Bisakah seseorang yang hanya lulusan SMA menjaga atau melayani dan bekerja di apotek? Kalau bisa tolong jelaskan dasar hukumnya. Jika tidak bisa, jelaskan undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut, beserta sanksi pidananya. Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelumnya, kami kurang jelas mengenai lingkup kerja seseorang yang menjaga apotek sebagaimana Anda maksud, apakah bertugas hanya menjaga apotek atau termasuk juga pekerjaan lainnya yang berhubungan dengan obat-obatan dan farmasi di apotek
Jika lingkup pekerjaannya termasuk pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan di bidang farmasi, maka pekerjaan yang dimaksud adalah sebagai asisten apoteker.
Dalam Pasal 1 angka 1Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 376/MENKES/PER/V/2009 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Asisten Apoteker Dan Angka Kreditnya (“Permenkes 376/2009”) dijelaskan bahwa asisten apoteker adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan penyiapan pekerjaan kefarmasian pada unit pelayanan kesehatan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang.
Yang dimaksud penyiapan pekerjaan kefarmasian adalah penyiapan rencana kerja kefarmasian, penyiapan pengelolaan perbekalan farmasi, dan penyiapan pelayanan farmasi klinik (Pasal 1 angka 2 Permenkes 376/2009).
Pengaturan mengenai asisten apoteker dapat kita jumpai juga dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (“Permenkes 889/2011”). Dalam Pasal 1 angka 2 Permenkes 889/2011, dikatakan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
“Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.”
Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi (Pasal 2 ayat (1) Permenkes 889/2011). Bagi asisten apoteker, maka harus memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (“STRTTK”), yaitu bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi (Pasal 2 ayat (2) huruf b jo. Pasal 1 angka 10 Permenkes 889/2011).
Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan (Pasal 47 ayat (1) PP 51/2009 dan Pasal 8 Permenkes 889/2011):
a.memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b.memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c.memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
d.membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
Untuk memperoleh STRTTK tersebut, tenaga teknis kefarmasian harus mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan melampirkan:
a.fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b.surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c.surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;
d.surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e.pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(lihat Pasal 14 Permenkes 889/2011)
Melihat pada ketentuan di atas, maka tidak cukup hanya lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk menjadi asisten apoteker.
Jika ada orang yang melakukan praktik kefarmasian, padahal tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, dapat dipidana berdasarkan Pasal 198 jo. Pasal 108Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”).
Pasal 198 UU Kesehatan:
“Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
Pasal 108 UU Kesehatan:
(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 376/MENKES/PER/V/2009 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Asisten Apoteker Dan Angka Kreditnya;
4.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian;