Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Penerima Bantuan Hukum
Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.
[1] Penerima bantuan hukum sendiri adalah orang atau kelompok orang miskin.
[2] Penerima bantuan hukum meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Hak dasar yang dimaksud meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.
[3]
Sementara pemberi bantuan hukum adalah LBH atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan UU 16/2011.
[4] Bantuan hukum yang diberikan meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi. Dalam hal ini, bantuan hukum yang diberikan meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum.
[5] Untuk itu, pemberi bantuan hukum berhak untuk melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum.
[6]
Penerima bantuan hukum berhak:
[7]mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama penerima bantuan hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;
mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan
mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, ia juga berkewajiban:
[8]menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada pemberi bantuan hukum;
membantu kelancaran pemberian bantuan hukum.
Sejak semula, UU 16/2011 melarang penerima bantuan hukum dibebani dengan biaya tertentu. Pemberi bantuan hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani pemberi bantuan hukum.
[9]
Dengan demikian, menurut hemat kami, teman Anda sejak semula seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan masalah biaya ketika meminta bantuan hukum kepada LBH. Apalagi jika biaya tersebut dialihkan dalam bentuk permintaan berhubungan intim. Jika belakangan pemberi bantuan hukum terbukti menerima atau meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani, ia dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp50 juta.
[10]
Masalah Etik Advokat
UU 18/2003 mengatur bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya. Selain itu, tindakan juga dapat dikenakan terhadap advokat yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela, serta melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.
[11]
Masalah kehormatan advokat ditegaskan kembali dalam KEA, di mana advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (
officium nobile).
[12] Selain itu, tindakan advokat yang menjaminkan kemenangan kepada klien juga bertentangan dengan kode etik.
[13]
Terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut, advokat dapat dikenakan tindakan berupa:
[14]teguran lisan;
teguran tertulis;
pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan;
pemberhentian tetap dari profesinya.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 1 UU 16/2011
[2] Pasal 1 angka 2 UU 16/2011
[4] Pasal 1 angka 3 UU 16/2011
[5] Pasal 4 ayat (2) dan (3) UU 16/2011
[6] Pasal 9 huruf a UU 16/2011
[11] Pasal 6 huruf d, e, dan f UU 18/2003
[14] Pasal 7 ayat (1) UU 18/2003