KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cara Mendapatkan Hak Asuh Anak Luar Nikah Yang Dibawa Lari Ayahnya

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Cara Mendapatkan Hak Asuh Anak Luar Nikah Yang Dibawa Lari Ayahnya

Cara Mendapatkan Hak Asuh Anak Luar Nikah Yang Dibawa Lari Ayahnya
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Cara Mendapatkan Hak Asuh Anak Luar Nikah Yang Dibawa Lari Ayahnya

PERTANYAAN

Saya seorang ibu yang pernah melahirkan anak di luar nikah. Di hari saya melahirkan, ayah biologis anak saya datang bersama keluarganya untuk membawa anak saya dengan meyakinkan saya hanya untuk sementara sampai kami menikah. Selang beberapa hari kemudian tidak ada juga niat baik dari pihak lelaki, sampai saya tahu kalau anak saya sudah dibawa kabur oleh dia dan keluarganya. Saya terus mencari keberadaan anak saya, saya jumpai semua keluarganya yang saya tahu sampai akhirnya saya tahu kalau semua keluarganya menutupi tentang keberadaan anak saya. Pada saat itu saya menjadi kambing hitam dan bulan-bulanan keluarganya. Hampir 6 tahun akhirnya saya mendapatkan kabar tentang keberadaan anak saya. Yang ingin saya tanyakan adalah: 1. Bisakah saya mengambil kembali anak saya? 2. Bisakah saya mendapatkan hak asuh atas anak saya tersebut? 3. Apa yang harus saya lakukan untuk mendapatkan anak saya kembali? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     

    Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Tentu saja Anda sebagai ibunya berhak atas hak asuh anak Anda sendiri dan bisa mengambil anak Anda dari ayah dan keluarganya. Cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh hak asuh anak selain melalui pengadilan, dapat juga meminta bantuan dari Komisi Perlindungan Anak.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya kami turut prihatin dengan masalah yang Anda hadapi saat ini. Bagaimanapun memang, enam tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi Anda untuk berjuang mencari anak kandung Anda yang dibawa oleh ayahnya dan keluarga.

    KLINIK TERKAIT

    Khawatir Anak Diasuh Istri yang Egois, Langkah Ini Bisa Dilakukan

    Khawatir Anak Diasuh Istri yang Egois, Langkah Ini Bisa Dilakukan
     

    Hubungan Hukum Orang Tua dengan Anak di Luar Nikah

    Masalah hubungan hukum antara anak yang dilahirkan di luar kawin dengan orang tuanya itu diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Yang mana atas pasal tersebut, Mahkamah Konstitusi (“MK”) melalui putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 memutus bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945 bila tidak dibaca:

     

    Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

     

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, tentu saja Anda sebagai ibunya berhak atas hak asuh anak Anda sendiri dan bisa mengambil anak Anda dari ayah dan keluarganya.

     

    Hak Orang Tua untuk Mengasuh Anaknya Sendiri

    Ketentuan hak asuh anak terdapat pada orang tuanya ini kemudian dipertegas juga dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Perlindungan Anak (“UU 35/2014”). Ayah dan keluarganya tidak berhak melarang Anda maupun menyembunyikan anak Anda dari Anda selaku ibunya. Hal ini karena bertemu, mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya adalah hak setiap anak:

     
    Pasal 7 ayat (1) UU Perlindungan Anak:

    Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.


    Pasal 14 UU 35/2014:

    (1) Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

    (2) Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:

    a.    bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;

    b.    mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat

    c.    memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan

    d.    memperoleh Hak Anak lainnya.

     

    Jerat Pidana Bagi Orang yang Memisahkan Anak dengan Orang Tuanya

    Jika ayah si anak dan keluarganya benar-benar menahan atau merebut anak Anda, mereka dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):

     

    1.    Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

    2.    Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau bilamana anaknya belum berumur dua belas tahun, dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

     

    Ada contoh kasus dimana ayah biologis anak dilaporkan dengan tuduhan Pasal 330 KUHP tersebut, yaitu dalam Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 346/PID/2012/PT.SBY. Di tingkat pengadilan negeri, sang ayah dinyatakan bersalah. Namun di tingkat banding, ayah tersebut dibebaskan. Salah satu pertimbangan pengadilan banding, adalah unsur ‘barang siapa’ tidak terbukti karena terdakwa ternyata memiliki hubungan biologis dengan anak tersebut. Belum diketahui apakah ada upaya hukum atau tidak terhadap putusan tersebut.

     

    Cara Mendapatkan Anak Anda Kembali

    Kami menyarankan agar masalah dalam keluarga tentu wajib diselesaikan terlebih dahulu dengan cara musyawarah antara Anda dan si ayah dan keluarganya. Anda dapat meminta anak Anda kepada ayah si anak dan keluarganya dengan cara kekeluargaan sambil menjelaskan bahwa Andalah yang paling berhak atas pengasuhan anak tersebut. Jika tidak berhasil, Anda dapat menempuh upaya ke pengadilan untuk mengesahkan asal-usul anak Anda bahwa memang Andalah yang melahirkan dan berhak untuk mengasuhnya. Cara lainnya adalah dengan meminta bantuan Komisi Perlindungan Anak.

     

    Adapun pengadilan yang berwenang mengeluarkan penetapan soal pengesahan anak luar kawin, bagi yang beragama Islam, adalah pengadilan agama. Hal ini sesuai yang diatur dalam Pasal 49 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU Peradilan Agama”) yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan. Adapun yang termasuk perkara di bidang perkawinan salah satunya adalah penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.[1]

     

    Sedangkan bagi yang beragama non Islam, permohonan penetapan pengadilan soal pengesahan anak luar kawin diajukan ke pengadilan negeri. Hal ini diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”), yakni peradilan umum memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

     

    Cara kedua, adalah dengan meminta bantuan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA. Dalam artikel Hak Pemeliharaan Anak, Piala Bergilir? (Superior Orang Tua Vs Evolving Capacity Anak) disebutkan bahwa berbagai kasus atau perkara perebutan (hak pemeliharaan) anak, yang dilaporkan kepada hotline services Komnas PA, sepertinya berbasis pada pandangan salah tentang superioritas orang tua menguasai anak. Integritas anak seakan hanya bisa dikukuhkan secara subyektif hanya oleh ayah atau hanya ibunya. Padahal, konsep perlindungan, pengasuhan, dan pemeliharaan anak, dikembangkan lewat basis yang kuat yakni kepentingan terbaik bagi anak. Integritas pertumbuhan dan perkembangan anak, bukan hanya sekadar fisik-biologisnya saja. Akan tetapi mencakup fisik, psikologis/mental, pikiran anak. Perebutan pemeliharaan anak, dalam tensi apa dan bentuk yang bagaimanapun, akan merusak integritas anak. Apalagi perebutan anak yang bermuara pada pertikaian, sengketa, dan perbuatan pidana. Tidak juga diperkenankan menghalangi dan membatasi salah satu orang tua.

     

    Komisi Nasional Perlindungan Anak adalah sebagai wahana masyarakat yang independen guna ikut memperkuat mekanisme nasional dan internasional dalam mewujudkan situasi dan kondisi yang kondusif bagi pemantauan, pemajuan dan perlindungan hak anak dan solusi bagi permasalahan anak yang timbul.[2]

     

    Di UU Perlindungan Anak sendiri, komisi yang bertugas untuk menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran hak anak adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (“KPAI”).[3] Anda dapat menghubungi KPAI melalui email ke: [email protected], [email protected], atau [email protected] atau menghubungi nomor telepon (+62) 021-319 015 56. Selengkapnya, Anda dapat mengunjungi laman KPAI.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    3.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Perlindungan Anak;

    4.    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

    5.    Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.


    Referensi:
    http://peluk.komnaspa.or.id/node/25, diakses pada 25 Agustus 2015 pukul 17.38 WIB.
     
    Putusan:

    Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 346/PID/2012/PT.SBY.

     


    [1] Lihat Penjelasan Pasal 49 huruf a angka 20 UU Peradilan Agama

    [2] http://peluk.komnaspa.or.id/node/25

    [3] Pasal 76 huruf d UU 35/2014

    Tags

    hak asuh

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!