DPR Sahkan RUU MA
Utama

DPR Sahkan RUU MA

RUU Mahkamah Agung tetap disahkan oleh DPR, meski ada satu fraksi menolak dan satu fraksi memberi nota keberatan (mijnderheidsnota). Usia pensiun hakim agung jadi 70 tahun.

Oleh:
Fat
Bacaan 2 Menit
DPR Sahkan RUU MA
Hukumonline

 

Langgar Tatib

Tjahyo Kumolo seusai paripurna mengatakan, dirinya kecewa terhadap hasil sidang. Ia berencana mengirimi surat resmi kepada Agung Laksono. Isinya menyatakan keberatan fraksinya atas tindakan yang dilakukan pimpinan sidang dengan mengesahkan RUU MA. Tapi semoga tidak sampai ke Badan Kehormatan (BK) DPR, katanya.

 

Menurutnya, jika ada satu fraksi maupun satu orang anggota DPR yang menolak disahkannya RUU tertentu, sidang harus diteruskan dengan fase lobi atau voting yang merupakan tahapan berikutnya. Yang dilakukan Pak Agung ini telah melanggar tata tertib DPR, katanya.

 

Kekecewaan yang sama terlontar dari mulut ketua Fraksi PPP, Lukman Hakim Syaifuddin. Menurutnya, keputusan yang diambil pimpinan sidang terkesan buru-buru tanpa melihat suasana floor.

 

Pengambilan keputusan tadi tidak sebagaimana lazimnya, karena ketika ada satu fraksi yang menyatakan menolak, itu harus diawali dengan lobi atau dilakukan voting, tidak bisa kemudian diputuskan seperti itu, ujar anggota Komisi III yang membidangi masalah hukum dan HAM ini.

 

Judicial Riview

Dimintai tanggapannya tentang pengesahan RUU MA ini, Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah mengatakan, pengesahan RUU seperti ini mirip zaman Orde Baru. Karena banyaknya suara yang setuju dalam setiap pengambilan keputusan.

 

Pengambilan keputusan kali ini sarat dengan kepentingan politik, karena terkait dengan sengketa-sengketa mereka (anggota DPR, red) di MA, terkait kasus-kasus mereka di MA, ujar Febri yang terlihat mengawal jalannya pengesahan RUU MA ini.

 

Menurutnya, ICW dan rekan-rekan LSM lainnya akan mengajukan judicial review ke MK setelah RUU ini disahkan menjadi UU. Kita akan ajukan judicial review ke MK, karena dari awal proses pembahasan ini tertutup, tidak melibatkan partisipasi publik yang lebih luas. Inikan sangat melanggar prinsip-prinsip pembentukan UU, katanya.

 

Bukan hanya proses pembahasan yang tertutup yang menjadi bahan catatan formil ke MK. Pengambilan keputusan yang dilakukan pada malam itu juga telah menyalahi aturan Tatib DPR. Bahkan terlihat Agung Laksono justru mencoba mengarahkan agar semuanya setuju. Ini jelas cacat formil dan menjadi catatan kita untuk dimajukan ke MK, pungkasnya.

Rancangan Undang-Undang Mahkamah Agung (RUU MA) akhirnya disahkan menjadi UU. Kamis (18/12), tepat pukul 09.30 malam, pimpinan DPR mengetuk palu menyatakan RUU MA sah secara hukum. Sebelum diketok, sempat ada interupsi dari Tjahyo Kumolo. Ketua Fraksi PDIP ini tetap meminta supaya RUU tersebut tidak disahkan. Dalam penyampaian pendapat akhir, FPDIP menyatakan menolak disahkannya RUU, karena dinilai tidak mengakomodir masukan-masukan dari mereka.

 

Secara umum, poin yang menjadi dasar keberatan FPDIP sama dengan sebelumnya. Hal ini terlihat ketika pembacaan pandangan fraksi disampaikan oleh Gayus T. Lumbuun. Ia mengatakan dengan tegas, bahwa ada beberapa poin yang menjadi dasar pertimbangan fraksi. Diantaranya, fraksi tetap menolak usia pensiun hakim agung 70 tahun. Karena fraksinya tetap konsisten dengan rapat Badan Legislasi (Baleg) yang menyatakan usia tetap diusulkan 65 tahun.

 

Menurut Gayus, tidak adanya keterbukaan dalam proses pembahasan RUU dari awal, sehingga dianggap melanggar konstitusi. Untuk itu, FPDIP menyatakan secara tegas keberatan dan tidak menerima disahkannya RUU ini, sebelum diselesaikannya pembahasan RUU KY (Komisi Yudisial) dan RUU MK (Mahkamah Konstitusi), katanya.

 

Namun, interupsi yang dilakukan Tjahyo, dimentahkan oleh pimpinan sidang paripurna Agung Laksono. Tjahyo mengatakan, ada tiga opsi yang diberikannya kepada floor sidang saat itu. Pertama, dikompromikan terlebih dahulu atau lobi-lobi. Kedua, jika lobi tidak bisa dilakukan, harus dijalankannya voting. Tapi karena sidang paripurna tidak kuorum, tidak mungkin dilakukan voting, katanya. Dan ketiga, ditundanya pengesahan RUU, atau menunggu sidang paripurna menjadi kuorum.

 

Permintaan FPDIP seolah-olah tidak didengar oleh Agung Laksono. Ketua DPR ini beralasan, mayoritas fraksi telah setuju disahkannya RUU MA. Bahkan sampai dua kali floor ditanya oleh pimpinan sidang megenai persetujuan disahkan RUU. Dan dua kali juga ketokan palu pimpinan sidang terdengar ke seluruh ruangan parpurna untuk menyatakan bahwa RUU MA telah sah.

Halaman Selanjutnya:
Tags: