1. Sebelum berlakunya UU Perkawinan
Sebelum berlakunya UU Perkawinan, maka mengenai harta dalam perkawinan merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Pasal 119 KUHPer menyebutkan bahwa sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antarà suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri.
klinik Terkait:
Ini berarti bahwa semua harta yang dimiliki oleh si suami dan istri sebelum perkawinan menjadi bagian dari harta bersama, begitu pula dengan harta yang diperoleh dalam perkawinan, akan menjadi harta bersama atau harta gono gini.
Dalam hal ini, maka hibah saham yang diberikan kepada orang tersebut akan menjadi bagian dari harta bersama dalam perkawinannya. Akan tetapi, hibah saham tersebut tidak menjadi bagian dari harta bersama jika sebelumnya ada perjanjian perkawinan yang mengatur mengenai harta si istri dan suami (Pasal 139 KUHPer).
Selain itu, hibah saham tersebut juga bisa tidak masuk ke dalam harta bersama jika si penghibah telah memperjanjikan demikian, sebagaimana diatur dalam Pasal 120 KUHPer:
“Berkenaan dengan soal keuntungan, maka harta bersama itu meliputi barang-barang bergerak dan barang-barang tak bergerak suami isteri itu, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, juga barang-barang yang mereka peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal terakhir ini yang mewariskan atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya dengan tegas.”
2. Setelah berlakunya UU Perkawinan
berita Terkait:
Sedangkan dalam hal perkawinan orang itu terjadi setelah berlakunya UU Perkawinan, maka merujuk pada Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan, harta benda yang diperoleh oleh suami atau istri sebagai hadiah atau warisan, menjadi harta bawaan:
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Ini berarti hibah saham yang diberikan kepada orang tersebut tidak akan menjadi bagian dalam harta bersama, melainkan merupakan harta bawaan. Yang mana atas harta bawaan, pihak tersebut mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta yang berasal dari hibah tersebut (Pasal 36 ayat (2) UU Perkawinan).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.