Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Pekerja Tetap Dibayar Jika Izin Periksa Kehamilan?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Apakah Pekerja Tetap Dibayar Jika Izin Periksa Kehamilan?

Apakah Pekerja Tetap Dibayar Jika Izin Periksa Kehamilan?
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Pekerja Tetap Dibayar Jika Izin Periksa Kehamilan?

PERTANYAAN

Apakah menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, pemeriksaan kehamilan ketika jam kerja dan disertai surat keterangan berobat (bukan surat keterangan sakit) termasuk izin yang masih dibayar?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Perlu Anda ketahui bahwa berdasarkan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

     

    Akan tetapi atas ketentuan tersebut terdapat pengecualiannya (Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan), yaitu pengusaha tetap wajib membayar upah jika:

    a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

    KLINIK TERKAIT

    Aturan Cuti Haid, Cuti Melahirkan, dan Cuti Keguguran

    Aturan Cuti Haid, Cuti Melahirkan, dan Cuti Keguguran

    b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

    c.   pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;

    e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

    f.     pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

    g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;

    h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan

    i.     pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

     

    Yang dimaksud dengan hak istirahat dalam Pasal 93 ayat (2) huruf g UU Ketenagakerjaan dapat dilihat dalam Pasal 79 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, yaitu:

    a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

    b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

    c.   cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan

    d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

     

    Dilihat dari uraian di atas, tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa pemeriksaan kehamilan ketika jam kerja dan disertai surat keterangan berobat termasuk izin yang masih dibayar.

     

    Jadi, secara normatif, tidak ada keharusan bagi pengusaha untuk membayar jam kerja yang digunakan untuk memeriksa kehamilan. Atas jam kerja tersebut, pengusaha dapat tidak membayar upah pekerja.

     

    Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pengusaha dapat memberikan izin bagi pegawai untuk memeriksa kehamilan pada jam kerja. Ini tergantung kebijakan masing-masing perusahaan. Perusahaan juga dapat menetapkan sendiri kebijakan yang berlaku di perusahaan tersebut ke dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan/atau perjanjian kerja bersama selama kebijakan perusahaan tersebut tidak mengatur kurang dari yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

     
     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!