Apa saja perbedaan dalam hal membuktikan praktik kartel dan praktik monopoli, secara khusus dalam lingkup circumstantial evidence atau bukti tidak langsung? Bagaimana seharusnya dua perbuatan tersebut dibuktikan melalui bukti tidak langsung?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Bukti tidak langsung biasanya digunakan dalam pembuktian praktik kartel walaupun sangat mungkin juga digunakan dalam pembuktian praktik monopoli.
Terdapat 2 bentuk bukti tidak langsung, yaitu bukti komunikasi dan bukti ekonomi.Bukti komunikasi antara lain terdiri dari rekaman pembicaraan telepon antar pelaku usaha pesaing, catatan perjalanan ke tempat tujuan yang sama, keikutsertaan dalam pertemuan tertentu, beritaacara, catatan pertemuan, dan dokumen internal yang menunjukkan pembahasan tentangharga, permintaan, atau penggunaan kapasitas.
Sementara bukti ekonomi terdiri dari 2 bentuk, yaitu structural evidence (bukti struktural) dan conduct evidence (bukti perilaku). Bagaimana penjelasan dari bukti masing-masing?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Pembuktian terhadap pelanggaran Pasal 17 ayat (1) UU 5/1999pada hakikatnya adalah pembuktian posisi dan praktik monopoli.[4]KPPU terlebihdahulu membuktikan bahwa sebuah perusahaan memiliki posisi monopoli dengan pendekatan yang digunakan adalah rule of reason. Sebagaimana diketahui terdapat 2 pendekatan dalam penerapan ketentuan hukum persaingan usaha, yaitu per se illegal dan rule of reason.
Per se illegalmerupakan pendekatan di mana suatuperbuatan itu dengan sendirinya telah melanggarketentuan yang diatur jika perbuatan itu telahmemenuhi rumusan dari undang-undang tanpaalasan pembenaran dan tanpa perlu melihat akibatdari tindakan yang dilakukan.[5]Contoh per se illegal adalah penetapan harga dalam Pasal 5 UU 5/1999.
Sedangkan rule of reasonmerupakan pendekatan yang menentukan meskipun suatuperbuatan telah memenuhi rumusan undang-undang namun jika ada alasan objektif yang dapatmembenarkan perbuatan tersebut, maka perbuatanitu bukan merupakan suatu pelanggaran, artinya penerapan hukumnya tergantung pada akibatyang ditimbulkan.[6]
Ketentuan rule of reason dalam UU 5/1999 biasanya ditandai dengan adanya klausula “yang dapat mengakibatkan” dan/atau “patut diduga” dalam bunyi pasal tersebut. Misalnya Pasal 17 ayat (2) UU 5/1999 menyebutkan klausula pelaku usaha patut diduga atau dianggap, sehingga termasuk ketentuan rule of reason.
Meskipun perusahaan terbukti memiliki posisi monopoli, perusahaantersebut belum dapat dipersalahkan telah melakukan pelanggaran Pasal 17. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:[7]
Pendefinisian pasar bersangkutan;
Pembuktian adanya posisi monopoli di pasar bersangkutan;
Identifikasi praktik monopoli yang dilakukan pelaku usaha yang memiliki posisi monopoli; dan
Identifikasi dan pembuktian dampak negatif dan pihak yang terdampak dari praktikmonopoli tersebut.
Bentuk Bukti Tidak Langsung
Bukti tidak langsung biasanya digunakan dalam pembuktian praktik kartel walaupun sangat mungkin juga digunakan dalam pembuktian praktik monopoli. Organisation for Economic Cooperation dan Development (OECD) dalam Prosecuting Cartels without Direct Evidence of Agreement menyatakan selain bukti langsung, pembuktian kartel dapat menggunakan bukti tidak langsung. Terdapat 2 bentuk bukti tidak langsung, yaitu bukti komunikasi dan bukti ekonomi.
Bukti komunikasi antara lain terdiri dari rekaman pembicaraan telepon (namun tidak menggambarkan isi pembicaraan) antar pelaku usaha pesaing, catatan perjalanan ke tempat tujuan yang sama, keikutsertaan dalam pertemuan tertentu seperti konferensi dagang, beritaacara atau catatan pertemuan yang menunjukkan pembahasan tentangharga, permintaan, atau penggunaan kapasitas, dokumen internal perusahaan yang menunjukan pengetahuan atau pemahaman tentang strategi penetapan harga oleh pelaku usaha pesaing sepertipengetahuan tentang peningkatan harga oleh pelaku usaha pesaing di kemudian hari.
