KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Fungsi Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator Kepailitan

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Fungsi Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator Kepailitan

Fungsi Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator Kepailitan
Haris Satiadi, S.H.Haris Satiadi & Partners
Haris Satiadi & Partners
Bacaan 10 Menit
Fungsi Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator Kepailitan

PERTANYAAN

Apakah BHP berwenang untuk menarik kembali harta pailit yang sudah dipindahtangankan oleh debitur pailit? Jika iya, bagaimana cara penarikan tersebut apakah seperti cara eksekusi dalam acara perdata? Jika bukan wewenang BHP, lantas apa kewenangan BHP dalam kepailitan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam UU 37/2004 dikenal upaya menarik kembali harta pailit yang sudah dipindahtangankan oleh debitur pailit, dengan dasar perbuatan tersebut merugikan kepentingan para kreditur, upaya tersebut dinamakan “actio pauliana”.

    Dalam hal kepailitan, Balai Harta Peninggalan bertindak sebagai kurator, dan dikarenakan actio pauliana diajukan oleh kurator ke pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator memiliki hak untuk menarik kembali harta pailit yang sudah dipindahtangankan oleh debitur pailit (actio pauliana).

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Balai Harta Peninggalan

    Pengaturan terbaru terkait Balai Harta Peninggalan diatur dalam Permenkumham 7/2021. Balai Harta Peninggalan mempunyai tugas mewakili dan melaksanakan pengurusan kepentingan subjek hukum dalam rangka menjalankan putusan dan/atau penetapan pengadilan atau kepentingan demi hukum di bidang harta peninggalan dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Bisakah Rencana Perdamaian Diajukan Kedua Kalinya?

    Bisakah Rencana Perdamaian Diajukan Kedua Kalinya?

    Dalam melaksanakan tugasnya, Balai Harta Peninggalan menyelenggarakan fungsi:[2]

    1. pengurusan dan penyelesaian masalah perwalian, pengampuan, harta kekayaan yang pemiliknya dinyatakan tidak hadir (afwezigheid), dan harta peninggalan yang tidak terurus (onbeheerde nalatenschap);
    2. pendaftaran wasiat terdaftar, pembukaan dan pembacaan surat wasiat rahasia/tertutup;
    3. pembuatan surat keterangan hak waris;
    4. bertindak selaku kurator dalam pengurusan, pemberesan dan pelaksanaan likuidasi perseroan terbatas dalam masalah kepailitan;
    5. penyelesaian penatausahaan uang pihak ketiga;
    6. penyusunan rencana program, anggaran, fasilitasi reformasi birokrasi, pengelolaan teknologi informasi dan hubungan masyarakat, urusan tata usaha dan kepegawaian, pengelolaan urusan keuangan, barang milik negara dan rumah tangga serta evaluasi dan pelaporan Balai Harta Peninggalan; dan
    7. tugas lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Balai Harta Peninggalan Adalah Kurator

    Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada Pasal 3 huruf d Permenkumham 7/2021 yang menyatakan Balai Harta Peninggalan menjalankan fungsi bertindak selaku kurator dalam pengurusan, pemberesan dan pelaksanaan likuidasi perseroan terbatas dalam masalah kepailitan adalah sejalan dengan UU 37/2004.

    Adapun Pasal 1 angka 5 UU 37/2004 yang selengkapnya berbunyi:

    Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini.

    Dikarenakan Balai Harta Peninggalan adalah kurator, maka seluruh kewenangan kurator yang diatur dalam UU 37/2004 juga merupakan kewenangan dari Balai Harta Peninggalan.

     

    Siapa Berwenang Menarik Kembali Harta Pailit yang Dipindahtangankan Debitur Pailit?

    Dalam UU 37/2004 dikenal upaya menarik kembali harta pailit yang sudah dipindahtangankan oleh debitur pailit, dengan dasar perbuatan tersebut merugikan kepentingan para kreditur, upaya tersebut dinamakan “actio pauliana”.

    Bagaimana pengaturan actio pauliana dalam UU 37/2004?

    1. Pembatalan segala perbuatan hukum debitur apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.[3]
    2. Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditur dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan, yaitu berupa:[4]
    1. perjanjian di mana kewajiban debitur jauh melebihi kewajiban pihak dengan siapa perjanjian tersebut dibuat;
    2. pembayaran atas, atau pemberian jaminan untuk utang yang belum jatuh tempo dan/atau belum atau tidak dapat ditagih;
    3. dilakukan oleh debitur perorangan, dengan atau untuk kepentingan:
      1. suami atau istrinya, atau keluarganya sampai derajat ketiga;
      2. suatu badan hukum di mana debitur atau suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga adalah anggota direksi atau pengurus atau apabila pihak tersebut baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum tersebut lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.
    4. dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk kepentingan:
      1. anggota direksi atau pengurus dari debitur, suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut;
      2. perorangan, baik sendiri atau bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut;
      3. perorangan yang suami atau istri, anak angkat, atau keluarganya sampai derajat ketiga, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan pada debitur lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut.
    5. Dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau untuk kepentingan badan hukum lainnya, apabila:
      1. perorangan anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang sama;
      2. suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan anggota direksi atau pengurus debitur yang juga merupakan anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;
      3. perorangan anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada debitur, atau suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, baik sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50% dari modal disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya;
      4. debitur adalah anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;
      5. badan hukum yang sama, atau perorangan yang sama baik bersama, atau tidak dengan suami atau istrinya, dan atau para anak angkatnya dan keluarganya sampai derajat ketiga ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kedua badan hukum tersebut paling kurang sebesar 50% dari modal yang disetor;
    6. dilakukan oleh debitur yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain dalam satu grup dimana debitur adalah anggotanya.
    7. ketentuan dalam huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f berlaku mutatis mutandis dalam hal dilakukan oleh debitur dengan atau untuk kepentingan:
      1. anggota pengurus dari suatu badan hukum, suami atau istri, anak angkat atau keluarga sampai derajat ketiga dari anggota pengurus tersebut;
      2. perorangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga yang ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam pengendalian badan hukum tersebut.
    1. Apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat pemberian hibah dilakukan debitur mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur.[5]
    2. Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitur dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah tersebut merugikan kreditur, apabila hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.[6]
    3. Pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara debitur dan kreditur dengan maksud menguntungkan kreditur tersebut melebihi kreditur lainnya.[7]
    4. Apabila dapat dibuktikan bahwa penerbitan surat atas tunjuk yang karena hubungan hukum dengan pemegang terdahulu wajib menerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan atau penerbitan surat tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara debitur dan pemegang pertama, maka orang yang mendapat keuntungan sebagai akibat diterbitkannya surat atas unjuk wajib mengembalikan kepada harta pailit jumlah uang yang telah dibayar oleh debitur.[8]

     

    Actio Pauliana dalam Gugatan Lain-Lain

    Tuntutan hak berdasarkan Pasal 41 sampai dengan pasal 46 UU 37/2004 sebagaimana telah kami sebutkan satu per satu sebelumnya, diajukan oleh kurator ke pengadilan.[9] Patut Anda ketahui, actio pauliana masuk dalam katagori “hal lain-lain”, yang berkaitan dengan UU 37/2004 dan diputuskan oleh Pengadilan Niaga dengan hukum acara perdata yang berlaku bagi perkara permohonan pernyataan pailit.[10]

    Baca juga: Mengenal Gugatan Lain-lain dalam Kepailitan

    Dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas, maka Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator memiliki hak untuk menarik kembali harta pailit yang sudah dipindahtangankan oleh debitur pailit (actio pauliana) sesuai dengan ketentuan dalam UU 37/2004.

    Sebagai contoh, Yurisprudensi MA Nomor 018 PK/PDT.Sus/2007 menyebutkan Balai Harta Peninggalan Semarang menjadi Penggugat selaku Kurator dalam gugatan actio pauliana atas pengajuan pembatalan terhadap perjanjian jual beli antara debitur pailit dengan Tergugat I.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
    2. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan.

     

    Putusan:

    Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 018 PK/PDT.Sus/2007.

     


    [1] Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan (“Permenkumham No. 7/2021”)

    [2] Pasal 3 Permenkumham 7/2021

    [3] Pasal 41 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU 37/2004”)

    [4] Pasal 42 UU 37/2004

    [5] Pasal 43 UU 37/2004

    [6] Pasal 44 UU 37/2004

    [7] Pasal 45 UU 37/2004

    [8] Pasal 46 UU 37/2004

    [9] Pasal 47 UU 37/2004

    [10] Pasal 3 ayat (1) dan penjelasannya UU 37/2004

    Tags

    kepailitan
    kurator

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!