Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 08 Juli 2014.
Intisari:
Anda kurang spesifik menjelaskan kepada kami berapa lama masa kerja karyawan baru yang bersangkutan. Secara prinsip, jika karyawan yang Anda tanyakan itu memiliki masa kerja kurang dari 1 (satu) bulan, ia tidak berhak atas THR. Namun, apabila ia mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, maka ia berhak atas THR yang diberikan secara proporsional.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
klinik Terkait :
Sebelumnya, Anda kurang spesifik menjelaskan kepada kami berapa lama masa kerja karyawan baru yang bersangkutan.
Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR Keagamaan”) adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan.[1]
Cara menghitung besaran THR nya yaitu:[2]
a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
Rekomendasi Berita :
b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
masa kerja x 1 (satu) bulan upah
12
Upah 1 (satu) bulan yang dimaksud itu terdiri atas komponen upah:[3]
a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
Seperti yang kami katakan di atas, Anda tidak menyebutkan seberapa baru karyawan yang bersangkutan bekerja di perusahaan tersebut. Secara prinsip, jika karyawan yang Anda tanyakan itu memiliki masa kerja kurang dari 1 (satu) bulan, ia tidak berhak atas THR. Namun, apabila ia mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, maka ia berhak atas THR yang diberikan secara proporsional.[4]
Contoh
Sebagai contoh, karyawan tersebut baru bekerja selama 2 bulan dengan upah sebesar Rp. 3.500.000 per bulannya. Dengan demikian, perhitungan besaran THR yang berhak ia dapat adalah:
2 X Rp.3.500.000 = Rp. 583.333,33
12
Namun demikian, jika berdasarkan Kesepakatan Kerja (“KK”), Peraturan Perusahaan (“PP”) atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) menyebutkan bahwa karyawan yang walaupun masa kerja kurangnya dari 1 (satu) bulan juga berhak atas THR, maka karyawan tersebut mendapatkan THR sesuai yang dituangkan dalam KK, PP, atau PKB. Jadi, karyawan tersebut perlu melihat kembali pengaturannya dalam KK, PP, atau PKB di perusahaan tempatnya bekerja.
Hal ini karena apabila ketentuan THR Keagamaan berdasarkan KK, PP, PKB, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih menguntungkan bagi pekerja daripada ketentuan THR Keagamaan dalam Permenaker 6/2016, THR Keagamaan yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh sesuai dengan KK, PP, PKB atau kebiasaan yang telah dilakukan.[5]
Ini artinya, jika pengaturan mengenai THR yang terituang dalam KK, PP, atau PKB itu lebih menguntungkan bagi karyawan, maka besaran THR yang berhak diperoleh karyawan adalah sebesar apa yang tertuang dalam KK, PP, atau PKB tersebut.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan;
2. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan
[1] Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (“Permenaker 6/2016”) dan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”)
[2] Pasal 3 ayat (1) Permenaker 6/2016
[3] Pasal 3 ayat (2) Permenaker 6/2016
[4] Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016
[5] Pasal 4 Permenaker 6/2016