Ulasan Lengkap
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Harta Bersama dalam Perkawinan
Dalam menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa di dalam perkawinan yang Anda maksud tidak terdapat perjanjian kawin atau yang sering disebut dengan perjanjian pisah harta antara suami dan isteri, sehingga kami asumsikan bahwa rumah yang dijual tersebut merupakan harta bersama suami istri.
Pasal 35 Ayat (1)
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Pasal 36 Ayat (1)
Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
Berdasarkan ketentuan di atas, telah tegas disampaikan bahwa harta bersama diatur oleh kedua belah pihak yang bersangkutan yakni suami dan isteri dan tidak dapat dilaksanakan suatu peralihan hak terhadap harta bersama tanpa persetujuan kedua belah pihak.
Dalam hal perkawinan telah putus akibat perceraian, maka berdasarkan Pasal 128
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), harta bersama dibagi menjadi dua antara suami dan istri.
Dengan demikian, karena rumah yang Anda tanyakan merupakan harta bersama, maka setelah perceraian seharusnya seluruh harta bersama, termasuk rumah, dibagi menjadi dua. Akan tetapi karena berdasarkan keterangan Anda belum dilakukan pembagian harta gono gini setelah perceraian, maka baik mantan istri maupun mantan suami masih mempunyai hak atas bagian dari rumah tersebut.
Harta Orang yang Pergi Tanpa Kabar
Untuk menjawab pertanyaan Anda perihal bisa tidaknya anak menjadi pengganti mantan istri dalam menjual rumah, maka kami akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai harta peninggalan orang yang pergi tanpa kabar.
Apabila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusannya, dan telah lampau 5 tahun sejak kepergiannya atau sejak diperoleh berita terakhir yang membuktikan bahwa ia masih hidup, sedangkan dalam 5 tahun itu tak pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya, maka orang yang dalam keadaan tak hadir itu, atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan dan dengan izin Pengadilan Negeri di tempat tinggal yang ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan atau lebih dengan 3 kali panggilan.
[1]
Jika orang tersebut atau orang lain yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya orang itu tidak datang menghadap, maka Pengadilan Negeri boleh menyatakan adanya dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal terhitung sejak hari ia meninggalkan tempat tinggalnya atau sejak hari berita terakhir mengenai hidupnya.
[2]
Setelah adanya pernyataan dari Pengadilan Negeri, orang-orang yang diduga menjadi ahli waris dari orang yang diduga telah meninggal tersebut berhak atas harta peninggalannya.
[3] Namun, barang-barang yang dibagikan kepada ahli waris dugaan tersebut tidak boleh dipindahtangankan sebelum lewat waktu 30 tahun setelah hari kematian dugaan, kecuali jika ada alasan penting, dan dengan izin Pengadilan Negeri.
[4] Pembagian barang-barang tersebut kepada ahli waris dugaan berlaku tetap dan pasti setelah lampaunya waktu 30 tahun tersebut.
[5]
Menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan ketentuan yang telah kami jelaskan di atas, diperlukan pernyataan Pengadilan Negeri adanya dugaan hukum bahwa mantan istri telah meninggal, lalu anak sebagai ahli waris
[6] dugaan berhak atas harta yang ditinggalkan mantan istri, termasuk bagian dari rumah. Namun, seandainya pun demikian, ia tidak boleh memindahtangankan harta tersebut sebelum lewat jangka waktu 30 tahun dari hari kematian dugaan, kecuali terdapat alasan penting dan dengan izin Pengadilan Negeri.
Sehingga, apabila anak menjual harta milik mantan istri tanpa kuasa darinya atau tanpa izin dari Pengadilan Negeri, ia sebenarnya tidak berhak/berwenang melakukan hal tersebut, dan pihak pembeli yang dirugikan dapat membatalkan perjanjian jual beli tersebut akibat melanggar syarat sah perjanjian berupa “kecakapan untuk membuat suatu perikatan” sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebagai berikut:
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
suatu pokok persoalan tertentu;
suatu sebab yang tidak terlarang.
Ketidakcakapan untuk bertindak (handeling onbekwaamheid), yaitu orang-orang yang sama sekali tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum yang sah. Orang-orang ini disebutkan dalam Pasal 1330 KUH Perdata.
Ketidakberwenangan untuk bertindak (handeling onbevoegheid), yaitu orang yang tidak dapat membuat suatu perbuatan hukum tertentu dengan sah.
Akibat dari ketidakberwenangan tersebut adalah tidak terpenuhinya salah satu unsur subjektif dalam perjanjian, yaitu kecakapan. Maka dari itu, apabila dilaksanakan perjanjian jual beli rumah oleh anak, mewakili mantan istri, dengan pembeli, maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan akibat tidak berwenangnya anak mewakili mantan istri dalam penjualan rumah.
Dasar Hukum:
Referensi:
I Ketut Oka Setiawan. Hukum Perikatan. Jakarta: Sinar Grafika, 2015.
[1] Pasal 476 KUH Perdata
[2] Pasal 468 KUH Perdata
[3] Pasal 472 KUH Perdata
[4] Pasal 481 jo. Pasal 484 KUH Perdata
[5] Pasal 484 KUH Perdata
[6] Pasal 852 KUH Perdata