Perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan para pihak adalah sah, meski tidak dicatatkan. Tujuan pencatatan perkawinan adalah untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan, lebih khusus lagi untuk melindungi hak-hak perempuan dalam kehidupan berumah tangga. Dengan pencatatan perkawinan oleh pejabat yang berwenang, hak anak yang dilahirkan juga akan menjadi jelas, karena dapat diketahui siapa orangtuanya.
Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melihat masalah yang Anda sampaikan, maka pembatalan melalui hukum negara tidak perlu dilakukan karena perkawinan yang tidak dicatatkan tidak sah menurut hukum negara. Prosedur pembatalan dapat dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam agama atau kepercayaan masing-masing.