Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ganti Kerugian bagi Pengamen Korban Salah Tangkap

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Ganti Kerugian bagi Pengamen Korban Salah Tangkap

Ganti Kerugian bagi Pengamen Korban Salah Tangkap
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ganti Kerugian bagi Pengamen Korban Salah Tangkap

PERTANYAAN

Diberitakan bahwa ada empat pengamen korban salah tangkap oleh polisi ditolak permohonan ganti ruginya karena bekerja sebagai pengamen. Apakah memang pengamen tidak berhak mendapatkan ganti rugi sejenis?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pengaturan mengenai ganti kerugian terhadap korban salah tangkap merujuk pada Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Pasal tersebut pada dasarnya tidak membedakan korban salah tangkap berdasarkan jenis pekerjaannya, termasuk pengamen sekalipun. Terdapat pula contoh putusan yang memerintahkan negara membayar ganti rugi bagi para pengamen korban salah tangkap.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Ganti Kerugian Akibat Salah Tangkap
    Mengenai ganti kerugian terhadap korban salah tangkap, dapat dilihat ketentuannya dalam Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang selengkapnya berbunyi:
     
    Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;
     
    Yang dimaksud dengan “kerugian karena tindakan lain” adalah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. Termasuk penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan.[1] Tuntutan ganti kerugian diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.[2]
     
    Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian, ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan. Pemeriksaan terhadap ganti kerugian mengikuti acara praperadilan.[3]
     
    Pengaturan lebih lanjut mengenai ganti kerugian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (“PP 27/1983”), sebagaimana yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“PP 92/2015”). Jangka waktu untuk mengajukan ganti kerugian diatur dalam Pasal 7 PP 92/2015, yang berbunyi:
     
    1. Tuntutan ganti kerugian hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima;
    2. Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.
     
    Ganti kerugian dapat diberikan atas dasar pertimbangan hakim. Dalam hal hakim mengabulkan atau menolak tuntutan ganti kerugian, maka alasan pemberian atau penolakan dicantumkan dalam penetapan.[4] Kemudian pada bagian Penjelasan Pasal 8 ayat (1) PP 27/1983 diuraikan sebagai berikut:
     
    Dalam menetapkan dikabulkan atau tidaknya tuntutan ganti kerugian, hakim mendasarkan pertimbangannya kepada kebenaran dan keadilan, sehingga dengan demikian tidak semua tuntutan ganti kerugian akan dikabulkan oleh hakim. Misalnya apabila tuntutan tersebut didasarkan atas hal yang menyesatkan atau bersifat menipu, maka tepat kalau tuntutan demikian itu ditolak.
     
    Adapun besaran nominal ganti kerugian berpedoman pada Pasal 9 PP 92/2015, yang berbunyi:
     
    1. Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
    2. Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
    3. Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
     
    Prosedur penganggaran ganti kerugian bagi korban salah tangkap sendiri juga dapat merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.02/2019 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.02/2018 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2019 (“PMK 132/2019”). Pada Bagian l Lampiran I PMK 132/2019 diuraikan mengenai pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht) dapat dilakukan antarjenis belanja dan/ atau antar-kegiatan dalam satu program. Pergeseran anggaran dimaksud merupakan kewajiban pengeluaran yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Pergeseran anggaran dimaksud merupakan tanggung jawab Kementerian/Lembaga yang terkait dengan permasalahan tersebut. Ketentuan ini juga dapat digunakan untuk penyelesaian revisi berupa pembayaran ganti kerugian korban salah tangkap.
     
    Pengamen Tak Berhak Menerima Ganti Kerugian?
    Pertanyaan selanjutnya, apakah status para korban salah tangkap sebagai pengamen menghalangi mereka untuk mendapatkan ganti kerugian? Untuk itu, kita perlu meninjau Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
     
    Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
     
    Tindakan administrasi pemerintahan juga tunduk pada asas ketidakberpihakan yang merupakan salah satu elemen Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”). Yang dimaksud dengan “asas ketidakberpihakan” adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.[5]
     
    Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, subyek dalam Pasal 95 KUHAP adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana, dengan tidak membeda-bedakan pekerjaan masing-masing subyek tersebut. Dengan demikian, menurut hemat kami, empat korban salah tangkap sebagaimana yang Anda maksud tetap berhak menuntut ganti kerugian kepada pihak yang bertanggungjawab, sekalipun berstatus sebagai pengamen.
     
    Contoh Kasus Pengamen Korban Salah Tangkap
    Sebagai referensi, kami akan menguraikan kasus serupa yang dialami oleh dua pengamen yang didakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan secara bersama-sama yang kemudian membuat mereka dijatuhi pidana penjara selama tujuh tahun. Amar putusan ini tercantum dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 1273/Pid.B/2013/PN.Jkt Sel.
     
    Selanjutnya atas putusan tersebut, diajukan upaya hukum banding dan dikeluarkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 50/PID/2014/PT.DKI. Amar putusannya menyatakan bahwa terpidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, sehingga kepadanya dikeluarkan dari tahanan dan dipulihkan harkat dan martabatnya. Tidak berhenti sampai di situ, pihak penuntut umum kemudian melakukan upaya kasasi. Mahkamah Agung justru memperkuat putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1055 K/PID/2014.
     
    Kasus ini juga terangkum dalam artikel Jalan Berliku Korban Salah Tangkap Peroleh Uang Ganti Kerugian. Masih bersumber pada laman artikel yang sama, diberitakan bahwa kedua pengamen tersebut telah mendekam di penjara selama kurang lebih setahun.
     
    Pasca dikeluarkannya putusan yang menyatakan kedua pengamen tersebut terbukti tidak bersalah, dikutip dari artikel Proses Pencairan Ganti Rugi Pengamen Salah Tangkap Terhambat Penetapan Hakim, kedua pengamen mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penangkapan yang dianggap tidak sah sekaligus meminta ganti kerugian. Sepanjang penelusuran kami, diakses dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dinyatakan bahwa ganti kerugian tersebut dikabulkan melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 98/Pid.Pra/2016/PN JKT.SEL yang pada pokok amarnya memerintahkan kepada negara, dalam hal ini melalui Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Keuangan, untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp36 juta.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
     
    Putusan:
    1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 1273/Pid.B/2013/PN.Jkt Sel;
     
    Referensi:
    Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, diakses pada 9 Oktober 2019, pukul 17.00.
     

    [1] Penjelasan Pasal 95 ayat (1) KUHAP
    [2] Pasal 95 ayat (3) KUHAP
    [3] Pasal 95 ayat (4) dan (5) KUHAP
    [4] Pasal 8 PP 27/1983
    [5] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf c UU 30/2014

    Tags

    kuhap
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!