Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pajak atas penghasilan yang diperoleh seseorang.
Kami asumsikan pasangan yang Anda tanyakan tinggal dan akan menikah di Indonesia, karena patut dicatat bahwa subjek pajak, menurut Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1 dan ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”), mencakup pula orang pribadi, termasuk orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Meski pasangan yang Anda tanyakan dapat dikategorikan sebagai subjek pajak penghasilan, namun mahar atau mas kawin yang Anda maksud dikategorikan sebagai bantuan atau sumbangan, sehingga tidak akan kena potong pajak.
Beberapa objek berikut ini bukan merupakan objek pajak penghasilan walaupun menambah kekayaan atau harta:[1]
- bantuan atau sumbangan, yaitu pemberian dalam bentuk uang atau barang kepada orang pribadi atau badan yang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
- harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah;
- warisan;
- harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
- pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
- bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu,
Walaupun mahar atau mas kawin bukan sebagai objek pajak penghasilan, namun harus tetap mencantumkan dan melaporkannya di surat pemberitahuan tahunan pajak sebagai tambahan kekayaan atau harta.
Baca juga: Dapatkah Mahar Diminta Kembali?
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 sebagaimana yang telah diubah ketiga kali dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
[1] Pasal 4 ayat (3) UU 36/2008 jo. Pasal 1 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan