KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Hadiah Perkawinan Termasuk Harta Bersama?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Apakah Hadiah Perkawinan Termasuk Harta Bersama?

Apakah Hadiah Perkawinan Termasuk Harta Bersama?
Dr. Kelvin Keliduan, S.H., M.H. Pasa, Maha & Rekan
Pasa, Maha & Rekan
Bacaan 10 Menit
Apakah Hadiah Perkawinan Termasuk Harta Bersama?

PERTANYAAN

Saya seorang WNI dan ketika menikah, saya menerima hadiah berupa perhiasan. Lalu, saya menerima surat dari kantor pengacara suami saya mengenai permintaan harta bersama hadiah pernikahan dikembalikan setengah.

Lantas, apakah hadiah perkawinan dapat digolongkan sebagai harta bersama? Apakah suami saya berhak meminta perhiasan tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

    Artinya, hadiah perkawinan yang diterima oleh suami atau istri selama perkawinan adalah harta pribadi penerima hadiah dan tidak termasuk dalam harta bersama, kecuali ada kesepakatan dari pasangan suami dan istri.

    Apa dasar hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Hadiah Perkawinan Termasuk Harta Bersama? yang dibuat oleh Dinna Sabriani dan dipublikasikan pertama kali pada Rabu, 6 Januari 2010.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Harta Bersama dalam Perkawinan

    Pernikahan adalah momen yang penuh makna dalam kehidupan seseorang, di mana dua individu bersatu untuk membentuk ikatan yang kuat dan berkomitmen satu sama lain.[1] Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah pernikahan dikenal dengan “perkawinan”, yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Selain mengikat ikatan emosional dan spiritual, pernikahan juga membawa sejumlah pertimbangan hukum yang perlu diperhatikan,[3] salah satunya apakah hadiah perkawinan termasuk harta bersama?

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, penting untuk memahami konsep harta bersama dalam hukum perkawinan. Pada dasarnya, harta bersama adalah istilah hukum yang digunakan untuk menggambarkan harta atau aset yang diperoleh oleh suami dan istri selama pernikahan. Harta bersama pada umumnya termasuk gaji, properti, investasi, serta harta yang diperoleh selama masa pernikahan. Namun, tidak semua harta yang dimiliki setelah menikah otomatis menjadi harta bersama, sebagai contoh aset yang dimiliki oleh salah satu pasangan sebelum menikah tidak dapat dikategorikan sebagai harta bersama.[4]

    Sebagai informasi, terdapat beberapa negara yang menggunakan prinsip harta bersama penuh, yang berarti semua aset yang diperoleh selama pernikahan dianggap sebagai harta bersama dan akan dibagi antara suami dan istri jika pernikahan berakhir. Di sisi lain, terdapat juga negara yang mengadopsi sistem harta bersama pisah, yang berarti setiap pasangan tetap memiliki kendali atas aset mereka sendiri dan tidak ada pembagian yang otomatis terjadi saat pernikahan berakhir.[5]

    Baca juga: Pembagian Harta Bersama Jika Tidak Ada Perjanjian Perkawinan

    Dasar Hukum Harta Bersama dalam Perkawinan

    Selanjutnya, Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh oleh suami dan istri selama perkawinan. Berdasarkan praktik kami, hal ini mencakup pendapatan yang diperoleh selama perkawinan, serta harta yang diperoleh sebagai hasil dari pendapatan tersebut.

    Ketentuan harta bersama juga tertuang dalam Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan, yaitu mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.

    Konsep mengenai harta bersama yang diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan dijelaskan lebih lanjut berdasarkan penfsiran berikut ini:

    1. Pendapatan selama perkawinan, yaitu mencakup gaji, penghasilan, dan pendapatan lain yang diperoleh oleh suami atau istri selama masa perkawinan. [6] Pendapatan ini dianggap sebagai harta bersama dan akan dibagi antara suami dan istri jika pernikahan berakhir, baik karena perceraian atau kematian.[7]
    2. Harta yang diperoleh dari pendapatan bersama, yaitu jika salah satu pasangan menggunakan pendapatan bersama untuk membeli atau mengakuisisi aset tertentu, aset tersebut juga dianggap sebagai harta bersama. Ini mencakup properti, investasi, atau barang apa pun yang dibeli dengan uang yang diperoleh selama perkawinan.[8]
    3. Harta yang diperoleh bersama, yaitu harta yang diperoleh oleh suami dan istri bersama-sama selama perkawinan. Contoh ini mencakup properti yang dibeli atas nama keduanya atau investasi yang dimiliki bersama.[9]

    Lantas, apakah hadiah perkawinan merupakan harta bersama? Berikut ulasannya.

