Apakah start-up penyedia layanan aplikasi jika kerja sama dengan mitra perlu membuat perjanjian resmi atau cukup hanya mencantumkan syarat dan ketentuan pada website/aplikasi?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, perikatan yang lahir dari syarat dan ketentuan pada website/aplikasi dianggap tetap sah dan mengikat kedua belah pihak, dengan anggapan jika konsumen/mitra menerima dan bersedia tunduk serta mematuhi syarat dan ketentuan yang telah ditentukan oleh pelaku usaha/penyedia layanan aplikasi, berarti ia secara sukarela dianggap telah menyetujui serta mengikatkan diri.
Meski demikian, terlepas dari apakah dengan membuat perjanjian resmi atau cukup hanya cantumkan syarat dan ketentuan pada website/aplikasi, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan guna mempertegas posisi/kedudukan (legal standing) serta hak maupun kewajiban dari masing-masing pihak yang melakukan perikatan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Status Hukum Syarat dan Ketentuan Aplikasi
Sebelum membahas lebih jauh terkait hal tersebut, perlu dipahami bahwa jika berbicara mengenai perjanjian, maka yang harus terlebih dahulu dipahami adalah mengenai syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yakni :
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
Suatu hal tertentu;
Suatu sebab yang halal (diperbolehkan).
Di samping itu suatu perjanjian harus memenuhi asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Penjelasan selengkapnya mengenai asas ini dan asas-asas kontrak perdata yang lain dapat Anda simak dalam Asas-asas Hukum Kontrak Perdata yang Harus Kamu Tahu.
Namun demikian dalam perkembangannya, muncul klausula-klausula baku yang sering kali dipakai oleh para pelaku usaha untuk melakukan perikatan dengan konsumen, dengan mengedepankan sisi pragmatis dalam praktik bisnis, yakni dengan hanya mencantumkan syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi, sehingga dalam perjalanannya syarat dan ketentuan ini kemudian menjadi semacam perjanjian baku (standar kontrak).
Sebagaimana problematika perjanjian baku pada umumnya, seringkali terdapat klausul-klausul yang dirasa berat sebelah, karena pada umumnya pelaku usahalah yang menentukan syarat dan ketentuan tersebut secara sepihak, sedangkan konsumen hanya dihadapkan pada pilihan apakah bersedia menerima atau menolak, tanpa diberikan hak untuk bernegosiasi mengenai klausul yang telah ditentukan oleh pelaku usaha tersebut. Kondisi ini pula yang terjadi antara penyedia layanan aplikasi dengan calon mitranya.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Namun demikian, menurut hemat kami, perikatan yang lahir dari konsep semacam ini (syarat dan ketentuan) dianggap tetap sah dan mengikat kedua belah pihak, dengan anggapan jika konsumen/mitra menerima dan bersedia tunduk serta mematuhi syarat dan ketentuan yang telah ditentukan oleh pelaku usaha/penyedia layanan aplikasi, berarti ia secara sukarela dianggap telah menyetujui serta mengikatkan diri, sekalipun dalam konteks dunia maya, tanda tangan dari konsumen/mitra tidak perlu dibubuhkan, melainkan cukup dengan meng-klik/menekan tombol “setuju” atau “submit”.
Dalam perkembangan bisnis di masyarakat ada beberapa cara atau metode dalam memberlakukan syarat dan ketentuan yang telah ditentukan oleh penyedia layanan aplikasi, di antaranya :
Mitra diminta untuk mengisi serta menandatangani formulir permohonan yang di dalamnya juga memuat syarat dan ketentuan yang telah ditentukan secara sepihak oleh penyedia layanan aplikasi, sehingga secara otomatis dengan menandatangani formulir tersebut mitra juga sekaligus terikat pada syarat dan ketentuan yang tercantum/dilampirkan di dalamnya;
Pemberitahuan melalui dokumen perjanjian berdasarkan kebiasaan yang berlaku meski tanpa diperlukan tanda tangan dari mitra, seperti misalnya syarat dan ketentuan baku yang dicetak di atas surat pemesanan (purchase order) atau nota pembelian;
Pemberitahuan melalui pengumuman di papan pengumuman, website, atau media lainnya.
Bentuk Perjanjian Pengelola Aplikasi dengan Mitra
Berkenaan dengan pertanyaan apakah perlu dibuat suatu perjanjian resmi sebagaimana perjanjian pada umumnya yang memerlukan tanda tangan sebagai wujud kesediaan tunduk pada isi sayar dan ketentuan yang dicantumkan dalam perjanjian, atau kah cukup hanya mencantumkan syarat dan ketentuan pada website/aplikasi ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dikaji dari dua sisi yang berbeda.
Dalam dunia bisnis yang segalanya dituntut serba cepat dan efisien, para pelaku usaha/ penyedia layanan aplikasi, sekali lagi tentu lebih memilih dan mengedepankan aspek pragmatis dan yang dirasa lebih menguntungkan dirinya, sehingga jika dengan hanya mencantumkan syarat dan ketentuan pada website/aplikasi cukup mengakomodir apa yang menjadi harapan dan keinginannya dalam membuat suatu perikatan dengan mitra, maka akan condong untuk memilih cara ini.
Namun akan berbeda halnya dari sudut pandang konsumen/mitra. Untuk melindungi hak dan kepentingannya, konsumen/mitra akan lebih condong untuk memilih membuat dan menandatangani perjanjian konvensional pada umumnya, di mana ia diberikan hak untuk menegosiasikan syarat dan ketentuan yang dirasa cukup memberatkannya. Sehingga, asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata dapat diterapkan sebagaimana wajarnya, karena dimungkinkan bagi masing-masing pihak memiliki kehendak yang bebas untuk ikut menentukan isi perjanjian, dan bukannya secara sepihak saja sebagaimana syarat dan ketentuan yang ditentukan oleh sepihak seperti yang dilakukan oleh penyedia layanan aplikasi dewasa ini.
Hal ini juga dimaksudkan untuk meminimalisir timbulnya sengketa (dispute) di kemudian hari, mengingat apa yang dikehendaki oleh masing-masing pihak telah terakomodir dengan dicantumkannya syarat dan ketentuan berdasarkan masukan dari pihak-pihak tersebut.
Dua hal lain yang penting dari kedua cara tersebut, terlepas dari apakah dengan membuat perjanjian resmi atau cukup hanya cantumkan syarat dan ketentuan pada website/aplikasi, yakni:
Harus ditegaskan kondisi yang dipahami oleh kedua belah sebagai potensi timbulnya dugaan wanprestasi; dan
Masing-masing pihak, terutama mitra, diberikan peluang atau kesempatan untuk dapat menyampaikan somasi atau bahkan mengajukan tuntutan/gugatan hukum, manakala terdapat dugaan pelanggaran yang telah dilakukan oleh pihak lawan perikatannya.
Sehingga diharapkan dua hal ini dapat mempertegas posisi/kedudukan (legal standing) serta hak maupun kewajiban dari masing-masing pihak yang melakukan perikatan atau terikat dalam suatu perjanjian.