KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Anak Luar Kawin, Bolehkah Dimasukkan ke KK?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Anak Luar Kawin, Bolehkah Dimasukkan ke KK?

Anak Luar Kawin, Bolehkah Dimasukkan ke KK?
Ahmad Sadzali, Lc, M.H.PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
PSHI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Bacaan 10 Menit
Anak Luar Kawin, Bolehkah Dimasukkan ke KK?

PERTANYAAN

Bulan depan saya akan melahirkan seorang anak di mana saya dengan bapak biologis anak yang saya kandung tidak menikah. Dikarenakan saya belum bercerai dengan suami saya saat ini karena suami saya tidak ingin bercerai dengan saya. Dan pada akhirnya saya memutuskan tidak menikah dengan ayah biologis anak yang saya kandung saat ini. Yang ingin saya tanyakan, saat anak ini lahir, bolehkah namanya saya masukkan ke dalam kartu keluarga saya dengan suami saya saat ini? Karena suami saya bersikeras ingin merawat anak ini. Bagaimana status dan kedudukan anak saya ini?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Secara hukum, anak yang Anda kandung saat ini merupakan anak tidak sah, karena bukan anak sebagai akibat perkawinan yang sah.
     
    Secara prosedural, Anda dapat saja memasukkan anak tersebut ke dalam Kartu Keluarga Anda dan suami. Akan tetapi sebelum mengambil langkah tersebut, terdapat beberapa pertimbangan yang harus Anda pikirkan dengan matang.
     
    Anak tersebut dapat dibuktikan memiliki hubungan darah dan hubungan perdata dengan ayah biologisnya berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau alat bukti lain menurut hukum.
     
    Terhadap suami Anda pun, anak tersebut dapat memiliki hubungan nasab selama suami Anda tidak mengingkari anak tersebut.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Sebelumnya, kami asumsikan bahwa Anda beragama Islam, sehingga salah satu pendekatan dalam menjawab pertanyaan Anda berdasarkan hukum Islam.
     
    Pengertian Anak Sah
    Pengertian anak sah secara hukum ditemukan dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) yang mengatur bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
     
    Sementara dalam Pasal 99 Lampiran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) dinyatakan bahwa anak yang sah adalah:
    1. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah;
    2. hasil perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
     
    Dengan demikian, anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau anak yang bukan akibat perkawinan yang sah dapat dikatakan sebagai anak yang tidak sah.
     
    Terkait pertanyaan Anda, zina bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang salah satu dari mereka berada dalam ikatan perkawinan atau juga keduanya sama-sama berada dalam ikatan perkawinan.
     
    Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan
    Pertama, yang harus dipahami bahwa, hubungan Anda dengan ayah biologis anak yang Anda kandung tersebut merupakan hubungan yang dilarang, baik secara agama maupun secara hukum positif Indonesia.
     
    Anda dan ayah biologis anak yang Anda kandung tersebut dapat diadukan oleh suami Anda atau istri laki-laki tersebut atas dugaan tindak pidana zina atas dasar Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan diancam pidana penjara paling lama 9 bulan.
     
    Kedua adalah untuk dipastikan siapa ayah biologis dari anak yang Anda kandung tersebut secara ilmu pengetahuan atau hukum. Adanya hubungan perkawinan menjadikan suami Anda juga memiliki peluang besar menjadi ayah biologis dari anak yang Anda kandung itu.
     
    Maka, klaim atau dugaan dalam pertanyaan Anda patut dibuktikan terlebih dahulu.
     
    Ketiga, yang perlu diperhatikan adalah mengenai pengetahuan suami Anda terkait dengan anak yang sedang Anda kandung. Jika suami Anda tahu bahwa anak yang sedang Anda kandung bukanlah janin darinya dan ia tidak terima, maka suami Anda berhak untuk tidak mengakui anak tersebut.
     
    Pasal 44 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan bahwa seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaan tersebut.
     
    Keempat, jika sudah dapat dipastikan bahwa ayah biologis anak tersebut bukanlah suami Anda, maka berdasarkan Pasal 42 UU Perkawinan, anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah adalah anak yang tidak sah.
     
    Menurut Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 (hal. 37), anak yang dilahirkan di luar perkawinan selain memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, juga dapat memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya dan keluarga ayah biologisnya, selama dibuktikan secara ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan ayahnya.
     
    Jadi, setidaknya ada dua cara untuk dapat menjadikan sang anak luar kawin memiliki hubungan dengan ayah biologisnya dan keluarga ayahnya, yaitu:
    1. melalui pengakuan sang ayah biologis; atau
    2. pengesahan sebagai ayah biologis dari anak luar kawin tersebut.
     
    Jika ayah biologisnya tidak rela anaknya diklaim sebagai anak suami Anda, maka ia berpeluang untuk melakukan sejumlah langkah hukum untuk mempertahankan haknya sebagai ayah biologis.
     
    Dari uraian di atas, hendaknya Anda, suami Anda, dan ayah biologis dari anak tersebut melakukan berbagai pertimbangan sebelum mengambil keputusan apapun, karena ini menyangkut kebaikan anak yang Anda kandung jika ia lahir kelak.
     
    Hal ini berkaitan juga dengan salah satu hak anak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.[1]
     
    Baca juga: Akta Kelahiran Anak Hasil Perzinahan
     
    Pencatatan di Kartu Keluarga (KK)
    Menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 96/2018”), KK adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan, dan hubungan dalam keluarga serta identitas anggota keluarga.
     
    Jika Anda berkeinginan mencatatkan anak dalam kandungan tersebut di dalam KK Anda, berarti ada penambahan anggota keluarga baru akibat kelahiran.
     
    Dari artikel Register Kartu Keluarga Penambahan Anggota Keluarga Akibat Kelahiran yang kami akses dari laman Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, persyaratan untuk pendaftaran KK penambahan anggota keluarga akibat kelahiran adalah:
    1. surat pengantar RT domisili;
    2. KK asli;
    3. surat kenal lahir dari bidan/rumah sakit/kelurahan;
    4. fotokopi buku nikah/akta perkawinan;
    5. fotokopi akta kelahiran anak pertama jika penambahan anak ke-2 atau ke-3, dan seterusnya dan akta kelahiran orang tua jika penambahan anak pertama;
    6. fotokopi KTP-el orang tua;
    7. mengisi formulir F-1.16.
     
    Memang ada celah bagi Anda untuk memasukkan anak yang sedang Anda kandung ke dalam KK Anda, karena semua persyaratan administratif tersebut dapat Anda penuhi sebab pada dasarnya data administrasi tersebut merupakan data antara Anda dengan suami Anda, bukan antara Anda dengan ayah biologis dari anak Anda. Hal ini mengingat tidak adanya proses pengecekan keaslian asal-usul anak yang dilahirkan tersebut.
     
    Namun demikian, Anda tetap harus mempertimbangkan hal-hal yang kami terangkan di atas untuk diperhatikan sebelum membuat keputusan.
     
    Status Anak
    Jika setelah dibuktikan bahwa ayah biologis dari anak tersebut bukanlah suami Anda, maka anak tersebut yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah adalah anak yang tidak sah.
     
    Pasal 100 KHI menyebutkan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.
     
    Namun, berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi di atas, anak yang dilahirkan itu dapat dibuktikan memiliki hubungan darah dan perdata dengan ayah biologisnya dan keluarga ayah biologisnya.
     
    Menurut Pasal 103 ayat (1) KHI, asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau alat bukti lainnya.
     
    Jika akta kelahiran atau alat bukti lainnya tersebut tidak ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang sah.[2]
     
    Menurut Asriaty dalam Jurnal Hukum Diktum pada artikel Hadits Al-Walad Li Al-Firasy sebagai Penetapan Nasab Anak (hal. 140), anak tersebut dapat memiliki hubungan nasab dengan suami Anda selama suami Anda tidak mengingkari anak tersebut.
     
    Hal ini secara tersirat tercantum dalam Pasal 101 KHI:
     
    Seorang suami yang mengingkari sahnya anak, sedang istrinya tidak menyangkalnya, dapat meneguhkan pengingkarannya dengan li’an.”
     
    Selain itu, Pasal 102 KHI berbunyi:
     
    1. Suami yang akan mengingkari seorang anak yang lahir dari isterinya, mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 hari sesudah putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui bahwa isterinya melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama.
    2. Pengingkaran yang diajukan sesudah lampau waktu tersebut tidak dapat diterima.
     
    Akan tetapi jika suami Anda menolak atau tidak mengakui anak tersebut, maka ia bisa menempuh langkah hukum untuk pengingkarannya itu.
     
    Baca juga: Bisakah Mengakui Anak Hasil Zina?
     
    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010.
     
    Referensi:
    1. Asriaty. Hadits Al-Walad Li Al-Firasy sebagai Penetapan Nasab Anak. Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 2, Juli 2010;
    2. Register Kartu Keluarga Penambahan Anggota Keluarga Akibat Kelahiran, diakses pada 1 Agustus 2020, pukul 11.50 WIB.
     

    [1] Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
    [2] Pasal 103 ayat (2) KHI

    Tags

    anak luar kawin
    keluarga dan perkawinan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Surat Cerai dan Langkah Mengajukan Gugatannya

    22 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!