Bukti ekonomi terdiri dari 2 bentuk, yaitu structural evidence (bukti struktural) dan conduct evidence (bukti perilaku). Bukti structural adalah seperti konsentrasi pasar yang tinggi,rendahnya konsentrasi pasar sebaliknya, tingginya hambatan masuk pasar, homogenitasproduk menunjukan apakah struktur pasar memungkinkan untukpembentukan suatukartel. Sementara bukti perilaku adalah seperti peningkatan harga yang paralel, dan pola penawaran yang mencurigakan yang menunjukan apakah pesaing di pasarberperilaku tidak bersaing.[8]
Adapun Pasal 42 UU 5/1999 mengatur tentang alat bukti, yaitu:
keterangan saksi;
keterangan ahli;
surat dan/atau dokumen;
petunjuk; dan
keterangan pelaku usaha.
Namun karena kartel biasanya dibentuk dan dilakukan secara rahasia, pembuktiannya menimbulkan permasalahan karena sulit untuk menemukan adanya perjanjian tertulis maupun dokumen lain yang secara eksplisit berisi kesepakatan mengenai harga, wilayah pemasaran, maupun produksi atas barang dan/atau jasa di antara pelaku usaha.
Oleh karena itu, dalam praktiknya KPPU untuk membuktikan terjadinya kartel menggunakan bukti tidak langsung (indirect evidence). Syarat penggunaanindirect evidenceadalah terdapat kesesuaian antarabukti-bukti yang disebut sehingga kesesuaianantara bukti-bukti tersebut membentuk hanyasatu alat bukti yaitu menjadi bukti petunjuk.[9]
Sebagai contoh, dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 08/KPPU-I/2014 Tahun 2014, KPPU menggunakan bukti ekonomi yaitu menggunakanmetode deteksi kartel Harrington yang merupakan metode analisis hubunganerror atau residual regresi antarperusahaan dari hasil estimasi datapanel untuk mendeteksi kartel.[10]
Putusan KPPU yang menggunakan indirect evidence ini kemudian dikuatkan oleh Mahkamah Agung ketika banding dan kasisi di peradilan umum berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 221 K/PDT.SUS-KPPU/2016, dengan pertimbangan dalam praktikdi dunia bisnis kesepakatan mengenai harga,produksi, wilayah (kartel) maupun kesepakatananti persaingan sehat lainnya sering dilakukansecara tidak terang (tacit) sehingga dalam hukumpersaingan usaha bukti-bukti yang bersifat tidaklangsung (indirect/circumstantial evidence),diterima sebagai bukti yang sah sepanjang bukti itu cukup dan logis,serta tidak ada bukti lain yang lebih kuat yangdapat melemahkan bukti-bukti yang bersifat tidaklangsung tersebut.[11]
Andi Fahmi Lubis, dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks.KPPU, Edisi Kedua, 2017;
Organisation for Economic Cooperation dan Development (OECD).Prosecuting Cartels without Direct Evidence of Agreement, 2009;
Udin Silalahi. Indirect Evidence dalam Hukum Persaingan Usaha. Jurnal Hukum Bisnis, 2013;
Udin Silalahi dan Isabella Cynthia Edgina. Pembuktian Perkara Kartel di Indonesia dengan Menggunakan Bukti Tidak Langsung(Indirect Evidence). Jurnal Yudisial, Vol. 10 No. 3 Desember, 2017.
[4] Andi Fahmi Lubis, dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks.KPPU, Edisi Kedua, 2017, hal. 144
[5]Udin Silalahi dan Isabella Cynthia Edgina. Pembuktian Perkara Kartel di Indonesia dengan Menggunakan Bukti Tidak Langsung(Indirect Evidence). Jurnal Yudisial, Vol. 10 No. 3 Desember, 2017, hal. 316
[6]Udin Silalahi dan Isabella Cynthia Edgina. Pembuktian Perkara Kartel di Indonesia dengan Menggunakan Bukti Tidak Langsung(Indirect Evidence). Jurnal Yudisial, Vol. 10 No. 3 Desember, 2017, hal. 316
[7] Andi Fahmi Lubis, dkk. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks.KPPU, Edisi Kedua, 2017, hal. 144
[8]Udin Silalahi.Indirect Evidence dalam HukumPersaingan Usaha. Jurnal Hukum Bisnis, 2013, hal. 382 -383
[9]Udin Silalahi dan Isabella Cynthia Edgina. Pembuktian Perkara Kartel di Indonesia dengan Menggunakan Bukti Tidak Langsung(Indirect Evidence). Jurnal Yudisial, Vol. 10 No. 3 Desember, 2017, hal. 327
[10]Udin Silalahi dan Isabella Cynthia Edgina. Pembuktian Perkara Kartel di Indonesia dengan Menggunakan Bukti Tidak Langsung(Indirect Evidence). Jurnal Yudisial, Vol. 10 No. 3 Desember, 2017, hal. 326
[11]Udin Silalahi dan Isabella Cynthia Edgina. Pembuktian Perkara Kartel di Indonesia dengan Menggunakan Bukti Tidak Langsung(Indirect Evidence). Jurnal Yudisial, Vol. 10 No. 3 Desember, 2017, hal. 327