Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Rekaman Suara sebagai Alat Bukti
Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan lebih dulu mengenai keabsahan rekaman suara sebagai alat bukti. Patut dipahami bahwa dalam artikel
Perbedaan Menyadap dan Merekam diterangkan bahwa tindakan merekam bukan berarti tindakan menyadap.
Dalam artikel
Bolehkah Merekam Suatu Peristiwa Secara Sembunyi-Sembunyi?, dijelaskan bahwa realita atau kejadian nyata berupa suara atau kejadian yang direkam dalam satu
tape recorder atau kamera bukanlah data elektronik, informasi elektronik, dan bukan pula dokumen elektronik, sehingga tidak melanggar Pasal 31 ayat (2) UU 19/2016.
sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Ketentuan tersebut merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
[1] Maka, perekaman suara terhadap kejadian nyata secara langsung bukan termasuk penyadapan dan dapat dijadikan alat bukti yang sah.
keterangan saksi;
keterangan ahli;
surat;
petunjuk;
keterangan terdakwa.
Keterangan saksi, sebelumnya, hanya terbatas pada orang yang mendengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri, sehingga dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana.
[2]
Akan tetapi setelah dikeluarkannya
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 (hal. 92), pengertian saksi telah diperluas menjadi orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah diperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
[3]
Berdasarkan uraian di atas, setidak-tidaknya, terlepas dari tindak pidana yang dilakukan, pada dasarnya rekaman gosip yang Anda maksud dapat dijadikan alat bukti berupa petunjuk dan D dapat dijadikan saksi, sehingga terdapat dua alat bukti untuk membuktikan suatu tindak pidana.
Perbuatan A dan B Termasuk Penghinaan Ringan?
Sementara itu, yang dimaksud dengan pencemaran nama baik, salah satunya, dikenal sebagai penghinaan yang
diatur dalam Bab XVI tentang Penghinaan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ("KUHP") yang termuat dalam Pasal 310 KUHP sampai dengan Pasal 321 KUHP.
Merujuk pada kronologis yang Anda ceritakan, Pasal 315 KUHP berbunyi sebagai berikut:
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menerangkan bahwa supaya dapat dihukum kata-kata penghinaan, baik lisan maupun tertulis, harus dilakukan di tempat umum (yang dihina tidak perlu berada di situ) (hal. 228).
Namun jika penghinaan tidak dilakukan di tempat umum, maka supaya dapat dihukum (hal. 228):
dengan lisan atau perbuatan, maka orang yang dihina itu harus ada disitu melihat dan mendengar sendiri;
bila dengan surat (tulisan), maka surat itu harus dialamatkan (disampaikan) kepada yang dihina.
Supaya lebih jelas, kami mengambil contoh dari buku R. Soesilo, yaitu A tidak berada di tempat umum dan mengatakan kepada C bahwa B adalah “anjing”. Jika C lalu memberitahukan hal itu kepada B dan B lalu mengadu, maka A tidak dapat dihukum, karena B tidak ada di situ dan tidak mendengarnya sendiri (hal. 228).
Menurut hemat kami, dalam konteks pertanyaan Anda, terhadap A dan B yang sedang bergosip soal si C (bukan di tempat umum), lalu D merekam dan memberitahukan kepada C, hingga C mengadukan ini atas tuduhan pencemaran nama baik, maka A dan B tidak dapat dihukum.
Hal ini dikarenakan gosip tersebut tidak dilakukan di tempat umum dan C yang digosipkan tidak berada di situ melihat dan mendengar sendiri.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
Referensi:
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
[1] Pasal 5 ayat (2) UU ITE
[2] Pasal 1 angka 26 KUHAP