KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Gaji Dipotong karena Utang di Perusahaan, Ini Hukumnya

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Gaji Dipotong karena Utang di Perusahaan, Ini Hukumnya

Gaji Dipotong karena Utang di Perusahaan, Ini Hukumnya
Christian Tarihoran, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Gaji Dipotong karena Utang di Perusahaan, Ini Hukumnya

PERTANYAAN

Suatu hari teman saya utang uang perusahaan sebesar Rp50 juta. Setelah musyawarah dan proses bayar utang, tiba-tiba kantor buat peraturan denda 20% untuk tiap yang berutang. Nah disini teman saya keberatan. Dia sudah membayar Rp45 juta di muka, tapi utang dia sekarang menjadi Rp60 juta sekian. Dia tidak sanggup bayar hingga akhirnya sisa utangnya dibayar dengan cara perusahaan potong gaji dia setengah untuk nyicil utang. Dengan berat hati dia jalanin. Belum selesai utang dia dipecat karena alasan mangkir kerja. Tapi utang dia sebenarnya sudah lunas, tinggal denda tersebut. Apa yang harus dilakukan teman saya? Sedangkan kantor dia juga tidak memberikan surat referensi kerja.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Utang adalah uang pinjaman dari orang lain sehingga ada kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima. Umumnya hutang piutang diawali dengan kesepakatan/perjanjian baik lisan atau tertulis yang berisikan hak dan kewajiban kedua belah pihak.

    Jika pekerja berutang kepada perusahaan namun perusahaan membuat perubahan peraturan yang mengubah isi perjanjian utang piutang dan berakibat pada pemotongan gaji dengan alasan denda, bagaimana upaya yang dapat ditempuh?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Perjanjian Utang Piutang

    Mengacu dari laman KBBI, pengertian utang adalah uang yang dipinjam dari orang lain; kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima. Berdasarkan pengertian tersebut, maka jelas bahwa utang merupakan uang pinjaman dari orang lain sehingga ada kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima.

    KLINIK TERKAIT

    Langkah Hukum Jika Mantan Karyawan Membocorkan Rahasia Perusahaan

    Langkah Hukum Jika Mantan Karyawan Membocorkan Rahasia Perusahaan

    Dalam konteks hukum, pengertian utang-piutang sama dengan perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1754 KUH Perdata yang berbunyi:

    Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang-barang tertentu dan habis karena pemakaian dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Umumnya utang piutang diawali dengan kesepakatan atau perjanjian baik lisan atau tertulis yang berisikan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Menurut Subekti dalam buku berjudul Hukum Perjanjian menjelaskan bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan, yakni suatu perhubungan hukum antara dua pihak, dimana dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (hal. 1).

    Suatu perjanjian juga harus dilaksanakan dengan iktikad baik dan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (asas pacta sun servanda). Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi:

    Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.

    Perlu Anda ketahui bahwa jika salah satu pihak ada yang melanggar perjanjian maka akan timbul permasalahan hukum yakni wanprestasi. Hal ini juga diterangkan oleh Subekti dalam buku Hukum Perjanjian (hal. 45), bahwa wanprestasi (kelalaian/kealpaan) dapat berupa:

    1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
    2. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
    3. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
    4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukanya.

    Berdasarkan kronologi yang Anda sampaikan, Anda tidak menjelaskan apakah aturan pemberlakuan denda dari perusahaan atas utang teman Anda tersebut karena keterlambatan pembayaran atau murni karena teman Anda berutang pada perusahaan.

    Apabila denda tersebut karena keterlambatan membayar utang dari debitur, pada dasarnya pihak kreditur dapat meminta penggantian biaya, kerugian dan bunga atas keterlambatannya tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata, yang berbunyi:

    Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

    Namun demikian, perlu Anda catat bahwa berdasarkan artikel Wanprestasi: Unsur, Akibat, dan Cara Menyelesaikannya, untuk meminta penggantian biaya, kerugian, dan bunga, umumnya pihak kreditur perlu memberikan surat somasi terlebih dahulu untuk menerangkan bahwa debitur dinyatakan lalai yang kemudian diajukan perkaranya ke pengadilan.

    Hukumnya Mengubah Perjanjian Secara Sepihak

    Selanjutnya, berkaitan dengan mengubah perjanjian utang piutang secara sepihak, maka berdasarkan kronologi yang Anda sampaikan, pihak perusahaan menetapkan denda 20% dan teman Anda keberatan.

    Muncul pertanyaan, apakah perjanjian dapat diubah secara sepihak? Dalam suatu perjanjian, para pihak seharusnya menaati perjanjian yang telah disepakati bersama.

    Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, setiap perjanjian harus memenuhi syarat sah perjanjian agar sah secara hukum, yakni:

    1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. kecakapan dirinya;
    3. suatu hal tertentu;
    4. suatu sebab yang halal.

    Jika salah unsur tidak terpenuhi, maka tidak perjanjian tersebut tidak dapat dikatakan sah secara hukum. Syarat nomor 1 dan nomor 2 dikategorikan sebagai syarat subjektif. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan.

    Sedangkan, syarat nomor 3 dan nomor 4 adalah syarat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka dapat berakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum yang sejak semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah dilahirkan.

    Dengan demikian, jika penetapan denda 20% tersebut dilakukan secara sepihak oleh perusahaan dan teman Anda keberatan, dapat diasumsikan bahwa tidak ada kata sepakat di antara keduanya. Maka, teman Anda dapat mengajukan pembatalan perjanjian kepada pengadilan.

    Baca juga: Ini 4 Syarat Sah Perjanjian dan Akibatnya Jika Tidak Dipenuhi

    Pemotongan Gaji oleh Perusahaan karena Denda

    Pemotongan gaji oleh perusahaan kepada pekerja dengan dasar denda utang adalah tindakan yang bertentangan dengan hukum. Berdasarkan uraian yang Anda sampaikan, perjanjian utang piutang terjadi sebelum terbitnya perubahan peraturan yang dibuat perusahaan tentang denda 20% tersebut. Tentu saja hal ini merugikan hak-hak normatif pekerja sehingga menimbulkan perselisihan hak antara pekerja dengan perusahaan.

    Jika perusahaan melakukan pemotongan gaji secara sepihak, rekan Anda dapat menempuh upaya hukum sesuai prosedur hukum yang berlaku. Berdasarkan artikel Cara Meminta Gaji yang Dipotong Sepihak oleh Perusahaan, yang dapat teman Anda tempuh yaitu melakukan perundingan bipartit. Jika tidak berhasil, maka dapat melakukan penyelesaian secara mediasi. Jika masih gagal, maka dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

    Baca juga: Upaya Tripartit Diabaikan Perusahaan, Tempuh Langkah Ini

    Upaya yang Dapat Ditempuh atas Pemutusah Hubungan Kerja

    Dalam konteks pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (“PHK”) teman Anda dengan dalih mangkir, menurut hemat kami, PHK tersebut harus dibuktikan secara prosedural oleh pihak perusahaan.

    Pada prinsipnya, PHK dapat terjadi karena pekerja mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha dua kali secara patut dan tertulis.[1]

    Dalam hal ini, maka pekerja berhak atas uang penggantian hak dan uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama serta hak-hak lainnya.[2]

    Berdasarkan ketentuan tersebut, perusahaan perlu menunjukkan bukti bahwa telah memanggil pekerja secaara patut dan tertulis kepada pekerja yang bersangkutan. Hal ini untuk menghindari apakah pemecatan tersebut benar karena mangkir atau alasan yang terkesan dibuat-buat oleh pihak perusahaan untuk melakukan PHK kepada pekerja secara sepihak.

    Ada baiknya dari pihak pekerja untuk menkonfirmasi ke pihak perusahaan dengan cara melakukan perundingan secara baik-baik untuk menemukan alasan-alasan PHK yang lebih akurat, namun apabila keterangan perusahaan berbeda dengan peristiwa yang Anda alami saran kami dapat ditempuh upaya hukum agar hak-hak Anda sebagai pekerja tidak dilanggar sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    Baca juga: Upaya Hukum Jika Terjadi PHK Sepihak

    Kemudian untuk memperoleh surat keterangan kerja, ada baiknya terlebih dahulu membicarakan perihal tersebut kepada pihak perusahaan melalui musyawarah. Namun jika perusahaan tetap tidak memberikannya, berdasarkan artikel Langkah Jika Surat Keterangan Kerja Tak Kunjung Diberikan hal tersebut berpotensi menimbulkan perselisihan hak. Maka, teman Anda dapat menempuh perundingan bipartit, mediasi hingga menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

    Referensi:

    1. Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta:PT Intermasa, 2005.
    2. KBBI Utang, diakses pada Senin, 19 September 2022, pukul 10.10 WIB.

    [1] Pasal 81 angka 42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menambah ketentuan Pasal 154 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    [2] Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

    Tags

    hukum perjanjian
    in house counsel

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!