Karena pelaku perjalanan wajib menunjukkan hasil swab PCR, kartu, dan sertifikat vaksinasi COVID-19, muncul oknum-oknum yang membuat dan memperjualbelikan kartu dan sertifikat vaksin palsu. Bagaimana jerat hukum bagi si pelaku?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Untuk menekan laju pertumbuhan angka penderita COVID-19, Menteri Perhubungan mengeluarkan beberapa surat edaran yang di antaranya mewajibkan pelaku perjalanan tertentu untuk menunjukkan kartu vaksin COVID-19 dan/atau surat keterangan negatif tes RT-PCR atau hasil negatif rapid test antigen.
Pemalsuan kartu vaksin, surat keterangan RT-PCR test dan rapid test antigen yang digunakan sebagai dokumenpersyaratan perjalanan termasuk merupakan perbuatan pidana pemalsuan surat yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Baik pelaku yang memalsukan maupun pemakai dokumen tersebut sama-sama dapat dijerat pidana dalam KUHP. Apa ancaman pidananya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Memang benar, untuk menekan laju pertumbuhan angka penderita COVID-19, Menteri Perhubungan mengeluarkan surat edaran yang mengatur kewajiban pelaku perjalanan untuk menunjukkan kartu vaksinasi COVID-19 dan/atau surat keterangan negatif tes RT-PCR atau hasil negatif rapid rest antigen, di antaranya melalui:
Penumpang kereta api antarkota di Pulau Jawa dan Sumatera wajib menunjukkan surat keterangan hasil tes RT-PCR yang diambil maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan atau hasil negatif rapid test antigen yang diambil maksimal 1x24 jam atau di stasiun sebelum keberangkatan;
Khusus penumpang kereta api antarkota di Pulau Jawa, wajib menunjukkan kartu vaksin pertama.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pelaku perjalanan jarak jauh dari dan ke Pulau Jawa serta Pulau Bali yang menggunakan moda transportasi darat wajib menunjukkan kartu vaksin pertama dan surat keterangan hasil negatif RT-PCR yang diambil maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan atau hasil negatif rapid test antigen yang diambil maksimal 1x24 jam, dengan ketentuan:
Yang termasuk perjalanan jarak jauh yaitu perjalanan dengan jarak minimal 250km atau minimal waktu perjalanan 4 jam;
Pengemudi dan pembantu pengemudi kendaraan logistik tidak wajib menunjukkan kartu vaksin pertama;
Kewajiban tersebut tidak berlaku bagi perjalanan rutin dengan moda transportasi darat menggunakan kendaraan bermotor perseorangan, kendaraan bermotor umum, transportasi sungai, danau, dan penyebrangan dalam 1 wilayah aglomerasi perkotaan.
Pelaku perjalanan selain di pulau Jawa dan Bali yang menggunakan moda transportasi darat wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif RT-PCR yang diambil maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan atau hasil negatif rapid test antigen yang diambil maksimal 1x24 jam, kecuali untuk moda transportasi perintis, termasuk di wilayah perbatasan, daerah tertinggal, terdepan, terluar (“3T”), dan pelayaran terbatas.
Penumpang kapal laut dari dan ke Jawa dan Bali, wajib menunjukkan kartu vaksin pertama dan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang diambil maksimal 2x24 jam atau hasil negatif rapid test antigen yang diambil maksimal 1x24 jam, serta mengisi e-HAC Indonesia;
Penumpang kapal laut dari daerah di luar Jawa dan Bali wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes yang diambil maksimal RT-PCR 2x24 jam atau hasil negatif rapid test antigen yang diambil maksimal 1x24 jam.
Pelaku perjalanan penerbangan antar bandara, dari atau ke bandara di Pulau Jawa, dan dari atau ke bandara di Pulau Bali wajib menunjukkan kartu vaksin pertama dan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang diambil maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Pelaku penerbangan dari atau ke bandar udara selain disebutkan di atas, wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan atau hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan.
Kewajiban tersebut dikecualikan bagi penerbangan angkutan udara perintis dan angkutan udara di daerah 3T.
Kewajiban menunjukkan kartu vaksin tersebut di atas dikecualikan bagi:[5]
Pelaku perjalanan dengan kepentingan khusus medis yang tidak/belum divaksin dengan alasan medis berdasarkan keterangan dari dokter spesialis
Pasien dengan kondisi sakit keras
Ibu hamil yang didampingi 1 orang anggota keluarga
Kepentingan persalinan dengan pendamping maksimal 2 orang
Pengantar jenazah non COVID-19 dengan jumlah maksimal 5 orang
Jerat Hukum Pelaku Pemalsuan Dokumen
Terhadap pemalsuan hasil keterangan tes RT-PCR, rapid test antigen, kartu serta sertifikat vaksin COVID-19, Angka 5 huruf g SE Menhub 42/2021 jo. Angka 5 huruf m SE Menhub 43/2021 jo. Angka 5 huruf g SE Menhub 44/2021 mengatur:
Pemalsuan kartu vaksin, surat keterangan RT-PCR Test dan Rapid Test Antigen yang digunakan sebagai dokumen persyaratan perjalanan akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perbuatan memalsukan dokumen-dokumen di atas dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pemalsuan surat, sebagaimana diatur Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Khusus bagi pemalsuan dokumen hasil keterangan RT-PCR test dan rapid test antigen, pelaku dapat dijerat Pasal 268 ayat (1) KUHP:
Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung (verzekeraar), diancam pidana penjara paling lama empat tahun.
Jika perbuatan tersebut dilakukan oleh dokter, maka dokter dapat dijerat menggunakan Pasal 267 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun.
Patut diperhatikan, pemakai dokumen palsu juga dapat dijerat pidana dengan ancaman pidana yang sama dengan si pelaku.[6]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.