Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Apakah Hukum Indonesia Dapat Menjerat Stalker (Penguntit)? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 29 November 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada 16 Oktober 2018.
Apa Itu Stalker?
Untuk mengetahui apa itu stalker, dikutip Cambridge Dictionary yang kemudian kami terjemahkan secara bebas, stalker adalah seseorang yang secara ilegal mengikuti dan mengawasi seseorang yang lain, terutama wanita. Stalker dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penguntit sebagaimana Anda maksud.
Sepanjang penelusuran kami, tidak ada undang-undang secara khusus yang mengatur mengenai stalker atau penguntit ini.
Kemudian, setelah mengetahui apa itu stalker, perlu Anda ketahui, obsesi adalah dasar dari perilaku stalking, di mana stalker (penguntit) akan melakukan observasi dan juga berkontak dengan korban dengan tujuan untuk memenuhi keinginannya untuk memiliki kedekatan dengan korban. Para stalker mengikuti korban sampai ke tempat mereka beraktivitas dan tempat tinggal.[1]
Mereka tertarik terhadap informasi-informasi personal dari korbannya seperti nomor telepon, email, ukuran pakaian, nama lengkap, dan lain-lain yang cenderung bersifat privasi. Stalker juga berusaha mencari informasi tentang jati diri korban melalui internet, arsip personal, atau media lain yang mengandung informasi korban, bahkan ada yang sampai mendekati orang-orang terdekat korban untuk memperoleh hal tersebut tanpa izin.[2]
Hukumnya Stalker yang Meneror Terus-Menerus
Sayangnya, Anda tidak menjelaskan pesan-pesan provokatif atau ancaman seperti apa yang stalker lakukan beserta motifnya. Sebab, sebenarnya hukum positif Indonesia mengatur beberapa pasal terkait pengancaman di antaranya:
Pasal 335 ayat (1) angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Pasal 368 ayat (1) KUHP
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 29 UU ITE
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Sebagai informasi, jumlah maksimum hukuman denda yang disebutkan dalam Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP dilipatgandakan 1.000 kali sehingga menjadi Rp4,5 juta.[3]
Menyambung kronologi yang Anda ceritakan, stalker meneror melalui instant messenger, email, dan juga telepon, oleh karenanya kami berpendapat, stalker tersebut berpotensi dijerat menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE.
Untuk mengetahui apakah stalker tersebut bisa dijerat Pasal 27 ayat (4) UU ITE, Anda bisa membaca pedoman penerapan pasalnya dalam artikel Pasal untuk Menjerat Pelaku Cyberstalking.
Apabila stalker tersebut tak memenuhi unsur-unsur pasal tersebut, maka ia bisa dijerat menggunakan Pasal 29 UU ITE dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.[4]
Jadi, setelah mencoba berbagai upaya untuk menyampaikan secara baik-baik kepada stalker agar tidak mengganggu lagi, kami menyarankan langkah bijak yang dapat Anda lakukan adalah melaporkan stalker tersebut ke polisi atas dugaan tindak pidana yang kami jelaskan di atas. Bagaimana prosedur yang harus ditempuh? Anda bisa mengikuti petunjuknya di Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013.
Referensi:
- Afnibar dan Dyla Fajhriani N. Perilaku Stalking Remaja Zaman Now dalam Bingkai Teori Behavior (Studi terhadap Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang), Jurnal Bimbingan dan Konseling, 2019.
- Cambridge Dictionary, diakses pada 22 November 2021 pukul 21.00 WIB.
[1] Afnibar dan Dyla Fajhriani N. Perilaku Stalking Remaja Zaman Now dalam Bingkai Teori Behavior (Studi terhadap Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang), Jurnal Bimbingan dan Konseling, 2019, hal. 14
[2] Afnibar dan Dyla Fajhriani N. Perilaku Stalking Remaja Zaman Now dalam Bingkai Teori Behavior (Studi terhadap Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang), Jurnal Bimbingan dan Konseling, 2019, hal. 14
[3] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
[4] Pasal 45B Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik