Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Isolasi Diri Termasuk Alasan Cuti karena Melaksanakan Kewajiban Negara?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Apakah Isolasi Diri Termasuk Alasan Cuti karena Melaksanakan Kewajiban Negara?

Apakah Isolasi Diri Termasuk Alasan Cuti karena Melaksanakan Kewajiban Negara?
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Isolasi Diri Termasuk Alasan Cuti karena Melaksanakan Kewajiban Negara?

PERTANYAAN

Perusahaan saya tidak mengizinkan karyawannya untuk work from home total maupun sebagian. Pilihannya hanya masuk secara fisik atau pakai cuti tahunan. Perusahaan ini terletak di Banten, salah satu zona tertinggi terdampak COVID-19. Perusahaan bukan bergerak di sektor esensial seperti pangan, obat-obatan, dan sebagainya. Setahu saya, belum ada aturan pemerintah daerah yang mengimbau atau mewajibkan perusahaan untuk libur atau work from home total/sebagian. Apakah mangkir dengan tujuan isolasi diri masuk dalam pengecualian no work no pay dalam Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu menjalankan kewajiban terhadap negara?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Prinsip no work no pay telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan dikecualikan dalam kondisi-kondisi tertentu, termasuk saat pekerja menjalankan kewajiban negara.
     
    Berdasarkan edaran Kementerian Kesehatan, isolasi diri sendiri diperuntukkan bagi orang-orang tertentu. Isolasi diri sendiri tidak dapat dianggap suatu kewajiban terhadap negara dan tidak dapat menjadi alasan untuk mangkir kerja.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Prinsip No Work No Pay
    Prinsip no work no pay dapat kita lihat pada Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”) yang berbunyi:
     
    Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
     
    Akan tetapi, ketentuan itu tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah bila:[1]
    1. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
    2. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
    3. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
    4. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
    5. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
    6. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
    7. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
    8. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
    9. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
     
    Adapun menurut Penjelasan Pasal 93 ayat (2) huruf d UU 13/2003, yang dimaksud dengan menjalankan kewajiban terhadap negara adalah melaksanakan kewajiban negara yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
     
    Pembayaran upah kepada pekerja/buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara dilaksanakan bila:
    1. negara tidak melakukan pembayaran; atau
    2. negara membayar kurang dari upah yang biasa diterima pekerja/buruh, dalam hal ini maka pengusaha wajib membayar kekurangannya.
     
    Isolasi Diri Sendiri dari COVID-19
    Disarikan dari artikel Panduan Isolasi Diri Sendiri untuk Mencegah Penyebaran Virus Corona, mengenai isolasi diri sendiri diatur dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/202/2020 Tahun 2020 tentang Protokol Isolasi Diri Sendiri dalam Penanganan Coronavirus Disease (COVID-19) (“SE Menkes 02.01/2020”).
     
    Isolasi diri sendiri terdiri atas:[2]
    1. Ketika seseorang yang sakit (demam atau batuk/pilek/nyeri tenggorokan/gejala penyakit pernapasan lainnya), namun tidak memiliki risiko penyakit penyerta lainnya (diabetes, penyakit jantung, kanker, penyakit paru kronik, AIDS, penyakit autoimun, dll), maka secara sukarela atau berdasarkan rekomendasi petugas kesehatan, tinggal di rumah dan tidak pergi bekerja, sekolah, atau ke tempat-tempat umum.
    2. Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang memiliki gejala demam/gejala pernapasan dengan riwayat dari negara/area transmisi lokal, dan/atau orang yang tidak menunjukkan gejala tetapi pernah memiliki kontak erat dengan pasien positif COVID-19.
    3. Lama waktu isolasi diri selama 14 hari hingga diketahuinya hasil pemeriksaan sampel di laboratorium.
     
    ODP dimaknai ketika seseorang tidak menunjukkan gejala, tetapi pernah memiliki kontak erat dengan pasien positif COVID-19 dan/atau orang dengan demam/gejala pernapasan dengan riwayat dari negara/area transmisi lokal.[3]
     
    Jadi, isolasi diri sendiri yang dimaksud adalah bagi orang yang sakit dan ODP selama 14 hari sebagaimana dimaksud di atas.
     
    Menurut hemat kami, isolasi diri sendiri tanpa memenuhi kriteria di atas tidak dapat dikategorikan sebagai kewajiban terhadap negara. Kewajiban yang dimaksud tampaknya merupakan kewajiban yang menyita waktu kerja seseorang, dan memungkinkan adanya upah. Selain itu, isolasi diri bagi mereka yang sehat pada dasarnya memang tidak diwajibkan.
     
    Work From Home (WFH)
    Kemudian menjawab pertanyaan Anda terkait Work from Home (“WFH”), kami akan merujuk pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 (“SE Menaker 3/2020”).
     
    Pimpinan perusahaan didorong untuk segera membuat rencana kesiapsiagaan dalam menghadapi pandemi COVID-19 dengan tujuan memperkecil resiko penularan di tempat kerja dan menjaga kelangsungan usaha.[4]
     
    Selain itu, diatur pula skema perlindungan upah bagi pekerja/buruh terkait pandemi COVID-19 dalam Poin II SE Menaker 3/2020, sebagaimana telah diuraikan dalam artikel Upah Karyawan yang Dirumahkan karena Wabah Corona.
     
    Sepanjang penelusuran kami, sebagai contoh pada press realease Pemerintah Provinsi Banten yang berjudul Gubernur WH: Satu Orang Meninggal dari Lima Warga Banten yang Positif Virus Corona, Gubernur Banten telah menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Virus Corona (COVID-19) di Provisi Banten melalui SK Nomor: 443/Kep.114-Huk/2020.
     
    Namun sayangnya, kami tidak menemukan imbauan khusus dari Pemerintah Provinsi Banten tentang pelaksanaan WFH. Sehingga kami berpendapat, perusahaan masih memiliki kewenangan penuh untuk mengatur pelaksanaan WFH. Namun, koordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan setempat dan pemerintah daerah juga tetap diperlukan.
     
    Hal ini akan berbeda apabila di daerah yang Anda maksud telah ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (“PSBB”). Sebagaimana telah kami uraikan dalam artikel Tata Cara Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar, saat PSBB diberlakukan, tempat kerja harus diliburkan.
     
    Namun, peliburan ini dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
     
    Baca juga: Ketentuan Pelaksanaan Work From Home di Tengah Wabah Corona
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    Referensi:
    Gubernur WH: Satu Orang Meninggal dari Lima Warga Banten yang Positif Virus Corona, diakses pada 9 April 2020 pukul 14.00 WIB.
     

    [1] Pasal 93 ayat (2) UU 13/2003
    [2] Poin 2 SE Menkes 02.01/2020
    [3] Poin 4 SE Menkes 02.01/2020
    [4] Poin I angka 5 SE Menaker 3/2020

    Tags

    mangkir
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    20 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!