Istri saya dilaporkan atas tuduhan penipuan arisan online dan surat pelaporan kepolisian tersebut difoto oleh pelapor dan temannya dan dibagikan di media sosial Facebook, yang mana, nama istri saya tidak ditutupi sehingga dapat dibaca oleh teman-teman Facebook si pelapor (yang mengunggah foto). Yang ingin saya tanyakan adalah: bisakah saya melaporkan hal tersebut? Karena penipuan yang dituduhkan belum ada pembuktian yang sah menurut hukum.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, tuduhan penipuan terhadap istri Anda di media sosial (“medsos”), berpotensi menyerang kehormatan atau nama baik istri Anda. Perbuatan tersebut dilarang dalam Pasal 27A UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE, dan dapat diancaman pidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta.
Akan tetapi, jika tuduhan di medsos mengandung penghinaan yang kategorinya makian, cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, sekalipun dilakukan melalui sistem elektronik atau medsos, si pengunggah dapat dijerat atas tindak pidana penghinaan ringan dalam KUHP atau UU 1/2023.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Dasar Melaporkan Pencemaran Nama Baik di Facebook yang dibuat oleh oleh Dimas Hutomo, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 27 Desember 2018, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada 16 Agustus 2021
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Implikasi Laporan atas Tindak Pidana
Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan laporan dugaan tindak pidana.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Menurut Pasal 1 angka 24 KUHAP, laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Pada dasarnya, setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.[1]
Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.[2] Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.[3]
Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.[4]
Berdasarkan ketentuan tersebut, menurut hemat kami, surat laporan kepolisian yang Anda maksud dalam pertanyaan adalah surat tanda penerimaan laporan.
Kemudian, perlu dipahami bahwa hukum Indonesia mengenal asas praduga tak bersalah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman yaitu:
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Asas praduga tak bersalah tersebut tentunya berlaku juga terhadap seorang terlapor yang namanya dicantumkan di surat tanda penerimaan laporan yang belum ditetapkan menjadi tersangka ataupun terdakwa, ia harus dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Secara garis besar, tuduhan penipuan terhadap istri Anda di media sosial (“medsos”), dalam hal ini Facebook, berpotensi menyerang kehormatan atau nama baik istri Anda. Perbuatan tersebut dilarang dalam Pasal 27A UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Kemudian, pelaku yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.
Adapun menurut Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024, yang dimaksud dari perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.
Akan tetapi, tindak pidana dalam Pasal 27A UU 1/2024 adalah tindak pidana aduan, sehingga tindak pidana ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban atau orang yang terkena tindak pidana, dan bukan oleh badan hukum.[5] Selain itu, perbuatan dalam Pasal 27A UU 1/2024 tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri.[6]
Selanjutnya, jika unggahan/postingan di Facebook tersebut merupakan sebuah fakta atau kenyataan, apakah termasuk dalam pencemaran nama baik? Sepanjang penelusuran kami berdasarkan Lampiran SKB UU ITE yang menerangkan perihal Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik sebelum diubah dengan Pasal 27A UU 1/2024, jika muatan/konten tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan, maka bukan termasuk delik pencemaran nama baik (hal. 11).
Kemudian, dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum, maka, fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum aparat penegak hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE sebelum diubah dengan Pasal 27A UU 1/2024 (hal. 11).
Lalu, disarikan dari artikel Memviralkan Fakta di Medsos, Bisa Kena Pasal Pencemaran Nama Baik?, konten dan konteks adalah bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan arti lain, korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Sehingga dari konten dan konteks tersebut perlu ditafsirkan lebih lanjut apakah benar memenuhi unsur pencemaran nama baik atau tidak.
Oleh karena itu, sebelum perbuatan si pengunggah surat tanda penerimaan laporan dapat diproses hukum atas dasar Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024, harus dibuktikan terlebih dahulu kebenaran atas perbuatan yang dituduhkan kepada istri Anda. Maka, yang akan diperiksa terlebih dahulu adalah perkara penipuan arisan online.
Jika tuduhan tersebut tidak benar, istri Anda selaku korban dapat mengadukan perbuatan si pengunggah atas tindak pidana menyerang kehormatan/nama baik orang lain sebagaimana diatur dalam UU 1/2024. Tapi perlu dicatat, jika konten yang diunggah tersebut berisi kenyataan, maka menurut kami perbuatan pengunggah tidak bisa dijerat pasal dalam UU 1/2024.
Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik dalam KUHP
Sebagai informasi, unsur “menyerang kehormatan atau nama baik seseorang” dalam Pasal 27A UU 1/2024 merujuk pada ketentuan pada Pasal 310 KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[7] yaitu tahun 2026 dengan bunyi sebagai berikut:
Pasal 310 KUHP
Pasal 433 UU 1/2023
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta[8];
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta[9];
Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta[10];
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III yaitu Rp50 juta[11];
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
Berdasarkan bunyi Pasal 310 KUHP di atas, berikut adalah unsur-unsur pasal tersebut:[12]
Kemudian, jika unggahan di Facebook tersebut mengandung penghinaan yang kategorinya makian, cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, sekalipun dilakukan melalui sistem elektronik atau medsos, si pengunggah dapat dijerat atas tindak pidana penghinaan ringan.
Pasal 315 KUHP
Pasal 436 UU 1/2023
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.[13]
Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[14]
Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 315 KUHP adalah:[15]
dengan sengaja;
menyerang;
kehormatan atau nama baik orang;
dengan lisan atau tulisan di muka umum, dengan lisan atau perbuatan di muka orang itu sendiri, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya; dan
tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis.
Patut digarisbawahi, delik hukum pencemaran nama baik dan penghinaan ringan yang diatur dalam KUHP adalah delik aduan, sehingga hanya korban yang bisa memproses ke polisi. Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, istri Anda selaku korban tetap berhak mengadukan persoalan tersebut kepada pihak kepolisian. Namun, pengaduan tersebut baru dapat diproses setelah perkara penipuan arisan online diproses hukum.
Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009). Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 6, 2010;
P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir. Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru, 1983.
[15] Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009). Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 6, 2010, hal. 131