Pengacara Prita Nilai Dakwaan Jaksa Lemah dan Tak Cermat
Utama

Pengacara Prita Nilai Dakwaan Jaksa Lemah dan Tak Cermat

Dakwaan alternatif yang digunakan jaksa dianggap sebagai bentuk keragu-raguan jaksa. Selain itu, jaksa juga tak menyebutkan secara jelas mengenai kepada siapa saja Prita mengirimkan email.

Oleh:
IHW/Ali
Bacaan 2 Menit
Pengacara Prita Nilai Dakwaan Jaksa Lemah dan Tak Cermat
Hukumonline

Belum genap sehari dibebaskan dari ruang tahanan, Prita Mulyasari harus menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Kamis (4/6). Ia menjadi terdakwa dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Hengky Gosal dan Grace H Yarlen Nela, keduanya dokter di Rumah Sakit Omni Internasional yang terletak di bilangan Serpong, Tangerang, Banten.

 

Jaksa penuntut umum membidik Prita dengan tiga dakwaan alternatif. Pertama, Prita dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) jo Pasal 27 Ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sementara untuk dakwaan kedua dan ketiga, jaksa menggunakan KUHP, yaitu Pasal 310 Ayat (2) dan 311 Ayat (1). Ketiga pasal dalam dakwaan itu mengatur masalah pencemaran nama baik dan penghinaan.

 

Ancaman hukuman dakwaan pertama jauh lebih tinggi daripada yang lain, yaitu penjara paling lama enam tahun dan atau denda maksimal Rp1 miliar. Sementara ancaman Pasal 310 KUHP adalah 1 tahun empat bulan atau denda maksimal Rp4500. Sedangkan Pasal 311 KUHP memuat ancaman sanksi penjara paling lama 4 tahun.

 

Di persidangan, tim jaksa penuntut umum yang diketuai Rakhmawati Utami memaparkan uraian perbuatan Prita. Semua bermula ketika 7 Agustus 2008, Prita datang ke rumah sakit dengan kondisi panas tinggi dan kepala pusing. Dari hasil pemeriksaan awal, dokter menyebutkan bahwa trombosit Prita adalah 27 ribu mikroliter. Salah satu gejala penyakit demam berdarah adalah turunnya trombosit hingga di bawah 100 ribu mikroliter. Esok harinya, dr Hengky menginformasikan revisi hasil laboratorium dengan menyatakan angka trombosit Prita adalah 181 ribu, bukan 27 ribu.

 

Prita pada 12 Agustus memutuskan untuk pindah ke rumah sakit yang lain. Karena menurut terdakwa kondisinya semakin memburuk yaitu pada bagian leher dan mata terdakwa membengkak, demikian penuntut umum dalam surat dakwaannya.

 

Sebelum meninggalkan rumah sakit Omni Internasional, masih menurut penuntut umum, Prita membuat surat tertulis yang berisi keluhan pelayanan rumah sakit. Surat itu disampaikan ke dr. Grace selaku Customer Service Manager. Isinya antara lain tentang keluhan karena tak mendapatkan pelayanan dan informasi yang baik dan jelas.

 

Lantaran merasa suratnya tak ditanggapi, lanjut penuntut umum, Prita membuat dan mengirimkan email yang ke sejumlah orang yang isinya antara lain ... Saya informasikan juga dr. Hengky praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini...

 

Jaksa juga mengutip isi email yang menyebutkan Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggung jawab masalah complaint saya ini tidak profesional sama sekali dan tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer. Menurut penuntut umum, dua kutipan isi email itu sudah cukup membuktikan Prita telah melakukan pencemaran nama baik atau penghinaan.  

 

Lemahnya surat dakwaan 

Ditemui usai persidangan, pengacara Prita, Syamsul Anwar berpendapat surat dakwaan jaksa lemah secara hukum. Bahkan Syamsul menduga jaksa tak percaya diri saat menyusunnya. Jaksa menggunakan dakwaan berlapis. Ini bukti kalau jaksa ragu.  

 

Selain itu, Syamsul juga menyatakan surat dakwaan jaksa tidak dapat dipertanggungkan secara hukum. Pasalnya jaksa dinilai memenggal fakta yang membuat Prita terpaksa membuat email ungkapan jeritan hati. Seperti bagaimana ketika rumah sakit salah mendiagnosa hasil sampel darah Prita.

 

Pengacara Prita yang lain, Slamet Yuono geram melihat pasal yang didakwakan oleh jaksa. Itu semua pasal keranjang sampah. Pasal peninggalan kolonial yang diciptakan untuk memberangus kebebasan warga negara untuk berpendapat, kata advokat dari kantor OC Kaligis itu.

 

Aldila Chereta, pengacara yang lain menambahkan bahwa dakwaan jaksa disusun secara cermat. Buktinya, jaksa tidak menyebutkan secara jelas kepada siapa saja Prita mengirimkan email. Kalau mengacu pada KUHAP, dakwaan harus dibuat secara jelas, lengkap dan cermat. Jadi harus disebutkan siapa saja penerima email Bu Prita itu. Lebih jauh Aldila mengaku akan menuangkan hal ini dalam berkas eksepsi yang akan dibacakan Kamis pekan depan.

 

David ML Tobing, advokat yang kerap menangani perkara konsumen ikut angkat bicara. Menurut dia, seharusnya Prita yang menempuh upaya hukum. Pasalnya, sebagai konsumen kesehatan, Prita telah dirugikan karena tidak mendapatkan informasi utuh mengenai tindakan medis yang telah dilakukan dokter.

 

Hal senada diungkapkan Syamsul. Pihak rumah sakit, kata dia, telah melanggar UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam salah satu pasalnya, disebutkan kewajiban dokter memberikan penjelasan yang lengkap kepada pasien ketika melakukan tindakan medis.

Tags: