Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Tindak Pidana Penggelapan dengan Pemberatan yang dibuat oleh Kartika Febryanti dan Diana Kusumasari yang dipublikasikan pertama kali pada Selasa, 10 Januari 2012.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
klinik Terkait :
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pasal Penggelapan
Sebelum membahas pengaturan penggelapan dengan pemberatan pasal berapa? Terlebih dahulu dibahas mengenai unsur penggelapan. Karena penggelapan diperberat atau penggelapan dengan pemberatan sejatinya adalah penggelapan dalam bentuk pokok yang ditambah unsur-unsur perbuatan tertentu yang menjadikan ancaman pidananya menjadi lebih berat.
Penggelapan dalam bentuk pokok diatur dalam KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026 sebagai berikut:
Pasal 372 KUHP | Pasal 486 UU 1/2023 |
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu. | Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[2] |
Pasal Penggelapan dengan Pemberatan
Setelah mengetahui rumusan pasal penggelapan barulah membahas unsur diperberatnya sebagai berikut:
Pasal 374 KUHP | Pasal 488 UU 1/2023 |
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. | Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang tersebut karena ada hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk penguasaan barang tersebut, dipidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[3] |
Adapun unsur-unsur yang memberatkan yakni beradanya benda dalam kekuasaan petindak disebabkan oleh:
- Karena adanya hubungan kerja;
- Karena mata pencaharian; dan
- Karena mendapatkan upah untuk itu.
Jadi apa yang dimaksud dengan penggelapan dengan pemberatan? Beradanya benda di tangan pelaku yang disebabkan oleh ketiga hal tersebut, menunjukan adanya hubungan khusus antara orang yang menguasai benda tersebut, di mana terdapat kepercayaan yang lebih besar pada orang itu. Sehingga seharusnya ia lebih memperhatikan keselamatan dan pengurusan benda itu, dan bukan menyalahgunakan kepercayaan yang lebih besar itu.[4]
Contoh Putusan
Guna mempermudah pemahaman Anda, kami mencontohkan suatu kasus yang telah dikuatkan hingga tingkat kasasi melalui Putusan MA No. 323 K/Pid/2019. Terdakwa setelah menerima penyerahan atau setoran uang hasil penjualan obat pada saat melakukan tugas shif malam tidak membukukan dan menyerahkan seluruh uang hasil penjualan obat berdasarkan resep kepada pemilik apotek. Serta terdakwa tanpa sepengetahuan atau tanpa seizin dari pemilik apotek, sebagian uang hasil penjualan obat yang tidak diserahkan itu telah dihabiskan untuk mencukupi kebutuhan pribadinya (hal. 26).[5]
Rekomendasi Berita :
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena ada hubungan kerja secara berlanjut. Untuk itu, terdakwa dijatuhi pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan (hal. 3).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Putusan:
Putusan Mahkamah Agung Nomor 323 K/Pid/2019.
Referensi:
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang: Media Nusa Creative, 2016.
[1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)
[2] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023
[3] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023
[4] Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang: Media Nusa Creative, 2016, hal. 86