KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Adakah Sanksi Bagi Pihak yang Mengabaikan Putusan Praperadilan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Adakah Sanksi Bagi Pihak yang Mengabaikan Putusan Praperadilan?

Adakah Sanksi Bagi Pihak yang Mengabaikan Putusan Praperadilan?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Adakah Sanksi Bagi Pihak yang Mengabaikan Putusan Praperadilan?

PERTANYAAN

Assalamualaikum. Apa sanksi bagi yang tidak melaksanakan putusan pengadilan dalam praperadilan? Misalnya hakim memutuskan bahwa memerintah Termohon untuk melanjutkan proses penyidikan dan mewajibkan ganti rugi kepada Termohon dalam praperadilan. Mohon jawabannya. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     

    Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHAP:

    1.    sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

    2.    sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

    KLINIK TERKAIT

    Kapan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap?

    Kapan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap?

    3.    permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

     

    Pemeriksaan ketiga hal di atas harus dilakukan oleh hakim secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya dan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya,demikian yang disebut dalam Pasal 82 ayat (1) huruf c dan Pasal 82 ayat (2) KUHAP.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Adapun isi putusan praperadilan menurut Pasal 82 ayat (3) KUHAP adalah:

    a.    dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;

    b.    dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;

    c.    dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;

    d.    dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

     

    Perlu diketahui bahwa terhadap putusan praperadilan tidak bisa diupayakan banding sebagaimana disebut dalam Pasal 83 ayat (1) KUHAP. Hal ini juga dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 65/PUU-IX/2011 pada 1 Mei 2012. Selengkapnya dapat Anda simak dalam artikel Kejaksaan Patuhi Putusan MK Soal Praperadilan.

     

    Anda mengatakan bahwa contoh isi putusan praperadilan adalah hakim memerintahkan Termohon untuk melanjutkan proses penyidikan dan mewajibkan ganti rugi kepada Termohon dalam praperadilan.

     

    Kami kurang jelas dengan maksud pertanyaan Anda. Jika isi putusan tersebut adalah melanjutkan proses penyidikan, maka kami berkesimpulan bahwa yang menjadi menjadi Pemohon adalah penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan (Pasal 80 KUHAP). Sedangkan jika terkait dengan ganti rugi (akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan), maka diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya (Pasal 81 KUHAP).

     

    Pada dasarnya KUHAP tidak mengatur adanya sanksi bagi pihak yang tidak melaksanakan putusan praperadilan tersebut. Hal ini juga sesuai dengan sebuah pendapat dalam artikel berjudul Diperlukan, Reformasi Sistem Yang Dianut Kuhap yang kami akses dari laman resmi Perpustakaan Ohio University. Tulisan ini antara lain mengutip pendapat Direktur LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Jakarta –yang kala itu dijabat oleh- Luhut M.P Pangaribuan yang mengatakan bahwa perlu diatur mengenai wajib tidaknya kehadiran tersangka dalam sidang praperadilan, sanksi bagi pihak yang tak melaksanakan putusan majelis hakim dalam sidang praperadilan yang berhubungan dengan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), serta mengatur tahap pelimpahan perkara.

     

    Dari sini kita dapat ketahui bahwa belum ada pengaturan mengenai sanksi bagi mereka yang tidak melaksanakan putusan praperadilan.

     

    Namun demikian, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa setiap pembangkangan atas putusan pengadilan adalah tindakan yang dapat dijerat dengan Pasal 216 KUHP. Ancaman hukuman maksimalnya adalah penjara empat bulan dua minggu atau denda maksimal Rp90 juta.

     

    Sebagai tambahan informasi, jika putusan praperadilan tersebut terkait penghentian penyidikan yang tidak sah, dimana hakim memutuskan bahwa penyidikan harus dilanjutkan, akan tetapi penyidik tidak melaksanakan putusan praperadilan tersebut, maka penyidik dikatakan melanggar kode etik kepolisian.

     

    Dalam Pasal 14 huruf j Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 14/2011”) dikatakan bahwa setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang melakukan penghentian atau membuka kembali penyidikan tindak pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

     

    Jika Polri tersebut sebagai penyidik melanggar ketentuan tersebut, maka dapat dikenai sanksi sebagai berikut (Pasal 21 ayat (1) Perkapolri 14/2011):

    a.    perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;

    b.    kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan Sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan;

    c.    kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu) bulan;

    d.    dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

    e.    dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

    f.     dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; dan/atau

    g.    PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) sebagai anggota Polri.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

    2.    Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

     
    Referensi:

    1.    Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.

    2.    http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/01/01/0025.html,diakses pada 20 Januari 2014 pukul 18.07 WIB

      

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!