Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Disuruh Aborsi oleh Calon Mertua, Ini Hukumnya

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Disuruh Aborsi oleh Calon Mertua, Ini Hukumnya

Disuruh Aborsi oleh Calon Mertua, Ini Hukumnya
Wang Tao Bicton Manullang, S.H.ILUMNI FH UNPAR
ILUMNI FH UNPAR
Bacaan 10 Menit
Disuruh Aborsi oleh Calon Mertua, Ini Hukumnya

PERTANYAAN

Apa ada hukum untuk orang yang menyuruh orang untuk aborsi dan dikenakan pasal berapa? Sebelumnya mohon maaf jika saya menanyakan ini karena saya mengalaminya sendiri. Calon ibu mertua saya menyuruh saya aborsi. Padahal jelas-jelas anak yang saya kandung adalah anak dari anaknya. Ibunya terang-terangan meminta saya melakukan aborsi. Dan juga anaknya sempat memperlakukan kekerasan pada saya. Apa saya bisa melaporkan kasus ini?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Aborsi adalah perbuatan atau tindakan menggugurkan kandungan. Dalam hukum positif Indonesia, tindakan aborsi merupakan hal yang dilarang kecuali karena alasan yang dibenarkan sebagaimana diatur di dalam UU Kesehatan.

    Lantas, apa hukumnya bagi orang yang menyuruh melakukan tindakan aborsi?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Jerat Pidana Bagi Penjual Obat Aborsi

    Jerat Pidana Bagi Penjual Obat Aborsi

    Hukum Aborsi di Indonesia

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan apa itu aborsi. Aborsi menurut KBBI adalah pengguguran kandungan. Di Indonesia, dasar hukum aborsi tertuang dalam Pasal 75 ayat (1) UU Kesehatan, yaitu setiap orang pada dasarnya dilarang melakukan aborsi.

    Namun demikian, terdapat pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi yaitu pada dua kondisi berikut.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
    2. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

    Tindakan aborsi tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.[2]

    Lebih lanjut, aborsi karena dua kondisi tersebut hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut.[3]

    1. sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
    2. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
    3. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
    4. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
    5. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.

    Lantas, apa risiko aborsi jika tetap dilakukan? Selain risiko kesehatan, terdapat risiko hukum jika melakukan aborsi tidak sesuai dengan hukum. Pasal 194 UU Kesehatan menentukan sanksi pidana aborsi yang tidak sesuai ketentuan yaitu:

    Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    Selain dalam UU Kesehatan, aturan mengenai aborsi juga diatur di dalam KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan.[4] Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut.

    KUHP

    UU 1/2023

    Pasal 346 KUHP

    Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

    Pasal 463 UU 1/2023

    1. Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
    2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

    Pasal 347 KUHP

    1. Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan tidak dengan izin perempuan itu, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
    2. Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati, dia dihukum penjara selama- lamanya lima belas tahun.

    Pasal 348 KUHP

    1. Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan izin perempuan itu dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan.
    2. Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

    Pasal 464 UU 1/2023

    1. Setiap orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan:
    1. dengan persetujuan perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun; atau
    2. tanpa persetujuan perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
    1. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a mengakibatkan matinya perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.
    2. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b mengakibatkan matinya perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

     

    Pasal 349 KUHP

    Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan tersebut pada Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

     

    Pasal 465 UU 1/2023

    1. Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 464, pidananya ditambah 1/3.
    2. Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud Pasal 86 huruf a dan huruf f.
    3. Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis, atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud Pasal 463 ayat (2), tidak dipidana.

    Hukumnya Menyuruh Orang Lain Aborsi

    Lantas, bagaimana hukumnya calon mertua Anda yang menyuruh Anda melakukan aborsi? Pasal 55 ayat (1) KUHP, menegaskan bahwa dipidana sebagai pelaku tindak pidana (dader):

    1. mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan;
    2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

    Hal ini juga diatur di dalam Pasal 20 UU 1/2023 bahwa setiap orang dipidana sebagai pelaku tindak pidana jika:

    1. melakukan sendiri tindak pidana;
    2. melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
    3. turut serta melakukan tindak pidana; atau
    4. menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, melakukan kekerasan, menggunakan ancaman kekerasan, melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan.

    Dalam hal menyuruh melakukan, orang yang disuruh untuk melakukan tindak pidana tidak dipidana karena tidak ada unsur kesalahan.[5]

    Kami tidak mendapatkan informasi apakah tindakan aborsi yang Anda ceritakan dilakukan atau tidak. Jika aborsi tersebut benar terjadi, calon ibu mertua Anda dapat dikenakan pidana penjara berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hal tersebut karena calon ibu mertua Anda telah “menyuruh” Anda untuk melakukan aborsi secara melawan hukum.

    Kekerasan dalam Hubungan Pacaran

    Terkait dengan pertanyaan Anda mengenai kekerasan yang dilakukan oleh pacar Anda, kami tidak mendapat informasi secara spesifik bentuk kekerasan yang dilakukan. Kami asumsikan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pacar Anda dapat disamakan dengan penganiayaan.

    Adapun hukumnya melakukan penganiayaan, dapat Anda baca secara lengkap dalam artikel Perbuatan-perbuatan yang Termasuk Penganiayaan. Selanjutnya, Anda dapat melaporkan perbuatan tersebut dengan membuat laporan Polisi atas dugaan penganiayaan yang dilakukan pacar Anda. Untuk melaporkan tindak pidana ke Polisi, Anda dapat membaca Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.

    Contoh Kasus

    Contoh kasus menyuruh aborsi dapat Anda lihat dalam Putusan PN Kupang Nomor 242/Pid.Sus/2015/PN.Kpg dimana hakim menggunakan Pasal 194 UU Kesehatan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam memutus terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menyuruh melakukan tindak pidana aborsi. Atas perbuatannya, terdakwa dihukum pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp5 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan (hal. 42).

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Kupang Nomor 242/Pid.Sus/2015/PN.Kpg.

    Referensi:

    Aborsi, yang diakses pada Senin, 20 Maret 2023, pukul 14.01 WIB.


    [1] Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”)

    [2] Pasal 75 ayat (4) UU Kesehatan

    [3] Pasal 76 UU Kesehatan

    [4] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [5] Penjelasan Pasal 20 huruf b UU 1/2023

    Tags

    aborsi
    kuhp

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!