COVID-19 bisa menjangkiti siapa saja tak terkecuali kepala daerah. Hingga saat ini diberitakan di berbagai media memang tidak sedikit kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah di Indonesia yang terpapar COVID-19.
Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya kepala daerah yang terpapar COVID-19 masih bisa tetap menjalankan tugas pemerintahannya seperti biasanya.
Dalam hal kepala daerah terpapar COVID-19, tidak serta-merta membuat kepala daerah diberhentikan dari jabatannya sehingga tidak dapat menjalankan tugas pemerintahannya.
Adapun hal-hal yang membuat kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti dari jabatannya karena:[1]
- meninggal dunia;
- permintaan sendiri; atau
- diberhentikan.
Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan, karena:[2]
- berakhir masa jabatannya;
- tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan;
- dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
- tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
- melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
- melakukan perbuatan tercela;
- diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
- menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
- mendapatkan sanksi pemberhentian.
Oleh karena itu, menyambung pertanyaan Anda, apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan, maka keduanya bisa diberhentikan dari jabatannya.
Namun patut diperhatikan, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap diartikan yang bersangkutan menderita sakit yang mengakibatkan fisik atau mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.[3]
Sehingga meskipun secara fisik tidak bisa hadir menjalankan aktivitas pemerintahan seperti biasanya, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang terpapar COVID-19 menurut hemat kami masih dapat memimpin daerahnya dan berkoordinasi secara virtual, sehingga pengambilan keputusan atau kebijakan tidak terganggu.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
[1] Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”)
[2] Pasal 78 ayat (2) UU 23/2014
[3] Penjelasan Pasal 78 ayat (2) huruf b UU 23/2014