Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, Mungkinkah?
Berita

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, Mungkinkah?

Kunjungan Perdana Menteri Singapura Goh Cok Tong ke Indonesia rupanya membawa "ancaman" bagi sejumlah pengusaha Indonesia. Perjanjian ekstradisi mulai dirintis. Tetapi orang Departemen Kehakiman bilang, jangan terlalu optimis. Kok bisa?

Oleh:
MYs/Amr/APr
Bacaan 2 Menit
Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, Mungkinkah?
Hukumonline

Sebenarnya, penjajakan ke arah kemungkinan perjanjian ekstradisi kedua negara bukan kali ini saja terjadi. Mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Kehakiman dan HAM Prof. Romli Atmasasmita menceritakan bahwa upaya itu sudah tiga kali dilakukan sejak zaman Menteri Kehakiman Muladi. Sekali pada masa Muladi, dua kali semasa Yusril Ihza Mahendra.

 

Pernyataan Romli itu dibenarkan oleh Prof. Muladi. "Sejak saya jadi Menkeh, itu sudah saya perjuangkan. Saya juga pernah berbicara dengan para pejabat tinggi Singapura waktu itu," ujarnya kepada hukumonline.

 

Tetapi baik Romli maupun Muladi mengakui hasilnya masih nihil hingga sekarang. Yang terjadi, justru sebaliknya. Singapura menjadi surga bagi penjahat ekonomi asal Indonesia. Jika sang pengusaha menghadapi gugatan atau tuntutan hukum, mereka langsung kabur ke negeri kecil itu. Kalau sudah begini, tentu saja, aparat hukum Indonesia tidak bisa berbuat banyak karena terhalang masalah kedaulatan.

 

Sudah menjadi rahasia umum, setidaknya ada dua konglomerat Indonesia yang "kabur" ke Singapura untuk menghindari jerat hukum. Kedua nama itu adalah mantan bos Bank Surya Bambang Sutrisno dan bekas bos Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Syamsul Nursalim. Bambang sudah diadili secara in absentia dan dijatuhi hukuman seumur hidup. Sementara, kasus Syamsul masih dalam tahap penyidikan di Kejaksaan Agung.

 

Selain kedua nama itu, diyakini ada beberapa pengusaha yang berada di luar neger, mungkin termasuk Singapura. Di luar Singapura, tercatat nama mantan pemilik Bank Harapan Sentosa, Hendra Rahardja yang berada di Australia; atau adiknya Eddy Tansil yang kabur (diduga) ke "Negeri Tirai Bambu" China.

 

Alasan tidak logis

 

Mantan Menkeh Muladi menyatakan bahwa pada saat dirinya ke Singapura, pejabat-pejabat negeri Lee Kuan Yeew itu menyatakan hanya bersedia melakukan perjanjian ekstradisi dengan negara-negara Commonwealth. Dengan demikian, hanya dengan negara-negara bekas jajahan Inggris. Alasan lain, Singapura menganggap masalah-masalah pidana antar kedua negara cukup ditangani melalui skim interpol atau kepolisian.

 

Tetapi Muladi heran karena beberapa negara Commonwealth lain, seperti Malaysia dan Australia,  justru mau membuat perjanjian serupa dengan Indonesia. Oleh karena itu, alasan Singapura selama ini terlalu mengada-ada dan tidak logis. "Sebenarnya, Singapura tidak punya alasan menolak ekstradisi para penjahat ekonomi (asal Indonesia) kalau memang dia punya iktikad baik," ujar guru besar hukum pidana itu. 

Tags: