Di perusahaan di mana saya bekerja terdapat 2 orang sakit jiwa kambuhan. Bagaimana cara PHK kedua orang itu menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan. Sulitnya yang kami hadapi adalah penyakit tersebut kadang datang kadang sehat, sehingga untuk memenuhi ketentuan 12 bulan secara terus-menerus tidak terpenuhi. Mohon sarannya. Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya setiap perusahaan dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK secara sepihak kepada pekerja tanpa adanya alasan PHK yang jelas sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Salah satu alasan PHK yang dibenarkan adalah karena pekerja sakit berkepanjangan, termasuk sakit jiwa atau gangguan mental. Namun demikian, untuk melakukan PHK terhadap pekerja yang sakit berkepanjangan terdapat ketentuan yang harus dipatuhi. Bagaimana aturannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul PHK Pekerja Sakit Jiwa yang dibuat oleh Umar Kasim, dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 23 Juni 2010.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Alasan PHK bagi Pekerja yang Sakit
Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pada dasarnya setiap perusahaan dilarang melakukan PHK secara sepihak kepada pekerja tanpa adanya alasan PHK yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerjayang telah disahkan menjadi undang-undang pada 21 Maret 2023 yang memuat baru Pasal 154 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Terkait dengan pertanyaan Anda, terdapat salah satu alasan PHK yang dibenarkan menurut undang-undang yaitu pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.[2]
Bagaimana dengan pekerja yang mengalami sakit gangguan jiwa yang kadang muncul kemudian kadang sehat kembali, namun penyakit tersebut tidak terjadi sampai 12 bulan secara berturut-turut atau terus menerus?
Menurut Pasal Pasal 81 angka 43Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 153 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja dengan alasan berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
Dari penjelasan isi pasal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK pekerja dengan alasan sakit selama tidak melampaui waktu selama 12 bulan secara terus menerus.
Lantas, apakah sakit jiwa kambuhan termasuk dalam kategori sakit berkepanjangan yang menjadi alasan larangan melakukan PHK terhadap pekerja/buruh? Dikutip dari artikel Definisi Mental Illness (Gangguan Mental) yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan mendefinisikan mental illness (mental disorder) atau gangguan mental/jiwa, adalah kondisi kesehatan yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau kombinasi diantaranya. Kondisi ini dapat terjadi sesekali atau berlangsung dalam waktu yang lama (kronis). Gangguan kesehatan mental termasuk penyakit yang dapat diobati.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka sakit jiwa atau gangguan mental termasuk dalam kondisi kesehatan atau suatu penyakit. Sehingga, kondisi tersebut termasuk dalam kategori sakit yang dimaksud di dalam Perppu Cipta Kerja yang mengubah UU Ketenagakerjaan sebagaimana disebutkan di atas.
Apabila pengusaha tetap melakukan PHK karena alasan sakit jiwa kambuhan namun tidak melampaui waktu 12 bulan secara terus menerus, PHK batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.[3]
Namun jika pekerja yang bersangkutan sakit jiwa namun tidak dapat memberikan surat/keterangan sakit dari dokter, maka perusahaan dapat melakukan PHK kepada pekerja dengan kategori mangkir. Selengkapnya dapat Anda baca dalam artikel Bisakah Pekerja Di-PHK karena Sakit Tanpa Surat Dokter?
Hak-hak Pekerja yang Sakit Jiwa Kambuhan
Pekerja yang sakit, termasuk sakit jiwa (gangguan mental) pada dasarnya tetap berhak atas upah.[4] Adapun ketentuan upah terhadap pekerja yang sakit berkepanjangan diatur secara berjenjang yaitu:[5]
untuk 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah;
untuk 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah;
untuk 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah; dan
untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum PHK dilakukan oleh pengusaha.
Namun demikian, jika pekerja tersebut di-PHK karena alasan sakit berkepanjangan dan setelah melampaui batas 12 bulan, maka ia berhak atas pesangon PHK 2 kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan, dan uang pengganti hak.[6]
Kesimpulannya, pengusaha atau perusahaan tidak dapat melakukan PHK karena alasan pekerja sakit jiwa dan sering kambuh jika pekerja tersebut memberikan surat keterangan dokter serta tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus. Alasan PHK terhadap pekerja yang sakit berkepanjangan yang dibenarkan undang-undang adalah jika pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas waktu 12 bulan.
Dalam pertanyaan Anda disebutkan bahwa alasan 12 bulan terus menerus tidak dapat dipenuhi, sehingga PHK terhadap pekerja yang sakit jiwa tidak dapat dibenarkan. Jika pengusaha tetap melakukan PHK, maka keputusan PHK tersebut batal demi hukum.
Demikian jawaban dari kami tentang PHK pekerja yang sakit jiwa, semoga bermanfaat.