    Hadiah Perkawinan dalam UU Perkawinan

    Menurut Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan, harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Artinya, hadiah perkawinan yang diterima oleh suami atau istri selama perkawinan adalah harta pribadi penerima hadiah. Lalu, hadiah perkawinan yang diterima oleh pasangan suami dan istri tidak termasuk dalam harta bersama, kecuali ada kesepakatan dari pasangan suami dan istri.

    Lebih lanjut, dalam UU Perkawinan terdapat prinsip-prinsip mengenai hadiah perkawinan, sebagai berikut:

    1. Harta Pribadi Penerima

    Undang-undang menyatakan bahwa hadiah perkawinan yang diterima oleh salah satu suami atau istri selama perkawinan dianggap sebagai harta pribadi penerima.[10] Artinya, hadiah tersebut tetap menjadi milik pribadi penerima dan bukan menjadi bagian dari harta bersama.

    1. Keabsahan Bukti

    Berdasarkan praktik kami, penting untuk memastikan bahwa terdapat bukti keaslian dan penerimaan hadiah perkawinan. Hal ini dapat berupa bukti tertulis, seperti kuitansi atau surat hadiah, yang menunjukkan bahwa hadiah tersebut diterima oleh pasangan tertentu dalam konteks pernikahan.

    1. Kesepakatan Tertulis

    Jika suami dan istri menginginkan hadiah perkawinan dianggap sebagai harta bersama, maka mereka dapat membuat kesepakatan tertulis yang mengatur hal ini.[11]

    1. Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreement)

    Pasangan yang akan menikah dapat membuat perjanjian perkawinan (prenuptial agreement) untuk mengatur status harta perkawinan,[12] dalam hal ini termasuk pula hadiah perkawinan. Dalam perjanjian kawin, berdasarkan praktik kami pasangan suami istri juga dapat menentukan bagaimana status harta yang diperoleh selama perkawinan (harta bersama) menjadi harta masing-masing salah satu pasangan selama pernikahan, serta bagaimana status harta perkawinan jika perkawinan berakhir. Selengkapnya mengenai perjanjian perkawinan dapat Anda baca dalam Fungsi, Isi Materi, dan Bentuk-Bentuk Perjanjian Kawin.

    Baca juga: Aturan dan Bentuk Perjanjian Perkawinan dalam Islam

    Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa UU Perkawinan dan perubahannya memberikan fleksibilitas dalam penentuan kepemilikan status hadiah perkawinan. Hadiah perkawinan secara yuridis merupakan harta pribadi penerima hadiah, tetapi pasangan suami istri dapat mengatur status hadiah perkawinan dengan membuat kesepakatan tertulis atau perjanjian perkawinan. Hal ini memungkinkan suami dan istri untuk mengontrol harta perkawinan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka, selama hal tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Postnuptial Agreement

    Berdasarkan informasi yang Anda berikan, kami asumsikan Anda tidak memiliki perjanjian perkawinan/prenuptial agreement, sehingga tidak ada kesepakatan antara pihak suami maupun istri yang menyatakan bahwa status kepemilikan hadiah perkawinan adalah harta bersama.

    Namun, permasalahan di atas telah mendapatkan solusi dengan dikeluarkannya Putusan MK 69/2015. Dengan adanya Putusan MK 69/2015, maka ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan berubah menjadi sebagai berikut (hal. 156-157):

    1. Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
    2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
    3. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
    4. Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.

    Sebagaimana dijelaskan dalam Bisakah Membuat Perjanjian Kawin Setelah Perkawinan Berlangsung (Postnuptial Agreement)?, Putusan MK 69/2015 memberikan kesempatan bagi pasangan suami istri untuk dapat membuat suatu perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan atau yang biasa dikenal dengan Postnuptial Agreement, selama pasangan tersebut masih terikat di dalam perkawinan yang sah. Namun menurut hemat kami, sangat penting untuk menjalani proses ini dengan penuh kebijaksanaan dan bimbingan hukum agar kesepakatan tertulis dibuat dengan benar, sesuai dengan hukum yang berlaku dan tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak suami maupun istri.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015.

    Referensi:

    1. Besse Sugiswati. Konsepsi Harta Bersama dari Perspektif Hukum Islam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Adat. Jurnal Perspektif, Vo. 19, No. 3, 2014;
    2. Evi Djuniarti. Hukum Harta Bersama ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Perkawinan dan KUH Perdata. Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 17, No. 4, 2017;
    3. Faradilla Asyatama dan Fully Handayani Ridwan. Analisis Perjanjian Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Ajudikasi: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5, No. 2, 2021;
    4. H. Ali Sibra Malisi. Cara Pembagian Harta Bersama menurut Pandangan Ulama Aceh Singkil. Jurnal Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi, Vol. 9, No. 1, 2020;
    5. Hamda Sulfinadia. Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Studi Atas Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan. Yogyakarta: Deepublish, 2020;
    6. Happy Susanto. Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian. Jakarta: VisiMedia, 2008;
    7. Liky Faizal. Harta bersama dalam Perkawinan. Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Vol. 8, No. 2, 2015;
    8. M. Natsir Asnawi. Hukum Harta Bersama: Kajian Perbandingan Hukum, Telaah Norma, Yurisprudensi, dan Pembaruan Hukum. Jakarta: Prenada Media, 2022;
    9. Marianus Ivo Meidinata dan Alphonsus Tjatur Raharso. Upacara Panggih Pengantin dalam Pernikahan Adat Jawa dan Kaitannya dengan Prinsip Monogami Perkawinan Katolik. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 18, No. 1, 2022;
    10. Sahrul Ramadhan. Studi Komparatif Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian (Perspektif Kompilasi Hukum Islam Dan Hukum Perdata). Jurnal Hukum Online (JHO), Vol. 1, No. 3, 2023.

    [1] Marianus Ivo Meidinata dan Alphonsus Tjatur Raharso. Upacara Panggih Pengantin dalam Pernikahan Adat Jawa dan Kaitannya dengan Prinsip Monogami Perkawinan Katolik. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 18, No. 1, 2022, hal. 37.

    [2] Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

    [3] Hamda Sulfinadia. Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Studi Atas Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan. Yogyakarta: Deepublish, 2020, hal. 253.

    [4] Sahrul Ramadhan. Studi Komparatif Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian (Perspektif Kompilasi Hukum Islam Dan Hukum Perdata). Jurnal Hukum Online (JHO), Vol. 1, No. 3, 2023, hal. 555-571.

    [5] M. Natsir Asnawi. Hukum Harta Bersama: Kajian Perbandingan Hukum, Telaah Norma, Yurisprudensi, dan Pembaruan Hukum. Jakarta: Prenada Media, 2022, hal. 42.

    [6] Liky Faizal. Harta bersama dalam Perkawinan. Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Vol. 8, No. 2, 2015, hal. 83.

    [7] Liky Faizal. Harta bersama dalam Perkawinan. Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Vol. 8, No. 2, 2015, hal. 78.

    [8] Besse Sugiswati. Konsepsi Harta Bersama dari Perspektif Hukum Islam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Adat. Jurnal Perspektif, Vo. 19, No. 3, 2014, hal. 201-211.

    [9] Evi Djuniarti. Hukum Harta Bersama ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Perkawinan dan KUH Perdata. Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 17, No. 4, 2017, hal. 445-461.

    [10] H. Ali Sibra Malisi. Cara Pembagian Harta Bersama menurut Pandangan Ulama Aceh Singkil. Jurnal Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi, Vol. 9, No. 1, 2020, hal. 6-10.

    [11] Happy Susanto. Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian. Jakarta: VisiMedia, 2008, hal. 47.

    [12]   Faradilla Asyatama dan Fully Handayani Ridwan. Analisis Perjanjian Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. Ajudikasi: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5, No. 2, 2021, hal. 110.

    Tags

    harta bersama
    harta bawaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!