Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun (B3) dan Limbah B3
Ketentuan pengelolaan B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (“PP 74/2001”). Sementara, pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (“PP 101/2014”).
B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.[1]
Sedangkan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.[2] Limbah B3 berdasarkan kategori bahayanya terdiri atas limbah B3 kategori 1 dan limbah B3 kategori 2.[3]
Limbah B3 berdasarkan sumbernya terdiri atas limbah B3 dari sumber tidak spesifik, limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3, serta limbah B3 dari sumber spesifik.[4]
Limbah B3 dari sumber spesifik, meliputi, limbah B3 dari sumber spesifik umum dan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.[5]
Besi Bekas sebagai Limbah NonB3
Dalam Lampiran PP 101/2014, sebatas diterangkan limbah B3 berupa steel slag, iron concentrate, mill scale, debu EAF, PS ball (hal. 64), namun tidak menerangkan besi bekas.
Jika yang Anda maksud adalah scrap atau skrap, maka patut diperhatikan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri (“Permendag 84/2019”) sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 92 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri (“Permendag 92/2019”).
Pasal 1 angka 3 Permendag 92/2019 menerangkan bahwa limbah nonB3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan berupa sisa, skrap, atau reja yang tidak termasuk dalam klasifikasi atau kategori limbah B3.
Skrap adalah barang yang terdiri dari komponen-komponen yang sejenis atau tidak, yang terurai dari bentuk aslinya dan fungsinya tidak sama dengan barang aslinya.[6]
Dalam Lampiran Permendag 92/2019, kelompok logam jenis limbah nonB3 sebagai bahan baku industri yang dapat diimpor adalah sisa dan skrap fero, ingot hasil peleburan kembali skrap besi atau baja, yang terdiri atas (hal. 2):
- sisa dan skrap dari besi tuang;
- sisa dan skrap dari baja paduan, baik dari baja stainless, serta sisa dan skrap dari baja paduan kecuali baja stainless;
- sisa dan skrap dari besi atau baja dilapis timah;
- sisa dan skrap lain dalam bentuk gram, serutan, kepingan, sisa gilingan, serbuk gergaji, kikiran, potongan dan hancuran, dalam bundel maupun tidak;
- lain-lain, yaitu semua jenis sisa dan skrap besi dan baja selain yang telah disebut.
Menurut hemat kami, meski Permendag 84/2019 dan perubahannya mengatur mengenai kegiatan impor, namun patut diperhatikan juga bahwa peraturan tersebut mengklasifikasikan skrap besi dan baja tertentu sebagai limbah nonB3.
Pengujian Limbah NonB3
Jika pun Anda ragu terhadap keadaan skrap besi tersebut (jika ada dugaan scrap yang dimaksud mengandung B3), maka patut diperhatikan bahwa dalam hal terdapat limbah di luar daftar limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran PP 101/2014 yang terindikasi memiliki karakteristik limbah B3, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan wajib melakukan uji karakteristik untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 kategori 1, limbah B3 kategori 2, atau limbah nonB3.[7]
Scrap besi atau baja dapat mengandung B3, seperti yang tergambar dalam artikel Ribuan Ton Limbah Berisiko pada laman Kementerian Perindustrian. Meski scrap besi baja merupakan limbah nonB3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kantor Bea dan Cukai pernah menahan dan memeriksa ribuan peti kemas rongsokan besi baja yang diduga mengandung B3.
Karakteristik limbah B3 yang dimaksud, meliputi:[8]
a. mudah meledak;
b. mudah menyala;
c. reaktif;
d. infeksius;
e. korosif; dan/atau
f. beracun.
Ketentuan lanjutan yang berkaitan dengan pengujian yang ditujukan untuk menentukan karakteristik B3 diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.10/MENLHK/SETJEN/PLB.3/4/2020 Tahun 2020 tentang Tata Cara Uji Karakteristik dan Penetapan Status Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 92 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri;
Referensi:
Ribuan Ton Limbah Berisiko, diakses pada Senin, 8 Juni 2020, pukul 20.08 WIB.