Jika terjadi korupsi di sektor swasta seperti di perusahaan besar, apakah pelaku tindak pidana korupsi akan dipidana dengan UU Tipikor? Dan adakah aset koruptor di bidang swasta tersebut dapat ditarik oleh perusahaan untuk membayar kerugian yang ditanggung perusahaan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Tindak pidana penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan keuangan negara untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang biasa dikenal dengan istilah korupsi. Tindak pidana korupsi diatur di dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001.
Namun, bagaimana jika ‘korupsi’ dilakukan di perusahaan swasta, bisakah pelaku dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan terlebih dahulu mengenai pengertian korupsi. Menurut KBBI, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Andi Hamzah menjelaskan bahwa korupsi secara harfiah berarti segala macam perbuatan yang tidak baik dan dapat dikatakan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sementara menurut World Bank, korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi. Definisi World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.[2]
Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (“ADB”), yaitu kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-orang ini, lanjut pengertian ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan menyalahgunakan jabatan.[3]
Secara yuridis, dapat dikatakan bahwa korupsi adalah segala bentuk tindakan yang diancam dengan sanksi dalam UU 31/1999jo.UU 20/2001.
Berdasarkan UU 31/1999 jo. UU 20/2001, terdapat beberapa klasifikasi dari tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, yaitu sebagai berikut.
Menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 dan Pasal 3 UU 31/1999).
Suap
Pemberi suap (Pasal 5 UU UU 20/2001);
Penerima suap (Pasal 12 huruf a UU 20/2001);
Gratifikasi yang dianggap suap (Pasal 12B UU 20/2001);
Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8 UU 20/2001).
Pemerasan (Pasal 12 huruf e UU 20/2001).
Perbuatan curang (Pasal 7 UU 20/2001).
Pengadaan barang dan jasa (Pasal 12 huruf i UU 20/2001).
Gratifikasi (Pasal 11 UU 20/2001).
Obstruction of justice (Pasal 10 UU UU 20/2001).
Berdasarkan pengertian dan klasifikasi tindak pidana korupsi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan tindak pidana yang berhubungan secara langsung dengan penyelenggara negara, kerugian negara atau kepentingan umum.
Adapun pengertian dari penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya, berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[4]
Adakah Tindak Pidana Korupsi di Sektor Swasta?
Masih banyak yang masih keliru menyebutkan suatu tindak pidana yang dilakukan di perusahaan swasta dianggap sebagai bentuk tindak pidana korupsi. Padahal kerugian yang timbul adalah kerugian di internal perusahaan tanpa adanya keterlibatan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Berbeda dengan jenis-jenis tindak pidana korupsi yang disebutkan di atas, berikut ini adalah jenis-jenis tindak pidana yang umumnya terjadi di perusahaan menurut KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan[5] yaitu tahun 2026:
Tindak Pidana
KUHP
UU 1/2023
Penipuan
Pasal 378
Pasal 492
Penggelapan
Pasal 372
Pasal 486
Penggelapan dalam jabatan
Pasal 374
Pasal 488
Pemalsuan surat
Pasal 263
Pasal 391
Contoh kasus ‘korupsi’ di perusahaan swasta dapat ditemukan dalam Putusan PN Pati No. 180/Pid.B/2015/PN.Pti yang melibatkan seorang Branch Service Manager (BSM) PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Pelaku melakukan rekayasa catatan pada buku kas operasional dan buku kas cadangan Bank Danamon Indonesia, sehingga terdapat selisih senilai Rp200 juta. Jumlah inilah yang kemudian diambil dan digunakan oleh pelaku (hal. 4 – 5). Pelaku kemudian dipidana berdasarkan Pasal 374 KUHP atas tindakan penggelapan dalam jabatan dan dipidana dengan pidana penjara selama 3 bulan (hal. 52).
Berdasarkan contoh di atas, rekayasa catatan buku kas operasional sehingga terdapat selisih Rp200 juta dan menimbulkan kerugian bagi keuangan internal perusahaan, bukan bentuk tindak pidana korupsi, karena kerugian yang timbul bukan merupakan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana dimaksud dalamPasal 2 dan 3 31/1999.
Dengan demikian, untuk menentukan seseorang atau korporasi melakukan tindak pidana korupsi, maka perlu dilihat apakah tindak pidana yang dilakukan berhubungan secara langsung dengan penyelenggara negara, kerugian negara atau perekonomian negara, dan kepentingan umum atau tidak.
Apabila seseorang melakukan tindak pidana yang diduga dapat merugikan keuangan internal perusahaan swasta, maka perbuatan tersebut dapat dikenakan tindak pidana biasa sebagaimana yang diatur dalam KUHP seperti halnya penipuan, penggelapan, penggelapan dalam jabatan, dan pemalsuan surat.
Menjawab pertanyaan Anda yang kedua mengenai pembayaran kerugian perusahaan, apabila seseorang yang telah diputus pengadilan melakukan tindak pidana seperti penipuan, penggelapan, penggelapan dalam jabatan, dan pemalsuan surat, maka perusahaan dapat mengajukan gugatan perbuatan pelawan hukum Pasal 1365 KUH Perdata ke Pengadilan Negeri.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Terima kasih.