Apakah BBM (Blackberry Messenger) termasuk ke dalam sosial media? Hanya karena penulisan status di BBM, yang notabene tidak mencantumkan nama ataupun brand company manapun hanya menggunakan istilah umum. Apakah saya salah menulis status seperti itu? Mohon pencerahan.
Sekiranya penjelasan Saudara lebih spesifik, diskusi akan lebih baik.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Media sosial secara sederhana dapat dijelaskan sebagai media yang digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang terhubung dalam suatu jaringan. Dengan keterhubungan tersebut, mereka dapat berbagi, antara satu dan yang lain, ide atau gagasan serta informasi lainnya baik teks, gambar, atau bahkan video;
BlackBerry Messenger (“BBM”) merupakan aplikasi pesan-instan yang dikeluarkan oleh perusahaan BlackBerry (RIM). Layanan aplikasi ini dapat berfungsi melalui koneksi internet dari gadget. Dengan aplikasi ini seseorang dapat berbagi informasi, seperti teks, gambar, dan video. BBM memiliki sifat personalisasi. Maksudnya adalah, tiap penggunaan BBM mengacu pada orang tertentu (baik individu maupun kelompok) sehingga sasaran komunikasi dapat diidentifikasi. Pengguna BBM juga dapat mempersonalisasi aplikasinya dengan menambahkan foto profil atau status, sehingga tiap orang yang termasuk dalam jaringannya dapat lebih mengenal penguna tersebut. Dengan demikian, dalam konteks ini BBM dapat dikategorikan sebagai salah satu media sosial.
Pengiriman satu konten dari satu anggota kepada grup dapat diterima oleh anggota-anggota lain dari grup tersebut. Dengan kata lain, teknologi aplikasi media sosial, termasuk aplikasi BBM tersebut, dapat menciptakan ruang publik virtual. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi hukum.
Oleh karena itu, sama seperti menggunakan media sosial lainnya, pengguna harus memiliki kehati-hatian dalam melakukan pengiriman. Misalnya, menyebarkan informasi elektronik yang berisi muatan penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dikategorikan perbuatan yang melanggar Pasal 27 ayat (3)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), yang isinya melarang:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Dalam pembahasan ini, maka yang perlu diperhatian ialah bahwa delik penghinaan atau pencemaran nama baik mengharuskan adanya identitas yang jelas atau tertentu terhadap siapa konten yang dimaksud ditujukan. Tidak ada perbuatan penghinaan tanpa ada korban yang spesifik. Akan tetapi, identitas tidaklah perlu harus selalu berupa nama, tetapi dapat berupa foto seseorang, atau alias dari orang tersebut, atau identitas lain, sepanjang publik mengetahui bahwa identitas itu mengacu pada orang tertentu.
Kedua, Pasal 27 ayat (3) UU ITE – yang didasarkan pada ketentuan tentang penghinaan dan pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) – hanya ditujukan kepada pribadi kodrati, dan tidak ditujukan kepada pribadi hukum, seperti institusi atau lembaga. Delik penghinaan dalam pasal ini ditujukan untuk melindungi hak asasi manusia, dan bukan good will dari pribadi hukum.
Semoga membantu.
Catatan editor:
Definisi media sosial tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, dalam artikel berjudul Hati-Hati Memanfaatkan Media Sosial yang dimuat dalam laman www.bin.go.id, media sosial didefinisikan sebagai, “sebuah media online, dimana para pengguna dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi. Media sosial meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.” Artikel tersebut juga memuat definisi media sosial menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein, yaitu: "sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content".
Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial:
Pertama, Proyek Kolaborasi yaitu website yang mengijinkan user dapat mengubah, menambah, ataupun remove konten yang ada di website. Contoh media ini adalah wikipedia.
Kedua, Blog dan Microblog, dimana user lebih bebas mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti ‘curhat’ ataupun mengritik kebijakan pemerintah. Contoh media ini adalah twitter.
Ketiga, Konten, yaitu web dimana para user dari pengguna website ini saling share konten media, baik video, e-book, gambar, dan lain-lain. Contohnya youtube.
Keempat, Situs Jejaring Sosial, yaitu aplikasi yang mengijinkan user untuk dapat terhubung dengan cara membuat informasi pribadi, sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi pribadi itu bisa seperti foto-foto. Contoh jejaring sosial adalah facebook.
Kelima, Virtual Game World, yaitu dunia virtual, yang mengreplikasikan lingkungan 3D, dimana user bisa muncul dalam bentuk avatar-avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. Contohnya game online.
Keenam, Virtual Social World, yaitu dunia virtual dimana penggunanya merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun, Virtual Social World lebih bebas dan lebih ke arah kehidupan. Contohnya second life.