Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

PERTANYAAN

Saya baru saja kena layoff. Bagaimana cara hitung pesangon​​ menurut Perppu Cipta Kerja? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perlu dicatat bahwa kompensasi bagi pekerja yang di-PHK tidak hanya pesangon, melainkan juga uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) dan uang penggantian hak (“UPH”). Kemudian, terkait pesangon berdasarkan Perppu Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU Cipta Kerja besarannya didasarkan pada alasan terjadinya PHK.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Cara Menghitung Pesangon Berdasarkan Alasan PHK yang pertama kali dipublikasikan pada 7 Maret 2014, dimutakhirkan pertama kali pada 11 Desember 2020, dan dimutakhirkan kedua kali pada 18 Agustus 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah PHK Karyawan Cuti Melahirkan karena Efisiensi?

    Bolehkah PHK Karyawan Cuti Melahirkan karena Efisiensi?

    Sebelum membahas perihal cara hitung pesangon berdasarkan Perppu Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU Cipta Kerja atau perhitungan pesangon omnibus law, mari kenali dulu apa yang dimaksud PHK. Sebagai informasi yang perlu digarisbawahi, PHK tidak melulu soal pemecatan. Berikut uraiannya.

    Pemutusan Hubungan Kerja

    Undang-undang mendefinisikan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) sebagai pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Secara normatif, ada dua jenis PHK yang bisa dilakukan, yaitu PHK secara sukarela dan PHK dengan tidak sukarela. Yang dimaksud PHK secara sukarela adalah PHK yang terjadi tanpa paksaan dan tekanan, seperti pengunduran diri karena kehendak pribadi, habisnya masa kontrak, tidak lulus masa percobaan (probation), memasuki usia pensiun, atau meninggal dunia.

    Sementara itu, PHK tidak sukarela adalah PHK yang terjadi karena adanya “keharusan” atau berbagai alasan, contohnya karena pelanggaran yang dilakukan oleh buruh/pekerja, atau karena buruh mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut.

    Lebih lengkapnya, berikut alasan-alasan terjadinya PHK menurut Perppu Cipta Kerja:[2]

    1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh;
    2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian;
    3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun;
    4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure);
    5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
    6. Perusahaan pailit;
    7. Adanya permohonan PHK yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
    1. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
    2. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
    3. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu;
    4. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;
    5. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
    6. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja;
    1. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan PHK;
    2. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
      1. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
      2. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
      3. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
    3. Pekerja/buruh mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis;
    4. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
    5. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
    6. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan;
    7. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
    8. Pekerja/buruh meninggal dunia.

    Cara Hitung Pesangon

    Sebagaimana diketahui bersama, saat terjadi PHK, pekerja berhak menerima kompensasi oleh karenanya cara hitung pesangon wajib diketahui. Namun, perlu dicatat bahwa kompensasi bagi pekerja yang di-PHK tidak hanya pesangon, melainkan juga uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) dan uang penggantian hak (“UPH”). Besarannya didasarkan pada alasan terjadinya PHK.

    Sebelum membahas cara hitung uang pesangon, simak besaran uang pesangon (“UP”), UPMK, dan UPH yang diterima pekerja terlebih dahulu. Anda dapat merujuk pada tabel berikut.

    1. Perhitungan pesangon Perppu Cipta Kerja[3]:

    Masa Kerja

    Uang Pesangon yang Didapat

    kurang dari 1 tahun

    1 bulan upah

    1 tahun atau lebih tapi kurang dari 2 tahun

    2 bulan upah

    2 tahun atau lebih tapi kurang dari 3 tahun

    3 bulan upah

    3 tahun atau lebih tapi kurang dari 4 tahun

    4 bulan upah

    4 tahun atau lebih tapi kurang dari 5 tahun

    5 bulan upah

    5 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun

    6 bulan upah

    6 tahun atau lebih tapi kurang dari 7 tahun

    7 bulan upah

    7 tahun atau lebih tapi kurang dari 8 tahun

    8 bulan upah

    8 tahun atau lebih

    9 bulan upah

    1. Perhitungan besaran UPMK Perppu Cipta Kerja:[4]

    Masa Kerja

    UPMK yang Didapat

    3 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun

    2 bulan upah

    6 tahun atau lebih tapi kurang dari 9 tahun

    3 bulan upah

    9 tahun atau lebih tapi kurang dari 12 tahun

    4 bulan upah

    12 tahun atau lebih tapi kurang dari 15 tahun

    5 bulan upah

    15 tahun atau lebih tapi kurang dari 18 tahun

    6 bulan upah

    18 tahun atau lebih tapi kurang dari 21 tahun

    7 bulan upah

    21 tahun atau lebih tapi kurang dari 24 tahun

    8 bulan upah

    24 tahun atau lebih

    10 bulan upah

    1. Sedangkan UPH, terdiri dari:[5]
    1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
    2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja; dan
    3. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

    Apa yang dimaksud dengan “upah bulanan”? Apakah cara hitung pesangon hanya terpaku pada upah pokok saja? Terkait hal ini, Perppu Cipta Kerja menjelaskan bahwa komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan UP dan UPMK terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya.[6]

    Catatan Terkait Cara Hitung Pesangon

    Perlu menjadi catatan, cara hitung pesangon dipengaruhi oleh alasan terjadinya PHK. Cara hitung pesangon yang diterima pekerja yang di-PHK karena alasan merger berbeda dengan cara hitung pesangon PHK karena perusahaan tutup dan merugi. Cara hitung pesangon pensiun juga berbeda dengan alasan PHK lainnya.

    Untuk menjawab pertanyaan Anda tentang cara menghitung pesangon karena di-layoff perusahaan, berikut sejumlah klasifikasikan besaran UP, UPMK, dan UPH yang kami akomodir berdasarkan ketentuan PP 35/2021

    1. Jika PHK terjadi karena adanya pengambil alihan perusahaan atau terjadinya merger, konsolidasi, dan akuisisi pekerja berhak atas 1 kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[7]
    2. Jika PHK terjadi karena pengambilalihan perusahaan maka pekerja berhak 1 kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[8]
    3. Jika PHK terjadi karena pekerja tidak bersedia melanjutkan kerja di perusahaan yang diambil alih sehingga ada perubahan syarat kerja, pekerja berhak atas 0,5 kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[9]
    4. Jika PHK terjadi karena efisiensi akibat adanya kerugian, pekerja berhak atas 0,5 kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[10]
    5. Jika PHK terjadi karena efisiensi guna mencegah kerugian, pekerja berhak atas 1 kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[11]
    6. Jika PHK terjadi karena perusahaan tutup dan merugi terus-menerus dalam 2 tahun, pekerja berhak atas 0,5 kali ketentuan UP, satu kali UPMK, dan UPH.[12]
    7. Jika PHK terjadi karena perusahaan tutup namun tidak merugi, pekerja berhak atas satu kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[13]
    8. Jika PHK terjadi karena perusahaan tutup akibat alasan yang memaksa (force majeure), pekerja berhak atas 0,5 kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[14]
    9. Jika PHK terjadi karena adanya alasan yang memaksa (force majeure) namun tidak mengakibatkan perusahaan tutup, pekerja berhak atas 0,75 kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[15]
    10. Jika PHK terjadi karena perusahaan dalam keadaan penundaan pembayaran utang dan merugi, pekerja berhak atas 0,5 kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[16]
    11. Jika PHK terjadi karena perusahaan dalam keadaan penundaan pembayaran namun tidak merugi, pekerja berhak atas 1 kali ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[17]
    12. Jika PHK terjadi karena perusahaan pailit, pekerja berhak atas 0,5 kali ketentuan UP, satu kali UPMK, dan UPH.[18]
    13. Jika PHK terjadi karena adanya permohonan PHK yang diajukan oleh pekerja dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan berupa penganiayaan, melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan, tidak membayar upah 3 bulan berturut-turut, tidak memenuhi kewajiban, meminta pekerja melakukan pekerjaan yang tidak diperjanjikan, dan memberikan pekerjaan yang mengancam; pekerja berhak atas 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[19]
    14. Jika PHK terjadi karena adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam poin di nomor 12; pekerja berhak atas UPH dan uang pisah.[20]
    15. Jika PHK terjadi karena pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan memenuhi syarat, pekerja berhak atas UPH dan uang pisah.[21]
    16. Jika PHK terjadi karena pekerja mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis, pekerja berhak atas UPH dan uang pisah.[22]
    17. Jika PHK terjadi karena pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut, pekerja berhak atas 0,5 kali ketentuan UP, satu kali UPMK, dan UPH.[23]
    18. Jika PHK terjadi karena pekerja melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, pekerja berhak atas UPH dan uang pisah.[24]
    19. Jika PHK terjadi karena pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana yang menyebabkan kerugian perusahaan, pekerja berhak atas UPH dan uang pisah.[25]
    20. Jika PHK terjadi karena pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana yang tidak menyebabkan kerugian perusahaan, pekerja berhak atas 1 kali UPMK dan UPH.[26]
    21. Jika PHK terjadi karena pengadilan memutuskan perkara pidana yang menyebabkan kerugian perusahaan sebelum berakhirnya masa 6 bulan, dan pekerja dinyatakan bersalah, pekerja berhak atas UPH dan uang pisah.[27]
    22. Jika PHK terjadi karena pengadilan memutuskan perkara pidana yang tidak menyebabkan kerugian perusahaan sebelum berakhirnya masa 6 bulan, dan pekerja dinyatakan bersalah, pekerja berhak atas 1 kali UMPK dan UPH.[28]
    23. Jika PHK terjadi karena pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan, pekerja berhak atas 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[29]
    24. Jika PHK terjadi karena pekerja sudah memasuki usia pensiun, pekerja berhak atas 1,75 ketentuan UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[30]
    25. Jika PHK terjadi karena pekerja meninggal dunia, ahli warisnya berhak atas 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH.[31]

