Bolehkah Menahan Gaji Karyawan karena Tidak Disiplin Bekerja?
PERTANYAAN
Apakah perusahaan/pengusaha boleh menahan gaji untuk tujuan mendisiplinkan karyawan agar tidak sering terlambat dan pulang sebelum waktu tanpa izin? Apa dasar hukumnya?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah perusahaan/pengusaha boleh menahan gaji untuk tujuan mendisiplinkan karyawan agar tidak sering terlambat dan pulang sebelum waktu tanpa izin? Apa dasar hukumnya?
Pengusaha tidak boleh menahan gaji karyawannya. Jika gaji karyawan ditahan oleh pengusaha secara sengaja, berarti pengusaha telah melalaikan kewajibannya yang mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah/gaji. Akibat keterlambatan pembayaran gaji ini, pengusaha wajib membayar denda sesuai dengan persentase tertentu dari gaji karyawan. Adapun soal sanksi, pengusaha boleh saja menerapkan sanksi bagi karyawannya yang tidak disiplin. Namun, sanksi yang diberikan bukanlah berupa penahanan gaji. Sanksi yang lebih tepat adalah pemberlakuan denda bagi karyawan yang tidak disiplin. Dengan catatan, ketentuan ini telah dituangkan terlebih dahulu dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Jika pengusaha telat membayarkan upah pekerja, pengusaha akan dikenakan denda sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”):
“Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.”
Lebih lanjut, dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (“PP Perlindungan Upah”) diatur mengenai denda dan sanksi bagi perusahaan jika terlambat membayar gaji sebagai berikut:
(1) Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari di mana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5% (lima persen) untuk tiap hari keterlambatan.
(2) Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1 % (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.
(3) Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping berkewajiban untuk membayar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan.
(4) Penyimpangan yang mengurangi ketentuan dalam pasal ini adalah batal menurut hukum.
Frasa “kesengajaan atau kelalaiannya” dalam Pasal 95 ayat (2) UU Ketenagakerjaan di atas mengindikasikan bahwa kesengajaan pengusaha yang menahan gaji karyawannya yang tidak disiplin merupakan pelanggaran hukum dan pengusaha yang bersangkutan dikenakan denda. Penjelasan lebih lanjut soal penahanan gaji oleh pengusaha ini dapat Anda simak dalam artikel Bolehkah Pengusaha Menahan Gaji Atas Laporan Karyawan Lain?.
Lalu bagaimana cara mendisplinkan karyawan yang melakukan kesalahan? Dalam praktik hubungan kerja, ada 2 (dua) macam sanksi yang diberlakukan oleh pengusaha dan dikenakan terhadap pekerja/buruh (karyawan) di perusahaan, yakni denda dan ganti rugi. Umar Kasim dalam artikel Penerapan Sanksi Ganti Rugi Material kepada Karyawan menjelaskan bahwa keduanya (denda dan gantirugi) tidak boleh dikenakan secara bersamaan untuk suatu kasus yang sama.[1]
1. Denda merupakan sanksi atas pelanggaran terhadap kewiban-kewajiban karyawan yang telah ditetapkan perusahaan, baik dalam perjanjian kerja dan/atau dalam peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama (“PK” dan/atau “PP”/”PKB”).
Misalnya, denda karena keterlambatan, denda karena tidak mencapai target yang ditentukan, dan lain-lain. Akumulasi dari (uang) denda tersebut tidak boleh untuk kepentingan pengusaha/perusahaan, melainkan murni untuk kepentingan karyawan (dana kesejahteraan) yang harus diatur penggunaannya dalam PK dan/atau PP/PKB.[2]
2. Sedangkan ganti rugi adalah hak pengusaha/perusahaan yang dikenakan kepada karyawan karena melakukan kesalahan/kelalaian yang mengakibatkan rusak/hilangnya barang/aset (milik) perusahaan. Misalnya, ganti rugi karena lalai sehingga menyebabkan kerusakan mesin produksi, kecuali dapat dibuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi bukan karena kesengajaan/kelalaian karyawan yang bersangkutan.
Ketentuan pengenaan denda atau ganti rugi tersebut menurut Umar Kasim harus telah terlebih dahulu diatur (tercantum) dalam PK dan/atau PP/PKB.
Jadi, dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa pengusaha boleh saja menerapkan sanksi bagi karyawannya yang tidak disiplin. Namun, sanksi yang diberikan bukanlah berupa penahanan gaji, melainkan pemberlakuan denda. Dengan catatan, ketentuan ini telah dituangkan terlebih dahulu dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Sanksi lain yang bisa dijatuhkan kepada karyawan yang tidak disiplin dalam bekerja adalah dengan memberikannya surat peringatan (SP). Tentunya pemberian SP tersebut harus dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan maupun peraturan yang berlaku di perusahaan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?