Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ganti Nama

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Ganti Nama

Ganti Nama
Ali Salmande, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ganti Nama

PERTANYAAN

Dear HukumOnline, saya berencana menghilangkan nama belakang dan sedang dalam proses sidang. Saya lahir di Kalimantan dari ibu asal Kalimantan dan Bapak dari suku Batak. Nama belakang saya adalah nama marga Bapak. Dengan Alasan saya lebih suka dibilang orang Kalimantan maka saya memohon menghilangkan nama belakang ke PN Bogor untuk mendapatkan penegasahan. Namun, sidang pertama Hakim menilai nama belakang saya terikat hukum adat Batak dan meminta saksi ahli hukum adat untuk dihadirkan di sidang berikutnya untuk mengetahui apakah nama marga tersebut bisa dihilangkan atau tidak. Mendengar alasan Hakim bahwa terikat hukum adat, tentu saya sangat keberatan karena dari lahir dan besar di Kalimantan. Lagipula, Saya beragama Islam, Saya hanya mengakui hukum Islam dan hukum negara. Hukum Islam tidak ada larangan mengganti nama. Apakah hukum Islam lebih rendah dari hukum adat? Mohon penjelasan atas masalah saya. Terima Kasih, Midian.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Dalam pandangan hukum Islam, memutus tali hubungan antara ayah kandung-anak tidak bisa dibenarkan. Hal ini pernah terjadi dalam sejarah ketika Nabi Muhammad SAW mengangkat pembantunya Zaid Bin Haritsah sebagai anak angkat beliau. Dan kemudian mengubah sebutannya menjadi Zaid Bin Muhammad. Namun, sebutan ini ‘diputus’ melalui firman Allah SWT yang berbunyi: (Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6, Halaman 493)

     

    “.........Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah..............” (QS. Alahzaab: 4-5).

    KLINIK TERKAIT

    Prosedur dan Syarat Ganti Nama

    Prosedur dan Syarat Ganti Nama
     

    Kami tidak ingin menyamakan sistem marga dengan penyebutan ‘bin’ (anak laki-laki dari) dalam hukum Islam. Namun, bila Anda tetap hendak menghapus marga di belakang nama Anda, hendaknya hal tersebut bukan dalam rangka memutus tali hubungan Anda dengan ayah kandung Anda.

     

    Sedangkan, dalam pandangan hukum adat (Batak), kami agak kesulitan mengkaji karena Anda tidak menyebutkan marga dan asal daerah ayah Anda. Perlu diketahui, Adat Batak terbagi dan tersebar ke beberapa wilayah, di mana masing-masing memiliki kesamaan dan keragaman. Di antaranya, Tapanuli Utara (Batak Toba), Tapanuli Bagian Selatan (Mandailing, Angkola, dan lain-lain), Karo dan Simalungun.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Salah seorang anggota tim penyusun buku berjudul “Horja: Adat Istiadat Dalihan Na Tolu” -yang tak mau disebutkan namanya -- mengaku belum pernah menemukan kasus orang yang ingin menghilangkan marganya. Ia mengatakan tak ada mekanisme atau upacara adat yang mengakomodir proses menghilangkan marga tersebut.

     

    Berbeda halnya, dengan proses penabalan marga yaitu di mana seseorang yang menikahi pasangannya yang berada dari luar batak bisa memberikan atau menabalkan marga kepada pasangannya tersebut. Tentunya dengan syarat-syarat yang telah disyaratkan oleh Adat Istiadat Dalihan Na Tolu. Bukan hanya dari segi perkawinan, orang yang dianggap berjasa kepada adat istiadat batak pun bisa ‘memperoleh’ marga.

     

    Meski begitu, Tokoh Adat Tapanuli Bagian Selatan (Batak Angkola) ini menilai merupakan hak masing-masing orang bila ingin menghilangkan marganya. Namun, bila ada orang yang menghilangkan marganya, maka hak dan kewajibannya telah gugur dalam sistem Adat Dalihan Na Tolu.

     

    Lalu, bagaimana hubungan Hukum Islam dengan Hukum Adat dalam kerangka hukum Indonesia? Sejumlah ahli berbeda pendapat mengenai hal ini. Pakar Hukum Adat asal Belanda, Van Den Berg mengeluarkan teori ‘receptio in complexu’. Intinya, hukum agama (Islam) diterima secara keseluruhan oleh masyarakat sekitar yang memeluk agama tersebut. Singkatnya, hukum adat mengikuti hukum agama yang dipeluk oleh masyarakat adat itu. 

     

    Namun, teori ini dibantah oleh Snouck Hugronje -- dan Van Vollenhoven -- melalui teori ‘receptie’-nya. Menurut Hugronje, hukum Islam dapat diberlakukan sepanjang tidak bertentangan atau telah diterima keberlakuannya oleh hukum adat. Artinya, hukum Islam mengikuti hukum adat masyarakat sekitar. 

     

    Teori Hugronje tersebut dibantah habis-habisan oleh Pakar Hukum Adat asal Indonesia Prof. Hazairin dan Prof. Sayuti Thalib. Prof. Hazairin bahkan menyebut teori ‘receptie’ milik Snouck Hugronje itu sebagai teori iblis. Menurut Prof. Hazairin, dalam teori ‘receptie exit’-nya, teori receptie itu harus keluar (exit) dari sistem hukum Indonesia (Buku Tujuh Serangkai tentang Hukum) karena bertentangan dengan UUD 1945, Al Quran dan Sunnah Rasul.

     

    Pandangan Prof. Hazairin ini diperkuat oleh Prof. Sayuti Thalib. Menurut Prof. Sayuti, hukum yang berlaku bagi masyarakat adalah hukum agama yang dipeluknya, hukum adat hanya berlaku bila tidak bertentangan dengan hukum agama yang dipeluk oleh masyarakat. Pandangan ini dikenal dengan sebutan teori ‘receptie a contrario’.

     

    Menurut pendapat kami, pandangan Prof. Hazairin dan Prof. Sayuti lebih tepat digunakan untuk konteks Indonesia. Pasalnya, ada beberapa hukum adat di Indonesia yang menggunakan hukum agama (Islam) sebagai acuannya. Contohnya, hukum adat Minangkabau yang mengenal prinsip “Adat basandi syara’ (adat bersendikan agama), syara’ basandi kitabullah (agama bersendikan kitab Allah)”.

     

    Contoh lainnya adalah upacara adat mangokal holi atau eksumasi (penggalian dan pemindahan tulang orang yang sudah meninggal) yang masih dipraktekan di Batak Toba (Tapanuli Utara). Upacara ini tidak lagi diterapkan di Tapanuli Bagian Selatan karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama yang dianut oleh masyarakat sekitar, yakni agama Islam.

     

    Demikian sejauh yang kami ketahui.

     
     

    Simak dan dapatkan tanya-jawab seputar hukum keluarga lainnya dalam buku “Tanya Jawab Hukum Perkawinan & Perceraian” dan “Tanya Jawab Hukum Waris & Anak” (hukumonline dan Kataelha) yang telah beredar di toko-toko buku.

     

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!