KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Masa Iddah Perempuan Cerai yang Hendak Nikah Lagi

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Masa Iddah Perempuan Cerai yang Hendak Nikah Lagi

Masa Iddah Perempuan Cerai yang Hendak Nikah Lagi
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Masa Iddah Perempuan Cerai yang Hendak Nikah Lagi

PERTANYAAN

Berapa lama masa iddah perempuan cerai hidup? Bagaimana hitungan masa iddah perempuan setelah cerai ini? Bisakah saya menikah dengan calon saya dengan menggunakan surat resi cerai miliknya untuk pengantar surat ke KUA, sebagai pengganti akta cerai yang sedang dalam proses?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Seorang wanita muslim yang baru bercerai dengan mantan suaminya baru dapat menikah kembali hanya apabila putusan Pengadilan Agama mengenai perceraian telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu, setelah resmi bercerai, wanita tersebut harus melewati waktu tunggu atau masa iddah perempuan cerai hidup sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 153 ayat (2) KHI.

    Ā 

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Ā 

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bolehkah Menikah dengan Wanita Muslim yang Baru Bercerai? oleh Eko Ardiansyah Pandiangan, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 14 Oktober 2019.

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah Suami Mengajukan Cerai Saat Istri Hamil?

    Bolehkah Suami Mengajukan Cerai Saat Istri Hamil?

    Ā 

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda tentang masa iddah perempuan cerai, perlu kami sampaikan bahwa pada dasarnya wanita muslim yang baru bercerai dengan mantan suaminya baru dapat menikah kembali hanya apabila putusan pengadilan akan perceraiannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (2) PP 9/1975 yang berbunyi:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

    Lebih lanjut, yang dimaksud dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang tidak dimintakan upaya hukum apapun dari para pihak. Adapun penetapan dan putusan pengadilan yang dimintakan banding atau kasasi, pelaksanaannya ditunda demi hukum, kecuali apabila dalam amarnya menyatakan penetapan atau putusan tersebut dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding, atau kasasi.[1]

    Kemudian, terkait akta cerai, perlu diketahui bahwa akta cerai adalah dokumen sebagai bukti cerai yang diberikan langsung kepada masing-masing suami dan istri yang bercerai melalui panitera yang sebelumnya dibuat dan diterbitkan oleh Pegawai Pencatat Nikah/Cerai di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil berdasarkan salinan putusan perceraian dari Pengadilan Agama yang berkekuatan hukum tetap.

    Ā 

    Masa Iddah Perempuan Cerai

    Selain adanya ketentuan mengenai putusan yang berkekuatan hukum tetap di atas, hukum perkawinan Islam mengenal adanya masa iddah atau idah. KBBI mengartikan masa idah adalah masa tunggu (belum boleh menikah) bagi wanita yang berpisah dengan suami, baik karena ditalak maupun bercerai mati.

    Ketentuan masa iddah sendiri diatur dalam Pasal 153 ayat (2) KHI, yang aturannya sebagai berikut.

    1. Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.
    2. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 kali suci dengan sukurang-kurangnya 90 hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 hari.
    3. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
    4. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

    Ketentuan mengenai masa iddah tersebut tidak berlaku bagi wanita yang perkawinannya putus qobla al dukhul dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami.[2] Seorang pria dilarang menikah dengan wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.[3] Adapun tenggang masa iddah perempuan cerai dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

    Berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa, perceraian dianggap telah terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah berkekuatan hukum tetap. Akta cerai kemudian menjadi bukti autentik adanya putusan berkekuatan hukum tetap tersebut. Selain itu, wanita hanya dapat menikah kembali jika ia telah memenuhi ketentuan masa tunggu atau masa iddah sejak putusan tersebut.

    Dengan demikian, menurut hemat kami, penggunaan surat resi cerai untuk perkawinan bagi wanita muslim yang baru bercerai tidak dimungkinkan. Dalam hal ini kami asumsikan bahwa resi cerai yang Anda maksud adalah bukti pencatatan perceraian yang disinggung dalam Pasal 34 ayat (2) PP 9/1975 di atas.

    Ā 

    Demikian jawaban dari kami terkait masa iddah perempuan cerai sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

    Ā 

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan diubah kedua kalinya oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
    2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    4. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

    [1] Pasal 64 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

    [2] Pasal 153 ayat (1) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (ā€œKHIā€)

    [3] Pasal 40 huruf b KHI

    Tags

    cerai
    perceraian

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!