Apa Itu Open Legal Policy?
Ilmu Hukum

Apa Itu Open Legal Policy?

Pertanyaan

Apakah yang dimaksud dengan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang dimiliki oleh legislator? Dan apakah kebijakan tersebut tidak dapat diuji oleh Mahkamah Konstitusi sesuai dengan pendapat berbeda dari hakim konstitusi pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013?

Intisari Jawaban

circle with chevron up
Open legal policy merupakan kebijakan hukum terbuka yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang apabila konstitusi sebagai norma hukum tertinggi tidak memberikan batasan yang jelas bagaimana seharusnya materi dalam undang-undang diatur.
 
Undang-undang yang dibentuk melalui open legal policy mempunyai tolok ukur, yakni Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan pada prinsipnya tetap bisa diajukan untuk judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
 
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 
Radita Ajie dalam Jurnal Legislasi Indonesia pada artikel Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy) dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Tafsir Putusan Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa konstitusi memang terkadang tidak memuat suatu aturan yang secara spesifik dan eksplisit mengatur suatu dasar konstitusional kebijakan publik yang memberi dasar bagi pilihan kebijakan hukum yang terbuka (open legal policy) yang menjadi dasar kewenangan bagi pembuat undang-undang untuk menjabarkannya lebih jauh dalam suatu undang-undang sebagai pengaturan lebih lanjut (hal. 112).
 
Maka, secara garis besar, suatu kebijakan pembentukan hukum, dalam hal ini undang-undang dapat dikatakan bersifat terbuka (open legal policy) ketika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) atau konstitusi sebagai norma hukum tertinggi di Indonesia tidak mengatur atau tidak secara jelas memberikan batasan terkait apa dan bagaimana materi tertentu harus diatur oleh undang-undang.
 
Open legal policy menurut pandangan Mahkamah Konstitusi merupakan kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam undang-undang yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang sebagaimana diterangkan oleh Iwan Satriawan dan Tanto Lailam dalam Jurnal Konstitusi pada artikel Open Legal Policy dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pembentukan Undang-Undang (hal. 564).
 
Menurut Iwan Satriawan dan Tanto Lailam (hal. 564), perdebatan terkait open legal policy mengemuka kembali pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016 terkait permohonan uji materiil terhadap makna ‘zina’ dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dimohonkan kepada Mahkamah Konstitusi.
 
Dalam artikel yang sama, diterangkan bahwa beberapa putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya juga menimbulkan kontroversi (hal. 564), seperti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 perihal pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, terutama berkaitan dengan ketentuan presidential threshold (ambang batas penentuan calon presiden dan wakil presiden).
 
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PUU-X/2012 (hal. 100), dalam pertimbangan hukumnya, ditegaskan bahwa open legal policy yang dimiliki oleh pembentuk undang-undang tidak dapat dijalankan sebebas-bebasnya, dan harus memperhatikan tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum sebagaimana bunyi Pasal 28J ayat (2) UUD 1945:
 
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
 
Menjawab pertanyaan Anda, pada prinsipnya, undang-undang apapun itu termasuk yang pembentukannya melalui open legal policy tetap bisa diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi sebagai cabang kekuasaan kehakiman yang oleh Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 diberikan kewenangan untuk menguji undang-undang berdasarkan UUD 1945.
 
Maka, Mahkamah Konstitusi dapat menguji undang-undang yang dibentuk melalui open legal policy dan mungkin saja membatalkan undang-undang tersebut apabila melanggar ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 sebagaimana pertimbangan hukum pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PUU-X/2012 di atas.
 
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
 
Putusan:
 
Referensi:
  1. Iwan Satriawan dan Tanto Lailam. Open Legal Policy dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pembentukan Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 3, September 2019;
Tags: