Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Merekam Jalannya Persidangan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Bolehkah Merekam Jalannya Persidangan?

Bolehkah Merekam Jalannya Persidangan?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Merekam Jalannya Persidangan?

PERTANYAAN

Apakah merekam persidangan yang terbuka untuk umum diperbolehkan oleh hukum Indonesia?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     
    Intisari:
     
     

    Merekam persidangan yang terbuka untuk umum dibolehkan oleh hukum Indonesia. Bahkan, peraturan ini tertuang dalam surat Edaran Mahkamah Agung dan cara ini dipakai oleh Badan Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung dalam rangka pengawasan sidang. Perekaman sidang ini terutama dilakukan pada perkara-perkara Tindak Pidana Korupsi dan perkara lain yang menarik perhatian publik.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Prinsip Persidangan Terbuka untuk Umum

    Dalam perkara pidana, persidangan yang terbuka untuk umum pada dasarnya adalah hak terdakwa, yakni hak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.[1] Prinsip ini disebut juga dalam Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):

    KLINIK TERKAIT

    Kewajiban Mengenakan Toga dalam Sidang Pengadilan

    Kewajiban Mengenakan Toga dalam Sidang Pengadilan
     

    “Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.”

     

    Prinsip sidang terbuka untuk umum ini juga berkaitan dengan keabsahan dan kekuatan hukum dari putusan. Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.[2] Penjelasan lebih lanjut mengenai putusan pengadulan yang diucapkan di sidang terbuka untuk umum ini dapat Anda simak dalam artikel Apakah Putusan Hakim Harus Diumumkan?

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Tidak hanya dalam perkara pidana, prinsip persidangan terbuka untuk umum secara eksplisit juga diterapkan dalam persidangan dalam perkara uji materiil Mahkamah Konstitusi[3] dan perkara hak paten di Pengadilan Niaga.[4]

     

    Namun demikian, ada pengecualian sidang terbuka untuk umum (yang mana sidang dinyatakan tertutup untuk umum), yakni pada umumnya adalah untuk kasus-kasus dalam ranah hukum keluarga, pidana anak, kasus kesusilaan dan beberapa kasus tertentu. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalama artikel Bolehkah Masyarakat Umum Mengikuti Persidangan di Pengadilan?

     
    SEMA

    Untuk persidangan yang terbuka untuk umum, pada dasarnya tidak ada aturan yang melarang perekaman jalannya persidangan. Bahkan, aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2012 tentang Perekaman Proses Persidangan (“SEMA 4/2012”).

     

    Tujuan perekaman proses sidang menurut SEMA ini adalah untuk memastikan pelaksanaan persidangan yang lebih transparan, akuntabel, dan teratur, maka selain catatan panitera pengganti yang tertuang dalam berita acara persidangan. Perekaman tersebut yakni perekaman audio visual yang dilakukan secara sistematis, teratur dan tidak terpisahkan dari prosedur tetap persidangan. Berikut kami uraikan aturan perekaman persidangan berdasarkan SEMA 4/2012:

     

    1.    Secara bertahap persidangan pada pengadilan tingkat pertama harus disertai rekaman audio visual dengan ketentuan sebagai berikut:

    a.    Hasil rekaman audio visual merupakan komplemen dari Berita Acara Persidangan;

    b.    Perekaman audio visual dilakukan secara sistematis dan terjamin integritasnya;

    c.    Hasil rekaman audio visual persidangan dikelola oleh kepaniteraan; dan

    d.    Hasil rekaman audio visual sebagai bagian dari bundel A.

    2.    Untuk memastikan pemenuhan ketentuan di atas, maka prioritas pelaksanaan rekaman audio visual pada persidangan akan dilakukan sebagai berikut:

    a.    Untuk tahap awal dilakukan pada perkara-perkara Tindak Pidana Korupsi dan perkara lain yang menarik perhatian publik;

    b.    Ketua Pengadilan wajib memastikan terlaksananya perekaman audio visual sesuai dengan surat edaran ini;

    c.    Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum bertanggung jawab terhadap:

    -    pembiayaan;

    -    standarisasi teknis;

    -    pembinaan;

    -    pemenuhan kebutuhan infrastruktur;

    -    evaluasi berkala; dan

    -    laporan tahunan kepada pimpinan Mahkamah Agung.

     

    Di samping itu, cara ini dipakai oleh Badan Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung dalam rangka pengawasan sidang. Sebagaimana yang dijelaskan dalam laman Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Ketua Badan pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Prof.DR.H. Eman Suparman,SH.,MH. menjelaskan bahwa salah satu metode pengawasan adalah dengan pemasangan alat pengawasan sidang. Alat pengawasan sidang ini berupa kamera yang akan merekam persidangan yang dilakukan oleh majelis hakim dimana persidangan tersebut terbuka untuk umum atau persidangan yang banyak menarik perhatian dari publik.

     

    Masih bersumber dari artikel yang sama, Hakim Tinggi dari Badan Pengawasan Mahkamah Agung Azizah Bajuber menjelaskan bahwa selain sebagai bagian dari pengawasan, dengan adanya kamera perekam persidangan ini akan membantu Panitera Pengganti dalam mencatat jalannya persidangan dengan lebih baik.

     

    Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pengawasan sidang dengan jalan merekam ini juga dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”). Seperti yang diberitakan dalam artikel Selain Menuntut, KPK Awasi Sidang Kartini, KPK ikut mengawasi proses persidangan dugaan suap dengan terdakwa Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Semarang, Kartini Marpaung. Pengawasan ini dilakukan bersama Komisi Yudisial (“KY”) dan Mahkamah Agung (“MA”). Bentuk pengawasan yang dilakukan KPK adalah merekam persidangan. Sedangkan KY mengirim tim yang memantau langsung Pengadilan Tipikor Semarang.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

    2.    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013;

    3.    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten;

    4.    Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2012 tentang Perekaman Proses Persidangan.

     
    Referensi:
    http://www.badilag.net/seputar-peradilan-agama/berita-daerah/kunjungan-ketua-ky-dan-badan-pengawasan-ma-di-pta-mataram-238, diakses pada 29 Juni 2015 pukul 10.30 WIB.
     
     

     


    [1] Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [2] Pasal 195 KUHAP

    [3] Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

    [4] Pasal 121 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten

     

    Tags

    merekam

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!