Hak Cipta dan Ciptaan
Sebelum masuk pada pembahasan mengenai ada tidaknya pelanggaran hak cipta pada contoh kasus di atas, mari kita lihat dahulu apa yang dimaksud dengan hak cipta, ciptaan, dan jenis ciptaan yang dilindungi.
Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC”), yang dimaksud dengan hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 1 angka 1 UUHC
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 1 angka 3 UUHC
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Pasal 40 ayat (1) UUHC
Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:
- ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
- alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
- lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
- drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
- karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
- karya seni terapan;
- karya arsitektur;
- peta;
- karya seni batik atau seni motif lain;
- karya fotografi;
- Potret;
- karya sinematografi;
- terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
- terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
- kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;
- kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
- permainan video; dan
- Program Komputer.
Hak Cipta Konten Newsletter dan Podcast
Dalam pertanyaan Anda di atas disebutkan mengenai dua jenis ciptaan, yaitu newsletter dan konten podcast. Newsletter termasuk dalam jenis ciptaan karya tulis. Di sisi lain, menyadur berita untuk menjadi konten newsletter pada dasarnya tidak dilarang oleh UUHC, dengan syarat tertentu. Pasal 43 huruf c UUHC berbunyi:
Perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta meliputi:
- …
- …
- pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap;
- …
- …
Sedangkan konten podcast yang berupa rekaman suara interview, musik/lagu, ceramah, dan lain-lain. Dengan demikian, konten podcast masuk ke dalam jenis ciptaan yang variatif, tergantung hasil karya yang diwujudkan dalam bentuk nyata dan direkam. Misalnya jenis ciptaan ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya, atau jenis ciptaan lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks. Bisa juga jenis ciptaan berupa karya adaptasi, yaitu mengalihwujudkan suatu ciptaan menjadi bentuk lain.[1]
Bagian yang menarik dari jenis ciptaan yang menjadi konten podcast ini adalah apabila konten atau karya yang diwujudkan dalam bentuk nyata tersebut merupakan gabungan dari karya yang dihasilkan sendiri oleh podcaster dan karya milik orang lain yang dilindungi hak cipta.
Salah satu contohnya adalah seorang podcaster yang membuat rekaman ceramahnya dengan latar belakang musik yang hak ciptanya dimiliki oleh orang lain. Contoh lain adalah sebagaimana yang Anda sampaikan, di mana konten newsletter yang memiliki hak cipta, dibacakan oleh podcaster persis seperti aslinya. Dengan kata lain, konten newsletter yang merupakan jenis ciptaan karya tulis dialihwujudkan oleh podcaster dalam bentuk konten rekaman suara podcast.
Hukumnya Adaptasi Konten Newsletter ke dalam Podcast
Untuk mengetahui hukum perbuatan tersebut, ada perlunya kita memahami terlebih dahulu aturan-aturan seputar adaptasi. Karya adaptasi merupakan salah satu jenis ciptaan yang dilindungi. Apabila suatu karya diadaptasi, maka karya yang merupakan hasil adaptasi memiliki hak cipta independen. Akan tetapi, hak cipta tersebut baru lahir apabila syarat-syarat lahirnya hak cipta terpenuhi.
Sebagaimana telah disampaikan di atas, hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu apa saja syaratnya agar suatu karya adaptasi dapat memiliki perlindungan hak cipta?
Menurut Muhammad Djumhana dalam bukunya Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, selain terhadap hak-hak utama dalam hak cipta, perlindungan diberikan pada unsur-unsur lain dalam hak cipta, seperti pengalihwujudan. Perlindungan yang diberikan berupa pencegahan atau larangan kepada pihak lain untuk memanfaatkan ciptaan dengan tujuan komersial tanpa izin sah dari pemegang hak. Pengalihwujudan suatu karya cipta menjadi bentuk lain jika dilakukan oleh pihak lain selain pencipta, memerlukan izin dari pencipta bentuk aslinya.
Pencipta memiliki hak moral dan hak ekonomi atas ciptaannya. Dari sisi perlindungan hak moral yang melekat secara abadi pada dirinya, pencipta memiliki hak untuk:[2]
- tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
- menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
- mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
- mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
- mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Sedangkan hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.[3]
Menjawab pertanyaan Anda terkait dugaan pelanggaran hak cipta dalam pengalihwujudan konten newsletter menjadi rekaman suara konten podcast, dapat disampaikan bahwa pencipta sebagai pemegang hak eksklusif memiliki peran yang utama. Selama pengalihwujudan tersebut dilakukan atas persetujuan atau izinnya dan ia tidak berkeberatan, maka hal tersebut bukan merupakan pelanggaran hak cipta. Namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka pengalihwujudan tersebut merupakan pelanggaran hak cipta.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Muhammad Djumhana. Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.