    Contoh Cara Hitung Pesangon dan UPMK

    Sebagai contoh kasus, pekerja A mendapat upah bulanan sebesar Rp7 juta dengan detail komponen upah Rp6 juta sebagai gaji pokok dan Rp1 juta sebagai uang makan yang merupakan tunjangan tetap. Masa kerja A sebelum terkena PHK karena alasan perusahaan melakukan merger (penggabungan) adalah 4 tahun 2 bulan. 

    Berdasarkan penjelasan di atas, hak bagi pekerja A yang di-PHK karena alasan merger perusahaan adalah 1 kali ketentuan UP, 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH. Sehingga cara hitung pesangon dan UPMK-nya adalah sebagai berikut.

    Upah yang dihitung dalam cara hitung pesangon adalah Rp7 juta, bukan hanya gaji pokok sebesar Rp6 juta saja. Sehingga, cara hitung pesangon atau UP adalah: Rp7 juta x 5 (kategori masa kerja 4 tahun lebih tetapi kurang dari 5 tahun) x 1 = Rp35 juta. 

    Sedangkan cara hitung UPMK-nya adalah: Rp7 juta x 2 (kategori masa kerja 3 tahun lebih tetapi kurang dari 6 tahun) x 1 = Rp14 juta. 

    Berdasarkan cara hitung pesangon dan UPMK yang telah dijabarkan, total uang pesangon yang seharusnya didapat A berdasarkan perhitungan Perppu Cipta Kerja adalah Rp35 juta, dan UPMK sebesar Rp14 juta. 

    Demikian jawaban kami terkait cara hitung pesangon berdasarkan Perppu Cipta Kerja dan informasi terkait lainnya.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;  
    2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

    [1] Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [2] Pasal 81 angka 45 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang memuat baru Pasal 154A ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 81 angka 47 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [4] Pasal 81 angka 47 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan

    [5] Pasal 81 angka 47 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan

    [6] Pasal 81 angka 48 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 157 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [7] Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”)

    [8] Pasal 42 ayat (1) PP 35/2021

    [9] Pasal 42 ayat (2) PP 35/2021

    [10] Pasal 43 ayat (1) PP 35/2021

    [11] Pasal 43 ayat (2) PP 35/2021

    [12] Pasal 44 ayat (1) PP 35/2021

    [13] Pasal 44 ayat (2) PP 35/2021

    [14] Pasal 45 ayat (1) PP 35/2021

    [15] Pasal 45 ayat (2) PP 35/2021

    [16] Pasal 46 ayat (1) PP 35/2021

    [17] Pasal 46 ayat (2) PP 35/2021

    [18] Pasal 47 PP 35/2021

    [19] Pasal 48 PP 35/2021

    [20] Pasal 49 PP 35/2021

    [21] Pasal 50 PP 35/2021

    [22] Pasal 51 PP 35/2021

    [23] Pasal 52 ayat (1) PP 35/2021

    [24] Pasal 52 ayat (2) PP 35/2021

    [25] Pasal 54 ayat (1) PP 35/2021

    [26] Pasal 54 ayat (2) PP 35/2021

    [27] Pasal 54 ayat (4) PP 35/2021

    [28] Pasal 54 ayat (5) PP 35/2021

    [29] Pasal 55 PP 35/2021

    [30] Pasal 56 PP 35/2021

    [31] Pasal 57 PP 35/2021

    Tags

    pesangon
    ketenagakerjaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!