Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Langkah Jika Ayah Tidak Mau Menikahkan yang pertama kali dipublikasikan pada Senin, 23 November 2015.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
klinik Terkait:
Menjawab soal ayah tidak mau menikahkan anaknya, perlu kami sampaikan bahwa pada dasarnya, setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Hal tersebut termaktub dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945. Ini artinya, sudah menjadi hak setiap orang untuk menikah dengan siapapun sesuai kehendaknya dengan tujuan membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan.
Di samping telah termaktub dalam konstitusi, kebebasan manusia untuk memilih pasangan hidupnya dengan membentuk suatu keluarga juga telah disebut dalam instrumen hukum lain, misalnya dalam UU HAM. Indonesia menjamin kebebasan warganya untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah dan perkawinan tersebut hanya dapat berlangsung atas kedua calon yang bersangkutan.[1]
Langkah Anda mengusahakan keinginan untuk menikah menurut hemat kami sudahlah tepat. Termasuk berusaha meminta izin dari ayah Anda, sekalipun ayah Anda tidak mau menikahkan anaknya.
berita Terkait:
Kemudian, kembali ke pemaparan Anda, ayah sempat berkata “iya” dengan mengizinkan Anda untuk menikah meski kemudian mendadak sulit dihubungi. Jika memang segala upaya telah ditempuh namun Ayah Anda tidak bisa dihubungi, Anda tetap dapat menikah.
Izin Perkawinan
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[2] Usia Anda kini 24 tahun dan pacar Anda 30 tahun. Ini berarti, Anda dan pasangan telah mencapai usia yang diizinkan oleh UU Perkawinan untuk menikah, yang tidak lagi memerlukan izin orang tua. Adapun usia pasangan yang harus mendapatkan izin kedua orang tua untuk menikah adalah usia di bawah 21 tahun.[3]
Namun, terlepas dari usia, jika Anda beragama Islam, adanya izin dari orang tua Anda sangat diperlukan. Ini karena perkawinan dalam Islam adalah sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya perkawinan menurut hukum Islam yakni harus ada:[4]
- calon suami;
- calon istri;
- wali nikah;
- dua orang saksi dan;
- ijab dan qabul.
Dalam perkawinan, adanya wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkan.[5]
Baca juga: Hukum Akad Nikah Tanpa Adanya Wali
Upaya yang Bisa Ditempuh Jika Ayah Tidak Mau Menikahkan Anak
Dalam Islam, adalah kewajiban seorang ayah menikahkan anaknya. Namun, jika memang ayah tidak mau menikahkan anaknya, Anda dapat menempuh upaya-upaya berikut.
Dahulukan Wali Nasab
Anda tidak menyebutkan agama Anda. Namun, untuk diketahui, di dalam Islam, jika memang ayah sebagai wali yang semestinya menikahkan tidak ada atau tidak diketahui keberadaannya, Anda dapat mendahulukan wali nasab sebagai wali nikah Anda.
Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.[6]
Kelompok tersebut yakni:
- Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
- Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung, atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
- Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.
- Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka.
Pengajuan Permohonan Wali Adhol/Wali Adlal
Jika Anda beragama Islam, langkah lain yang dilakukan adalah mengajukan permohonan penetapan wali adhol.
Bersumber dari wawancara kami dengan Praktisi Hukum di bidang Perkawinan Islam,[7]Muhammad Muslih, dalam hal ayah tidak mau menikahkan anaknya, calon mempelai wanita dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan agama supaya ayahnya dinyatakan sebagai wali adhol/adlal yakni wali yang membangkang/menolak menikahkan anaknya karena alasan tertentu.
Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah pria yang menjadi calon mempelai suami ini memang benar-benar pria yang baik, bertanggungjawab, tidak pemabuk, dan sebagainya.
Oleh karena ayah tidak mau menikahkan putrinya dengan pria tersebut padahal pria itu adalah pria yang baik, maka dengan pertimbangannya hakim pengadilan agama dapat menerima alasan itu dan menyatakan bahwa ayah tidak mau dan dinyatakan sebagai wali adhol.
Dalam hal wali adhol enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang wali tersebut.[8]
Baca juga: Konsekuensi Hukum Jika Dinikahkan oleh Wali yang Tidak Berhak
Agar Pernikahan Sah Secara Hukum Agama dan Negara
Selain soal ayah yang tidak mau menikahkan anaknya, Anda juga menanyakan bagaimana agar pernikahan sah secara hukum agama dan negara.
Menjawab hal ini, tentu saja pernikahan itu harus dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[9] Dengan kata lain, perkawinan Anda harus sah secara hukum agama dan kemudian hal penting adalah Anda harus mencatatkan perkawinan Anda.
Kemudian, nantinya apabila ditemukan kesulitan lain dalam hal pernikahan, Anda dan pasangan juga bisa berkonsultasi dengan pihak Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil setempat mengenai masalah yang Anda hadapi. Mudah-mudahan mereka dapat memberikan jalan keluar terbaik untuk Anda dan pasangan Anda.
Demikian jawaban kami tentang ayah tidak mau menikahkan anaknya, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara dengan Muhammad Muslich pada 20 November 2015.
[1] Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”)
[2] Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)
[3] Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan
[4] Pasal 14 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)
[5] Pasal 19 KHI
[6] Pasal 21 ayat (1) KHI
[7] Wawancara dilakukan pada 20 November 2015
[8] Pasal 23 ayat (2) KHI
[9] Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan