Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

5 Sumber Hukum Internasional

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

5 Sumber Hukum Internasional

5 Sumber Hukum Internasional
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
5 Sumber Hukum Internasional

PERTANYAAN

Apa saja sumber hukum internasional? Bagaimana dengan sumber hukum formal internasional menurut Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam konteks hukum internasional, substansi hukum internasional dapat bersumber salah satunya dari praktik negara. Namun, sumber hukum internasional formal diatur dalam Pasal 38 ayat (1) ICJ Statute atau Piagam Mahkamah Internasional.

    Bagaimana pembagian dan contoh dari sumber-sumber hukum internasional tersebut?    

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang pertama kali dipublikasikan pada Senin, 20 Juni 2022, dan pertama kali dimutakhirkan pada 27 April 2023.

    KLINIK TERKAIT

    8 Penggolongan Hukum di Indonesia

    8 Penggolongan Hukum di Indonesia

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Pengertian Sumber Hukum Internasional

    Menurut Mochtar Kusumaatmadja, sumber hukum adalah jawaban atas pertanyaan di mana kita dapat menemukan hukum.[1] Dalam konteks hukum internasional, sumber hukum internasional dapat berasal dari praktik negara, praktik organisasi internasional, praktik entitas selain negara, dan tulisan para pakar hukum internasional.f[2]

    J.G. Starke menggunakan istilah material sources yang diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang dipergunakan para sarjana hukum internasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu situasi tertentu. Menurut J.G. Starke, sumber-sumber hukum internasional terdiri dari:[3]

    1. custom atau kebiasaan internasional;
    2. traktat;
    3. keputusan-keputusan pengadilan atau badan-badan arbitrase;
    4. juristic works atau karya-karya yuridis; dan
    5. keputusan atau ketetapan organ-organ lembaga internasional.

    Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan sumber hukum internasional adalah sejumlah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 38 ayat (1) ICJ Statute, yang terdiri dari:[4]

    1. perjanjian internasional;
    2. kebiasaan internasional;
    3. prinsip-prinsip hukum umum; dan
    4. keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara.

    Adapun isi Pasal 38 ayat (1) ICJ Statute adalah sebagai berikut.

    1. international conventions, whether general or particular, establishing rules expressly recognized by the contesting states;
    2. international custom, as evidence of a general practice accepted as law;
    3. the general principles of law recognised by civilized nations;
    4. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law.

    Perlu diketahui bahwa sumber-sumber hukum internasional pada pasal tersebut tidak memiliki hubungan hierarki.[5]

    Menyambung pertanyaan Anda mengenai Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional atau ICJ Statute, dapat disimpulkan bahwa menurut Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional sumber hukum formal internasional dibedakan menjadi perjanjian internasional, kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum, keputusan pengadilan, dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara. Berikut paparan sumber-sumber hukum internasional ini selengkapnya.

        1.  
    1. Fungsi Perjanjian Internasional (International Conventions)

    Perjanjian internasional memiliki peranan yang sangat penting dalam hukum internasional. Perjanjian internasional memiliki berbagai terminologi lain, seperti treaty, international agreements, pacts, general acts, charters, statutes, declarations, dan covenants.[6]

    Perjanjian internasional berperan sebagai sarana untuk meningkatkan kerja sama internasional. Salah satu kelebihan perjanjian internasional dibandingkan dengan hukum kebiasaan internasional adalah sifatnya tertulis, memudahkan dalam pembuktian dibandingkan dengan hukum kebiasaan internasional yang tidak tertulis.[7]

    Adapun perjanjian internasional yang dapat dianggap sebagai sumber hukum internasional adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf (a) Konvensi Wina 1969/VCLT 1969, yakni merupakan persetujuan yang dilakukan oleh negara-negara, bentuknya tertulis dan diatur oleh hukum internasional.

    Berdasarkan jumlah pesertanya, perjanjian internasional dibedakan menjadi bilateral, trilateral, multilateral, regional, dan universal.[8] Contoh perjanjian internasional antara lain UNCLOS 1982, SUA Convention, ReCAAP, VCLT 1961, dan lain- lain.

        1.  
    1. Hukum Kebiasaan Internasional (International Custom/Customary of International Law)

    Menurut Martin Dixon, hukum kebiasaan internasional adalah hukum yang berkembang dari praktik atau kebiasaan negara-negara. Hukum kebiasaan internasional harus dibedakan dengan adat istiadat (usage) atau kesopanan internasional (international community) ataupun persahabatan (friendship). Penyambutan tamu negara dengan upacara khusus, menggelar karpet merah, kalungan bunga, dentuman meriam, tiupan terompet bukan merupakan hukum kebiasaan internasional. Sebab, tidak dilakukannya tindakan tersebut oleh suatu negara tidak dapat dituntut sebagai pelanggaran hukum internasional.[9]

    Lebih lanjut, terkait kebiasaan internasional apa saja yang dapat dijadikan sumber hukum, kebiasaan internasional yang dimaksud harus memenuhi unsur-unsur:[10]

    1. unsur faktual, artinya praktik umum oleh negara-negara yang dilakukan secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama;
    2. unsur psikologis (opinion jurissive necessitas), artinya untuk menguji keberadaan suatu hukum kebiasaan tidak cukup hanya dengan melihat praktik negara-negara saja, melainkan perlu diketahui mengapa negara mempraktikkan seperti itu. Hal ini harus diikuti dengan adanya keyakinan pada negara, bahwa apa yang mereka praktikkan merupakan suatu kewajiban atau hukum yang harus dipatuhi bukan hanya sekedar habitual saja.

    Dalam hukum kebiasaan internasional terdapat prinsip persistent objector, artinya masih dimungkinkan terdapat beberapa negara yang tidak terikat dengan hukum kebiasaan internasional, atau dalam pengertian lain menolak hukum kebiasaan internasional secara terus menerus. Bukti keberatan atau penolakan tersebut harus disampaikan dengan jelas oleh suatu negara.[11]

        1.  
    1. Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law)

    Prinsip hukum umum adalah prinsip hukum secara umum, yang tidak hanya terbatas pada hukum internasional saja melainkan dalam hukum perdata, hukum pidana, hukum lingkungan, dan lain-lain. Beberapa contoh prinsip hukum umum antara lain:[12]

    1. pacta sunt servanda;
    2. good faith;
    3. res judicata;
    4. nullum delictum nulla poena legenali;
    5. nebis in idem;
    6. retroaktif;
    7. good governance;
    8. duty to cooperate;[13] dan lain-lain.
        1.  
    1. Putusan Mahkamah (Judicial Decisions)

    Putusan mahkamah atau putusan pengadilan dalam Pasal 38 ayat (1) ICJ Statute merupakan sumber hukum tambahan bagi sumber hukum di atasnya. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa putusan pengadilan internasional memiliki kedudukan yang lebih rendah dari sumber hukum di atasnya. Putusan pengadilan dapat berdiri sendiri sebagai dasar putusan yang diambil oleh hakim, dan dapat digunakan untuk memperkuat sumber hukum di atasnya. Perlu diketahui bahwa putusan pengadilan yang sama untuk kasus- kasus serupa dapat menimbulkan hukum kebiasaan internasional.[14]

    Contohnya terdapat dalam kasus Anglo-Norwegian Fisheries Case 1952, di mana hakim menciptakan ketentuan baru dalam hukum internasional untuk pembatasan laut teritorial dengan memperhatikan kondisi geografis suatu wilayah. Kemudian, dalam kasus Reparation for Injuries Suffered in the Service of the UN 1949 hakim menciptakan kaidah baru bahwa United Nations (“UN”) sebagai organisasi dapat menuntut ganti rugi berdasarkan hukum internasional.[15]

        1.  
    1. Ajaran Para Sarjana Paling Terkemuka (Teachings of The Most Highly Qualified Publicist)

    Kemudian, mengenai ajaran para sarjana paling terkemuka, perlu diketahui bahwa ajaran ini disebut juga karya hukum atau doktrin. Karya hukum ini bukan merupakan hukum yang mengikat, namun demikian banyak karya hukum yang sangat berperan dalam perkembangan hukum internasional. Sebagai contoh pendapat dari Gidel mengenai zona tambahan di laut diikuti banyak pakar dan akhirnya menjadi hukum kebiasaan internasional. Kemudian, pendapat dari Alfred Pedro mengenai konsep warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind) menjadi semua konsep yang diakui di zona laut lepas dan dasar laut samudera dalam.[16]

    Demikian jawaban dari kami tentang sumber hukum internasional sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Statute of the International Court of Justice, yang diakses pada Kamis, 7 Maret 2024, pukul 16.35 WIB;
    2. Vienna Convention on The Law of Treaties 1969, yang diakses pada Kamis, 7 Maret 2024, pukul 16.45 WIB.

     Referensi:

    1. Anthony Aust. Handbook of International Law. UK: Cambridge University Press, 2010;
    2. Atip Latipulhayat. Hukum Internasional: Sumber-Sumber Hukum. Yogyakarta: Sinar Grafika, 2021;
    3. Ekram Pawiroputro. Hukum dan Lembaga Internasional: Modul 1. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2016;
    4. G. Starke. Introduction to International Law: 7th Edition, London: Butterworths, 1972;
    5. James R. Crawford. Brownlie’s Principle of Public International Law: 8thEdition. Oxford: Oxford University Press, 2012;
    6. Malcolm N. Shaw. International Law: 8th Edition, UK: Cambridge University Press, 2017;
    7. Mochtar Kusumaatmadja. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Binacipta, 1982;
    8. Patricia Wouters. Dynamic Cooperation in International Law and the Shadow of State Sovereignty in the context of Transboundary Waters. Environmental Liability Journal, Vol. 04, 2013;
    9. Sefriani. Suatu Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010.

     Putusan:

    1. Anglo-Norwegian Fisheries Case 1952, yang diakses pada Kamis, 7 Maret 2024, pukul 16.00 WIB;
    2. Reparation for Injuries Suffered in the Service of the UN 1949, yang diakses pada Kamis, 7 Maret 2024, pukul 16.25 WIB.

    [1] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Binacipta, 1982, hal. 106 

    [2] Atip Latipulhayat, Hukum Internasional: Sumber-Sumber Hukum, Yogyakarta: Sinar Grafika, 2021, hal. 39

    [3] J.G. Starke, Introduction to International Law: 7th Edition, London: Butterworths, 1972, hal. 34

    [4] Ekram Pawiroputro, Hukum dan Lembaga Internasional: Modul 1, Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2016, hal. 34

    [5] Anthony Aust, Handbook of International Law, UK: Cambridge University Press, 2010, hal. 6

    [6] Malcolm N. Shaw, International Law: 8th Edition, UK: Cambridge University Press, 2017, hal. 69 

    [7] Anthony Aust, Handbook of International Law, UK: Cambridge University Press, 2010, hal. 6

    [8] Sefriani, Suatu Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 29

    [9] Sefriani, Suatu Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 41

    [10] Sefriani, Suatu Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 42–45.

    [11]James R. Crawford, Brownlie’s Principle of Public International Law: 8th Edition, Oxford: Oxford University Press, 2012, hal. 242-243

    [12] Sefriani, Suatu Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 49

    [13] Patricia Wouters, Dynamic Cooperation in International Law and the Shadow of State Sovereignty in the Context of Transboundary Waters, Environmental Liability Journal, Vol. 04, 2013, hal. 143

    [14] Sefriani, Suatu Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 50

    [15] Sefriani, Suatu Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 51

    [16] Sefriani, Suatu Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 51-52

    Tags

    hukum internasional
    internasional

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Jika Polisi Menolak Laporan Masyarakat, Lakukan Ini

    15 Jan 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!