk menjadi mediator. Ia beralasan, hakim sudah terbiasa menjadi orang yang memutus. Sulit bagi hakim untuk membujuk orang untuk berdamai.

 

Meski demikian, bukan berarti dia tidak setuju jika hakim menjadi mediator. Hakim yang menjadi mediator, menurutnya, harus mendapat fee tambahan jika upaya mediasi yang dilakukannya berhasil. Yang penting, jangan anggap sebagai tugas tambahan. Hakim harus tanggalkan baju hakimnya untuk bisa menjadi mediator yang baik, tandasnya.

 

Tidak mudah menjadi seorang mediator. Bayangkan, dia harus beridiri diantara dua pihak yang berseteru. Salah mengambil keputusan, bisa-bisa dia malah dihujat oleh salah satu pihak. Apalagi tugas mediator di pengadilan yang biasa dilakoni oleh hakim. Mereka hanya diberi waktu 30 hari untuk mendamaikan para pihak. Sebenarnya orang tidak mau damai. Apalagi untuk masalah bisnis, celetuk advokat Ricardo Simanjuntak.

 

Ricardo ada benarnya. Faktanya memang sulit bagi seseorang untuk islah jika terlanjur dikecewakan oleh pihak lain. Apalagi kalau perkaranya sudah didaftarkan ke pengadilan. Kalau orang Betawi bilang, Elu jual, guwe beli! Maka selamat tinggal kata damai.

Halaman Selanjutnya:
Tags: