Mohon info bagaimana prosedur cerai bagi istri yang bersuamikan anggota militer? Apakah bisa diproses di pengadilan non-militer? Sang istri dari kalangan sipil. Alasan cerainya karena suami sering melakukan KDRT dan sudah bertahun-tahun menelantarkan istri beserta dua anak yang masih kecil. Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Pada dasarnya, prosedur perkawinan dan perceraian bagi anggota militer/Tentara Nasional Indonesia (“TNI”) adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (lihat Pasal 63 ayat [1] UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia). Sehingga, apabila pasangan tersebut beragama Islam, maka permohonan cerai dimohonkankepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon, dalam hal ini suami (lihat Pasal 66 ayat [2] UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).Sedangkan, apabila Anda beragama selain Islam, gugatan cerai diajukan ke Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat. Lebih jauh mengenai proses perceraian simak Bagaimana Mengurus Perceraian Tanpa Advokat?.
Untuk dapat melakukan perceraian, harus ada cukup alasan bahwa suami isteri tidak lagi dapat hidup rukun sebagai suami isteri (lihat Pasal 39UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan- “UUP”). Menurut penjelasan Pasal 39 ayat (2) UUP, alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar perceraian adalah:
a.Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
b.Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
c.Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d.Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
e.Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f.Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.
Selain alasan-alasan tersebut di atas, khusus bagi Pegawai (Pegawai Negeri Sipil/PNS dan anggota TNI) yang hendak bercerai, sebenarnya harus mendapat izin dariPejabat yang berwenang (lihat Pasal 9 ayat [1] Peraturan Menteri PertahananNo. 23 Tahun 2008tentang Perkawinan, Perceraian dan RujukBagi Pegawai di Lingkungan Departemen Pertahanan– “Permenhan 23/2008”). Kewenangan pemberian izin perceraian bagi Pegawai di lingkungan Departemen Pertahanan menurut Pasal 16 Permenhan 23/2008 adalah sebagai berikut:
(1)Presiden untuk Pejabat Menteri Pertahanan.
(2)Menteri Pertahanan untuk Pejabat :
a.Pejabat Eselon I dan II PNS di lingkungan Departemen Pertahanan; dan
b.PNS Golongan Ruang IV/d sampai dengan IV/e di lingkungan
(3)Departemen Pertahanan.
(4)Panglima TNI untuk Pejabat Perwira Tinggi yang bertugas di lingkungan Departemen Pertahanan.
(5)Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan untuk Pejabat :
a.Pejabat Eselon III dan IV PNS di lingkungan Departemen Pertahanan;
b.Prajurit TNI berpangkat Letnan Kolonel dan Mayor yang bertugas di lingkungan Departemen Pertahanan; dan
c.PNS Golongan Ruang IV/a sampai dengan IV/c di lingkungan Departemen Pertahanan.
(6)Kepala Staf Umum TNI untuk Pejabat Perwira menengah berpangkat Kolonel di lingkungan Departemen Pertahanan.
(7)Ka Satker/Sub Satker Dephan untuk :
a.PNS Golongan Ruang III/d ke bawah di lingkungan Departemen Pertahanan; dan
b.Prajurit TNI berpangkat Kapten ke bawah yang bertugas di lingkungan Departemen Pertahanan.
Namun, dalam hal istri warga sipil yang ingin mengajukan gugatan perceraian, maka gugatan perceraian terhadap suami disampaikan langsung ke Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama (lihat Pasal 14 ayat [1] Permenhan 23/2008). Dan suaminya sebagai anggota TNI wajib menyampaikan kepada Pejabat yang berwenang perihal adanya gugatan cerai yang diajukan terhadapnya (lihat Pasal 14 ayat [2] Permenhan 23/2008). Selanjutnya, dalam Pasal 14 ayat (3) Permenhan 23/2008 dinyatakan bahwa dalam hal Pegawai digugat melalui pengadilan, atasan yang berwenang wajib memberikan pembelaan.
Jadi, sang istri dapat menggugat cerai suaminya yang berstatus anggota TNI melalui Pengadilan Agama/Pengadilan Negeri dengan alasan telah melakukan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan menelantarkan istri dan anak-anaknya selama bertahun-tahun. Namun, perceraian sebaiknya menjadi upaya terakhir karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (lihat Pasal 1 UUP).
Sekedar untuk referensi Anda, simak pula beberapa artikel terkait KDRT di bawah ini: