Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bedanya Asuransi Syariah dengan Konvensional

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Bedanya Asuransi Syariah dengan Konvensional

Bedanya Asuransi Syariah dengan Konvensional
Dr. Zahry Vandawati Chumaida, S.H., M.H.Pusat Kajian Syariah FH Unair
Pusat Kajian Syariah FH Unair
Bacaan 10 Menit
Bedanya Asuransi Syariah dengan Konvensional

PERTANYAAN

Apa perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi pada umumnya? Bukankah di keduanya uang kita tetap tidak bisa kembali jika kita tidak bisa mengajukan klaim?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Baik asuransi konvensional maupun syariah, keduanya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
     
    Pada intinya, salah satu hal utama yang membedakan antara asuransi konvensional dan syariah adalah bahwa asuransi konvensional menggunakan prinsip transfer of risk (pengalihan risiko) sedangkan asuransi syariah menggunakan prinsip sharing of risk (saling menanggung risiko).

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebelumnya perlu dipahami terlebih dahulu pengertian asuransi yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (“UU Perasuransian”). Berdasarkan pasal tersebut asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
    1. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
    2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
     
    Adapun asuransi syariah menurut Pasal 1 angka 2 UU Perasuransian adalah kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara:
    1. memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
    2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
     
    Sedangkan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah (“Fatwa DSN-MUI 21/2001”) asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu menggunakan akad yang sesuai dengan syariah.[1]
     
    Yang dimaksud dengan akad tabarru adalah akad yang dilakukan dalam bentuk  hibah  dengan  tujuan  kebajikan  dan  tolong  menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.[2]
     
    Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, diolah dari berbagai sumber hukum, berikut ini kami rangkum perbedaan antara asuransi biasa (konvensional) dengan asuransi syariah:

    Berdasarkan penjelasan di atas, pada intinya salah satu hal utama yang membedakan antara asuransi konvensional dan syariah adalah bahwa asuransi konvensional menggunakan prinsip transfer of risk (pengalihan risiko) sedangkan asuransi syariah menggunakan prinsip sharing of risk (saling menanggung risiko).
     
    Selanjutnya, berakitan dengan pernyataan Anda tentang tidak bisa kembalinya uang premi yang dibayarkan jika tidak mengajukan klaim, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa dalam praktik dikenal 3 penggolongan asuransi, yaitu:
    1. Asuransi sejumlah uang seperti asuransi jiwa;
    2. Asuransi kerugian, contohnya asuransi pengangkutan, asuransi kendaraan bermotor, dan asuransi kebakaran; dan
    3. Asuransi sosial/asuransi wajib, contohnya asuransi Jasa Raharja, asuransi BPJS Kesehatan dan asuransi BPJS Ketenagakerjaan.
     
    Yang Anda tanyakan terkait uang yang tidak kembali apabila tidak mengajukan klaim, hal tersebut adalah pemahaman dalam asuransi kerugian. Pada asuransi kerugian, untuk asuransi kendaran bermotor misalnya, apabila Anda mengasuransikan mobil Anda secara All Risk dengan premi pertahunnya misal Rp5 juta, dan selama masa tenggang asuransi tersebut tidak terjadi kecelakaan terhadap mobil Anda, maka premi yang Anda bayarkan memang tidak bisa diambil kembali. Namun Anda selama mengendarai mobil tersebut aman dan nyaman karena merasa terproteksi (terlindungi) dengan adanya asuransi All Risk yang Anda sudah bayar kepada perusahaan asuransi.
     
    Perlu diketahui, untuk asuransi kendaraan bermotor ada 2 macam, yaitu All Risk dan Total Loss. Asuransi All Risk memproteksi kendaran Anda walaupun hanya lecet atau tergores karena tabrakan, biaya perbaikan akan ditanggung oleh perusahaan asuransi dan akan diperbaiki di bengkel rekanan perusahaan asuransi. Namun, apabila Anda mengambil asuransi kendaraan bermotor dengan jenis Total Loss, maka perusahaan asuransi hanya akan memproteksi/melindungi kendaraan Anda terhadap rusaknya atau musnahnya mobil Anda akibat suatu peristiwa yang mengakibatkan kendaraan Anda hancur tidak berbentuk lagi. Jadi, apabila hanya tergores atau lecet maka tidak akan diganti.
     
    Asuransi All Risk memang lebih mahal karena memproteksi secara keseluruhan baik rusak karena tabrakan maupun lecet terhadap cat mobil. Tidak kembalinya uang Anda apabila Anda tidak mengajukan klaim, hal tersebut berkaitan dengan proteksi yang Anda dapatkan  di mana Anda merasa aman dalam mengendarai kendaraan tanpa takut terjadi risiko terhadap kendaraan Anda selama masa tenggang asuransi. Jadi, pembayaran premi tersebut adalah untuk proteksi yang diberikan pihak perusahaan asuransi kepada mobil Anda.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
     
    Referensi:
    1. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah;
     

    [1] Diktum Pertama angka 1 Fatwa DSN-MUI 21/2001
    [2] Diktum Kedua angka 1 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah

    Tags

    jasa keuangan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!