Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Dapatkah Konsumen Video Call Sex Dipidana? yang dipublikasikan pertama kali pada 13 Mei 2020, yang dimutakhirkan pertama kali pada 29 Juli 2021, kemudian dimutakhirkan kedua kali pada 13 Desember 2021.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
klinik Terkait:
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelumnya perlu Anda pahami, apa itu VCS? VCS adalah singkatan dari video call sex. Kekhawatiran Anda atas kemungkinan turut dijerat pidana, karena menggunakan layanan VCS, perlu ditinjau berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait.
Larangan dalam UU Pornografi
Setelah mengetahui akronim dari apa itu VCS, mari kenali tinjauannya berdasarkan UU Pornografi.
Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi menerangkan larangan bagi setiap orang untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
- persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
- kekerasan seksual;
- masturbasi atau onani;
- ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
- alat kelamin; atau
- pornografi anak.
Adapun yang dimaksud dengan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.[1]
berita Terkait:
Apabila dilanggar, pelakunya dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar.[2]
Namun demikian, pasal ini tidak berlaku apabila "membuat untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri”.[3]
Selain itu, setiap orang juga dilarang menyediakan jasa pornografi yang:[4]
- menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
- menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
- mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
- menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.
Jika dilakukan, pelakunya dapat dipidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp3 miliar.[5]
Apakah VCS Bisa Dipenjara?
Terkait dapat tidaknya Anda selaku konsumen VCS dijerat dengan UU Pornografi, kami merujuk artikel Sebar Video dan Gambar Pornografi ke Internet, Ini Sanksinya.
Dalam hal pria dan wanita saling memberikan persetujuan untuk perekaman video seksual mereka dan foto serta video tersebut hanya digunakan untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud dalam pengecualian yang dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, maka tindakan pembuatan dan penyimpanan yang dimaksud tidak termasuk dalam ruang lingkup “membuat” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU Pornografi.
Dengan demikian, menurut hemat kami, konsumen VCS tidak dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi. Namun demikian, penyedia jasa VCS dapat dijerat dengan Pasal 4 ayat (2) UU Pornografi atas penyediaan jasa yang mengandung unsur pornografi.
Pandangan UU ITE atas Konsumen VCS
Kedua, kasus ini bisa ditinjau dari UU ITE sebagaimana diubah dengan UU 19/2016.
Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 mengatur bahwa:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar rupiah.
Yang dimaksud dengan “mentransmisikan” adalah mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui sistem elektronik.[6]
Untuk memahami makna pasal tersebut, menurut Lampiran SKB UU ITE, konten melanggar kesusilaan tersebut ditransmisikan, didistribusikan, atau disebarkan dengan cara pengiriman tunggal ke orang perseorangan maupun kepada banyak orang (dibagikan, diunggahm disiarkan, atau di-posting).
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa jika ditinjau berdasarkan UU ITE, transmisi konten melanggar kesusilaan yang ditujukan kepada satu orang saja sudah memenuhi unsur pelanggaran terhadap Pasal 27 ayat (1) UU ITE.
VCS sebagai Komunikasi Dua Arah
Selain itu, harus diingat bahwa VCS adalah layanan video call yang merupakan komunikasi dua arah. Virpi Oksman dalam artikel Mobile Video: Between Personal, Community and Mass Media dalam buku After the Mobile Phone?: Social Changes and the Development of Mobile Communication (hal. 106) menguraikan bahwa:
Video call is more engaging activity than voice call, partly because it does not allow so much for simultaneous ‘parallel activities’ … The tester estimated video calls to be perfect product also for relationship communication.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam VCS telah terjadi komunikasi dua arah antara Anda dan penyedia jasa VCS. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa dalam layanan VCS transmisinya melibatkan kedua belah pihak, baik penyedia jasa VCS maupun penyedia jasa VCS sebagai penerimanya.
Kami mencontohkan kasus dalam Putusan PN Barru Nomor 74/Pid.Sus/2020/PN Bar, di mana terdakwa mengajak seorang anak perempuan melakukan VCS dengan cara sama-sama telanjang sambil video (hal. 24). Dengan demikian, menurut hemat kami, pengguna jasa VCS berpotensi dipidana berdasarkan UU ITE dan perubahannya.
Kemudian, menjawab pertanyaan Anda soal pelaporan, kami sampaikan bahwa meskipun Anda belum menggunakan jasa VCS yang dimaksud (karena ditipu oleh penyedia jasa), Anda tetap dapat dipidana atas tindak pidana percobaan. Tindak pidana percobaan ini diatur dalam KUHP yang masih berlaku saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang akan berlaku pada 2026 mendatang. Adapun ketentuannya sebagai berikut.
Pasal 53 KUHP | Pasal 17 UU 1/2023 |
Pasal 53 ayat (1) KUHP Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
| Pasal 17 ayat (1) UU 1/2023 Percobaan melakukan Tindak Pidana terjadi jika niat pelaku telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan dari Tindak Pidana yang dituju, tetapi pelaksanaannya tidak selesai, tidak mencapai hasil, atau tidak menimbulkan akibat yang dilarang, bukan karena semata-mata atas kehendaknya sendiri. |
Pasal 53 ayat (2) KUHP Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
| Pasal 17 ayat (3) UU 1/2023 Pidana untuk percobaan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan. |
Misalnya, Anda dengan niat menggunakan jasa VCS, mentransfer sejumlah uang untuk membayar jasa tersebut, namun ternyata penyedia jasa tidak kunjung menghubungi Anda atau Anda tidak dapat menghubunginya pada waktu jasa VCS yang telah ditentukan.
Maka, dalam rangkaian perbuatan itu, Anda telah memiliki niat untuk melakukan perbuatan yang diancam pidana, dan sudah pula memulai perbuatan itu dengan mentransfer uang dan perbuatan persiapan lainnya untuk menggunakan jasa VCS, namun perbuatan itu tidak selesai, karena terhalang penyedia jasa VCS yang ingkar atau bohong.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban kami terkait permasalahan VCS dan potensi pidananya, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Putusan:
Putusan Pengadilan Negeri Barru Nomor 74/Pid.Sus/2020/PN Bar.
Referensi:
Virpi Oksman. Mobile Video: Between Personal, Community and Mass Mediadalam buku Maren Hartmann (Eds.). After the Mobile Phone?: Social Changes and the Development of Mobile Communication. Berlin: Frank & Timme GmbH, 2008.