Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Jika Tidak Ada Buku Nikah Saat Mengajukan Gugatan Cerai yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. yang pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 27 Juni 2019, dan pertama kali dimutakhirkan pada Jumat, 5 Agustus 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
klinik Terkait:
Membahas soal cerai tanpa buku nikah, perlu kami informasikan bahwa perihal perceraian di Indonesia secara umum diatur dalam UU Perkawinan, PP 9/1975, dan KHI (khusus bagi mereka yang beragama Islam).
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan (Pengadilan Negeri untuk yang beragama selain Islam dan Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam) yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan (mediasi) kedua belah pihak.[1]
Kemudian, untuk dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.[2]
Alasan-alasan perceraian, dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan, Pasal 19 PP 9/1975, dan Pasal 116 huruf g dan h KHI yaitu:
- salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
- salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
- salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
- antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
- suami melanggar taklik talak;
- peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Prosedur Cerai
Adapun prosedur gugatan perceraian diatur sebagai berikut.[3]
berita Terkait:
- Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
- Tata cara mengajukan gugatan tersebut diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Lebih lanjut perundang-undangan yang dimaksud adalah PP 9/1975 dengan ketentuan sebagai berikut.[4]
- Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
- Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat.
- Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Dapatkah Mengajukan Cerai Jika Tidak Ada Buku Nikah?
Menjawab pertanyaan Anda, sepanjang penelusuran kami, tidak ada yang mensyaratkan bahwa suatu perceraian membutuhkan persetujuan si istri.
Berdasarkan UU Perkawinan dan PP 9/1975 sebagaimana kami terangkan, pada dasarnya untuk bercerai Anda sebagai suami hanya mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama (cerai talak) di daerah hukum tempat kediaman istri Anda dengan cukup alasan bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Mengenai cerai tanpa buku nikah, perlu kami informasikan bahwa buku nikah merupakan persyaratan administratif yang harus dipenuhi saat mengajukan gugatan cerai. Adapun yang menjadi syarat administrasi gugat perceraian (cerai gugat/cerai talak) berdasarkan informasi dari yang disadur dari laman Pengadilan Agama Lamongan, antara lain:
- surat permohonan/gugatan 6 rangkap;
- fotokopi surat nikah/duplikat akta nikah yang dimeteraikan di kantor pos;
- fotokopi KTP pemohon/penggugat yang dimeteraikan di kantor pos;
- surat izin atasan langsung, jika pemohon/penggugat merupakan PNS, Polri, TNI, dan BUMN; dan
- membayar panjar biaya perkara.
Lalu, bisakah suami gugat cerai istri tanpa buku nikah? Terkait gugat cerai tanpa buku nikah, pada dasarnya buku nikah atau akta perkawinan adalah persyaratan administrasi. Sedangkan yang menjadi persyaratan utama dari perceraian itu sendiri adalah terdapat cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Jadi berdasarkan syarat di atas, jika tidak memegang buku nikah (hilang menurut keterangan Istri Anda), sebelum Anda sebagai suami mengajukan cerai tanpa buku nikah, perlu dilakukan pengurusan duplikat akta nikah terlebih dahulu.
Untuk mengurus duplikat nikah guna syarat administratif cerai tanpa buku nikah, Anda perlu mengajukan permintaan ke Kantor Urusan Agama (“KUA”).
Permintaan duplikat buku nikah tersebut dapat diajukan melalui permohonan secara tertulis berdasarkan alasan rusak atau hilang. Untuk penerbitan atas alasan hilang, harus disertai dengan surat keterangan kehilangan dari kepolisian.[5] Itu artinya, sebelumnya Anda harus melaporkan kehilangan buku nikah kepada kepolisian setempat terlebih dahulu.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami terkait cerai tanpa buku nikah sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan;
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Referensi:
Pengadilan Agama Lamongan, yang diakses pada 16 Februari 2023, pukul 15.00 WIB.
[1] Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)
[2] Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan
[3] Pasal 40 UU Perkawinan
[4] Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
[5] Pasal 39 ayat (1), (2), (4), dan (5) Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan